Mendagri yang ‘Bapak Rakyat’
Mardiyanto03 | Ikut Jejak Soepardjo Rustam

Jabatan Gubernur Jateng seakan menjadi ”kawah candra dimuka” bagi seorang pejabat tinggi. Siapa bisa menyangkal? H Mardiyanto, gubernur Jateng dua periode, akhirnya dipilih Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggantikan M Ma’ruf sebagai Mendagri.
Sebelumnya, Gubernur Jateng H Soepardjo Rustam (periode 1974-1983) dipercaya oleh Presiden Soeharto sebagai Mendagri pascalengser dari tampuk pimpinan tertinggi di provinsi yang berbatasan dengan Jatim, DIY, dan Jabar itu.
Soepardjo, lahir di Sokaraja, 12 Agustus 1926. Pendidikan Seskoad Bandung. Saat menjadi gubernur Jawa Tengah, kiprahnya yang spektakuler ialah menjadikan Jawa Tengah sebagai Benteng Pancasila dan Basis Pembangunan.
Beberapa pendapa kabupaten/kantor Bupati dibangun demi peningkatan pelayanan masyarakat. IAIN Walisongo yang semula di Jalan Ki Mangunsarkoro diboyong ke Jalan Ngaliyan. Sementara, Mardiyanto yang lulusan Akademi Militer Nasional tahun 1970 itu tepat dipilih Presiden SBY mengemban amanah menggantikan M Ma’ruf.
Selama menjabat sebagai gubernur periode 1998-2008, pria kelahiran Surakarta, 21 November 1946 ini mampu membawa Provinsi Jawa Tengah menjadi kondusif, aman, dan pencapaian hasil pembangunan menggembirakan.
Lihat! Pembangunan masjid terbesar di Jateng, yakni Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) yang menelan biaya ratusan miliar rupiah pun selesai dengan ditandai peresmian oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 11 November 2006 lalu.
Sebentar lagi akan terealisasi tol Semarang-Solo, yang telah ditandai dengan terbentuknya konsorsium antara PT Jasa Marga dan PT Sarana Pembangunan Jawa Tengah (SPJT) dengan nama PT Trans Marga Jateng.
Isyarat Pamitan
Sejak awal banyak yang menduga karier mantan Panglima Kodam IV/Diponegoro (1997-1998) itu bakal cemerlang. Saat tasyakuran peringatan HUT Ke-62 RI dan Hari Jadi Ke-57 Jateng di Gradhika Bakti Praja Jl Pahlawan, beberapa waktu lalu secara tersirat dia berpamitan.
”Sebagai gubernur, saya sampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh lapisan masyarakat Jateng atas dukungan dan peran aktif yang telah disumbangkan untuk bangsa dan negara, khususnya untuk provinsi yang kita cintai ini,” katanya dalam acara yang dihadiri unsur Muspida Jateng itu.
Pihaknya juga meminta rumusan visi Provinsi Jawa Tengah yang dibentuk pada masa kepemimpinannya dapat dijadikan sebagai semangat dan jiwa dalam melaksanakan pembangunan di masa mendatang, termasuk gubernur terpilih dalam Pilgub 2008.
Mardiyanto merupakan gubernur Jawa Tengah pada periode 1998-2003 dan kemudian terpilih lagi untuk periode 2003-2008 berpasangan dengan H Ali Mufiz MPA (pengurus PW NU Jateng) dan mengantongi 62 suara dari 99 suara yang ada di DPRD Jateng. Dia mengalahkan dua kandidat lain yakni Mardijo (Ketua DPD I PDI-P) dan Mayor Jenderal (Purn) Slamet Kirbiantoro.
Terpilihnya Mardiyanto sebagai Mendagri akan mengubah peta politik dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2008 kelak. Meski telah ”naik pangkat” ke Jakarta tentu ada memori tersendiri bagi putra terbaik Solo ini saat berkunjung ke Jateng.
Njawani
Tenang dan kalem itulah Mardiyanto. Meski digembleng secara militer, keseharian Mardiyanto tidak terkesan sangar. Bahkan nyaris tak tercermin bahwa dia pernah digodok di “kawah candradimuka” Akademi Militer Magelang.
Saat masih menjabat sebagai Wakil Gubernur Akademi Militer, nyaris tak ada warga masyarakat Magelang mengira, seorang berpenampilan kalem yang tengah berbelanja di toko di kota itu adalah Brigadir Jenderal Mardiyanto.
Ketenangan dan kekaleman itu pula yang membuat kamtibmas di Jateng kondusif, sejak dia menjabat sebagai orang nomor satu di wilayah ini.
Saat menjadi gubernur Jateng dia menerapkan model kepemimpinan njawani, manjing ajur ajer, andhap asor (low profile), menempatkan diri sebagai bapak seluruh rakyat, sehingga mampu berintegrasi dan dicintai oleh segenap elemen masyarakat.
Untuk melancarkan komunikasi dengan rakyat, bapak dua anak ini secara rutin berinteraksi dengan masyarakat melalui program “Hallo Gubernur” di Radio Republik Indonesia (RRI).
Kini ia didapuk oleh SBY untuk mengisi pos Mendagri. Banyak yang menyambut positif pemilihan tersebut. Sosoknya yang tidak meledak-ledak, loyal kepada atasan, dan cerdas dinilai akan cocok dengan SBY.
Mardiyanto masuk Sekolah Rakyat tahun 1958 dan tahun 1965 lulus dari SMA jurusan Pal. Pada tahun 1970 lulus dari Akabri (Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) Magelang.
Berpangkat Letnan Dua sejak 1 Desember 1970, dan beberapa saat kemudian berumah tangga dengan menyunting Effi Nurbayati. Sekarang, pasangan ini dikaruniai dua anak.
Karier militer sosok yang menguasai bahasa Jawa, Sunda dan Inggris ini terbilang mulus. Alumnus Lemhannas, pernah bertugas di Vietnam, Singapura, dan Thailand.
Pernah mengemban beberapa tugas operasi. Di antaranya adalah Operasi Wibawa di Timtim tahun 1975/1976, tahun 1978 hingga 1984 bertugas di Timtim.
Riwayat kepangkatannya meyakinkan. Dari Letda tahun 1970, menjadi Lettu 1974. Dua tahun kemudian, 1 April 1976, menjadi Kapten. Pangkat Kapten hingga 198, menjadi Mayor. Lima tahun kemudian (1986) menjadi Letkol.
Pangkat kolonel diperolehnya mulai 1 Oktober 1992 dan, 1 Maret 1995 sudah menjadi Perwira Tinggi dengan pangkat Brigjen. (Widodo Prasetyo, Dicky Prianto, Maratun Nashihah/Pusdok SM-77) ti