Panggilan Sejarah, Siapa Tahu!

Agus Suhartono
 
0
347
Agus Suhartono
Agus Suhartono | Tokoh.ID

[ENSIKLOPEDI] Judul inspiratif dan futu­ristik ini tak mudah dija­wab, bahkan mungkin tak perlu dijawab secara verbal. Sebab jawabannya ada dalam keyakinan atas jalan dan kehendak Tuhan, Yang Maha Kuasa menentukan masa depan dan garis tangan panggilan sejarah bagi setiap orang.

Kendati demikian, kami mencoba ‘menyeludupkan’ pertanyaan yang berkaitan dengan judul ‘Panggilan Sejarah, Siapa Tahu!’ tersebut ketika mewawancarai Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Rabu, 11 April 2012[1]: “Sebagai warga bangsa, putra bangsa yang terpilih menjadi Panglima TNI, kalau misalkan rakyat menghendaki Anda menjadi presiden?

Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono sedikit tersentak mendapat pertanyaan itu. “Nggak, jangan berangan-angan untuk itu,” cegahnya, seraya memainkan kedua tangan berusaha mencegah pertanyaan itu.

“Kan boleh, visinya bukan obsesinya?” kejar Ch. Robin Simanullang dari TokohIndonesia.com. Dengan gerak bahasa tubuh yang mengekspresikan ketulusan, kerendahan hati, kebersahajaan dan tanpa beban vested interest, Laksamana Agus Suhartono pun ‘terpaksa’ menjawab: “Setiap orang harus tahu batas kemampuannya. Jadi harus tahu juga batas kemampuan sehingga sampai di mana ia perlu berpikirnya, sampai di situ saja.”

Namun, TokohIndonesia.com terus mengejar seraya menatap gerak bola mata Sang Panglima: “Bukan obesesi ya, tapi visi. Kalau Tuhan memberi kesempatan melalui pilihan rakyat. Kalau mengikuti alur pikiran Anda, bukan dari alur obsesi jabatan itu. Tapi kalau itu dihantarkan pilihan rakyat atas kehendak Allah, apa kira-kira?”

Dia geleng kepala. Sorotan bola matanya juga memancarkan isi hatinya, satu kata dengan ucapannya: “Jadi begini, karena seseorang itu untuk menuju ke arah sana, dia harus menjadi politikus. Harus menjadi politikus dulu. Padahal sekarang TNI tidak boleh berpolitik, jadi jangan tanya itu.”

Agus Suhartono sangat yakin bahwa dia tak punya otoritas mengatur jalan hidupnya sendiri. Melainkan, dia hanya punya tekad dan kemauan, serta selalu bekerja keras melampaui beban tugas dengan penuh tanggung jawab, untuk melapangkan jalan Tuhan dan panggilan sejarah yang menghantarnya menapaki jalan hidupnya sendiri.

TokohIndonesia.com menyambut ucapan itu dengan tersenyum, mencoba ‘merayu’ Sang Panglima. Dia pun tersenyum. Suasana kebersahajaan yang sejak awal sudah ditampilkan Sang Panglima, membuat TokohIndonesia.com merasa nyaman. Sebuah suasana yang (kami maknai) cukup menggambarkan bahwa dia bukan perwira yang munafik dan ambisius. Tapi seorang prajurit satria, perwira yang berdisilin dan bertanggung jawab yang meyakini jalan hidupnya ditentukan jalan Allah dan panggilan sejarah.

Agus Suhartono sangat yakin bahwa dia tak punya otoritas mengatur jalan hidupnya sendiri. Melainkan, dia hanya punya tekad dan kemauan, serta selalu bekerja keras melampaui beban tugas dengan penuh tanggung jawab, untuk melapangkan jalan Tuhan dan panggilan sejarah yang menghantarnya menapaki jalan hidupnya sendiri.

Tapi TokohIndonesia.com tidak mau pasrah atas ketenangan, ketulusan dan kebersahajaan Sang Pelaut yang telah terlatih menghadapi arus gelombang dahsyat di lautan luas itu. Dia sudah biasa mengalahkan gulungan ombak dengan tidak melawan arus (arah). Sebagai komandan di lima kapal perang, ‘politik gelombang lautan’ pun sudah biasa diakrabinya dengan tak perlu melawan arus.

Sebagai pelaut, dia telah memperoleh pembekalan (pelajaran) berharga. Pertama, betapa dia telah menikmati dan mengandalkan kebesaran kekuasaan Tuhan. Kedua, betapa dia telah sedemikian handal menyiasati, mengikuti, situasi dan kondisi alam, arus gelombang lautan, berlayar di atas masalah (gelombang), sampai bisa selamat mencapai tujuan. Ketiga, betapa dia telah cekatan bersosialiasi dengan pimpinan, sesama (satu) pangkat dan anak buah, serta menyinerjikannya untuk mencapai tujuan.

Advertisement

Itulah pula pasalnya sehingga TokohIndonesia.com terus mengejarnya dengan pertanyaan: “Tapi visi politik TNI diyakini masih lebih tajam dari seorang politikus praktis. Kendati TNI tidak berpolitik praktis, bukan berarti visi politiknya malah lebih rendah, kan tidak. Bahkan politik negara yang pasti lebih tinggi dimiliki oleh orang-orang yang terdidik secara sistematis dalam lingkungan TNI?”

Laksamana Agus Suhartono tertegun sejenak seraya tersenyum. Lalu dengan akrab, dia berkata: “Jadi pertanyaannya jangan begitu….” TokohIndonesia.com berusaha memahami makna tersirat dari jawaban itu. Kendati pertanyaan-pertanyaan itu ditujukan kepadanya secara pribadi, tapi bagaimana pun dia tetaplah (eksistensi) sebagai seorang Panglima TNI. Seorang prajurit (pribadi) yang tetap menjunjung tinggi Sapta Marga[2] dan Sumpah Prajurit[3], di antaranya memegang teguh disiplin, patuh dan taat kepada pimpinan serta menjunjung tinggi sikap dan kehormatan prajurit.

“Oke. Menurut Anda, apa syarat utama yang harus dimiliki seseorang untuk layak jadi pemimpin nasional, khususnya Presiden RI?” Pertanyaan normatif ini pun dijawab dengan lugas. Menurutnya, untuk menjadi Presiden RI yang merupakan negara besar dengan luas wilayahnya, jumlah penduduknya, keragaman sukunya, jumlah bahasa daerahnya, jumlah suku bangsanya, tingkat sosial masyarakat, kondisi geografinya, membutuhkan seseorang yang memiliki komitmen yang tinggi untuk benar-benar mencurahkan seluruh kemampuan intelektual, spiritual, emosional pada pengabdian kepada bangsa dan negara yang dilandasi dengan karakter kepemimpinan yang kuat, memiliki visi dan misi yang jelas, dilandasi dengan sifat-sifat negarawan yang sejati.

Dia menegaskan bahwa kepemimpinan demikian sangat diharapkan oleh bangsa ini untuk menggapai kondisi masyarakat Indonesia yang lebih baik yang benar-benar mencerminkan kemerdekaan Indonesia yang sebenar-benarnya sesuai dengan Sila Kelima dari Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Mencermati kondisi geografi, demografi dan kondisi sosial Indonesia tersebut, menurut Laksamana TNI Agus Suhartono, pemimpin nasional harus mempunyai syarat minimal sebagai berikut: Pertama, Problem Solver. Seorang pemimpin dituntut mampu membuat keputusan penting dan mencari jalan keluar dari permasalahan. Sebagai ‘nakhoda’ adalah yang berkewajiban mengemudikan ‘kapal’ ke arah yang besar dan benar;

Kedua, Bersikap Positif. Setiap masalah dapat dipandang dari sisi positif dan negatif. Dalam memandang setiap masalah hendaknya lebih banyak dipandang dari sisi positifnya untuk menyelesaikan masalah;

Ketiga, Komunikasi. Sebaik apa pun masyarakat akan kehilangan arah bila dibiarkan jalan dalam ‘gelap’. Sebagai pemimpin perlu menerangkan sejelas mungkin tentang tujuan bersama yang hendak diraih dan strategi mencapainya;

Keempat, Menjadi Inspirasi. Seorang pemimpin harus bisa menerapkan standar dan jadi contoh bagi semuanya; Kelima, Tumbuhkan Motivasi. Memberikan penghargaan terhadap prestasi sekecil apapun yang dilakukan oleh siapapun, akan menumbuhkan motivasi bagi masyarakat;

Keenam, Hubungan Baik. Jalin hubungan profesional dan interpersonal yang harmonis dengan semua kalangan; Ketujuh, Turun Gunung. Seorang pemimpin akan dihargai apabila ia bersedia turun ke lapangan untuk memahami persoalan yang dihadapi masyarakat.

Visi Indonesia: Agraris dan Maritim

Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono mengatakan ditinjau catatan sejarah sosial budaya, masyarakat bangsa Indonesia lahir di dua sisi kehidupan sebagai masyarakat agraris dan masyarakat maritim.

Hal ini didukung oleh kondisi geografis Indonesia yang terdiri lebih dari 17.000 (tujuh belas ribu) pulau yang terbentang sepanjang 1/8 (satu per delapan) garis khatulistiwa dengan kekayaan alam yang melimpah dan menghasilkan komoditas strategis maupun komoditas ekspor.

Menurutnya, kondisi ini semestinya mampu menjadikan Indonesia sebagai “supply side” yang dapat memasok dunia dengan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki dan hasil industri olahannya, sekaligus menjadi pasar yang besar atau “demand side” dalam rantai pasok global, karena jumlah penduduknya yang besar.

Di sisi lain, perjuangan panjang bangsa Indonesia telah ditempuh, guna meraih pengakuan internasional sebagai negara kepulauan, yang kemudian untuk pertama kalinya Deklarasi Djuanda 1957 diakui hingga akhirnya pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982 (UNCLOS 1982), yang diratifikasi oleh Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985, selanjutnya konvensi tersebut diberlakukan sebagai hukum positif sejak tanggal 16 Nopember 1994, maka status Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) diakui oleh dunia.

Dia mengatakan pengakuan dunia dalam hukum internasional tersebut mengesahkan “a defined territory” bahwa negara Indonesia, memiliki legalitas hukum terhadap wilayah nasionalnya yang meliputi wilayah darat, laut dan udara di atasnya.

Maka, menurut Laksamana Agus Suhartono, dari tinjauan inilah sebenarnya visi RI harus berangkat dalam “Mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur” dengan mengombinasikan potensi agraris dan maritim, sekaligus untuk menjadikan Indonesia sebagai “supply side” dan “demand side”.

Namun, ujarnya, kesuksesan tersebut harus disertai langkah-langkah kongkrit dalam mengimplementasikan legalitas tersebut untuk mewujudkan negara kepulauan yang jika ditinjau, baik dari aspek geopolitik, geostrategi maupun geoekonomi. Realitanya sampai dengan saat ini Indonesia memang negara agraris tetapi belum sebagai negara agraria, juga sudah negara kepulauan namun belum sebagai negara maritim.

Dia menegaskan ke depan yang perlu kita padukan maritim dan agraris. Dua-duanya bisa berdampingan yang semuanya bisa menghasilkan sumber devisa bagi negara, bisa menyejahterakan masyarakat. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh pemerintah sekarang sebenarnya sudah mengakomodasi kedua-duanya, negara agraris dan maritim sudah mulai diangkat, tapi belum sama.

Maka, dia berharap, nanti ke depan bisa berjalan bersama-sama. “Memang kita tidak bisa menafikan bahwa negara kita negara kepulauan. Sumber daya alam kita yang di laut juga cukup banyak manakala dikelola dengan baik. Dari segi kesejarahan, agraris harus dipertahankan dan dari segi geografi maritim harus dimunculkan. Dua-duanya harus dijalankan dengan baik. Itu hal yang luar biasa,” jelasnya.

Menjawab pertanyaan, kira-kira pada tahun berapa Indonesia bisa mencapai kesejajaran agraria dengan kekuatan maritimnya, Agus mengatakan sebenarnya tinggal dengan komitmen kita saja mengelola sumberdaya maritim itu. Menurutnya, sekarang sudah terlihat hanya pada potensi perikanan yang sudah dikelola meskipun hasilnya belum sesuai dengan harapan. Tetapi budaya belum dan masih perlu diteruskan. Kemudian eksplorasi kekayaan yang di tengah laut (Migas) sekarang sudah mulai banyak tapi juga perlu terus dilakukan.

“Kalau prediksi saya, tinggal kebijakan yang dilakukan mengarah ke mana. Tapi kalau kebijakan menggenjot ini secepat mungkin pasti akan lebih baik,” jawab Laksamana Agus Suhartono.

Jawaban ini menghadirkan inspirasi untuk bertanya: “Berarti, sebaiknya dari Angkatan Laut jadi Presiden supaya visi maritimnya menyala?” Mendengar pertanyaan itu kembali kepada ‘hal sensitif’, dia pun tertawa: “Ha-ha-ha…” Lalu mengatakan, banyak teknorat kita yang bervisi maritim, saya kira tidak harus TNI Angkatan Laut.

TokohIndonesia.com kembali mengejar: “Tapi penghayatan dan tantangan maritimnya pasti di Angkatan Laut, karena yang menggumuli laut itu secara sistematis dan mendalam masih di AL?” Dengan cerdas dan santai, dia mengatakan, tapi tidak harus seperti itu, artinya orang bervisi ke sana itu cukup banyak.

“Tapi kita bisa menafsirkan seperti itu, kita bisa berpikir ke arah itu, supaya menempatkan orang itu pada posisi jaman dan kompetensinya. Supaya Indonesia maju harus mendayagunakan potensi lautnya, itu kira-kira?” kejar TokohIndonesia.com kembali mendapat angin.

Tapi, dia tetap kalem. “Iya, kita tidak mendikotomikan. Yang menguasai masalah kemaritiman adalah Angkatan Laut, juga belum pasti,” katanya merendah. Agus Suhartono memang seorang pemimpin yang bersahaja.

Tokoh yang suka olahraga jalan, dan tidak begitu menyukai golf (baginya golf hanya sekadar protokoler). Dia juga pendengar musik yang baik dan gemar menonton kesenian dan pertunjukan tradisional. Juga suka wisata kuliner, terutama wisata kuliner asli daerah. Makanan khas setiap daerah pasti dia coba. Sedangkan makanan favoritnya adalah sambal goreng kentang, ikan kutuk dengan bumbu pedas dan sambal tempe. Kalau nggak ketemu sebulan, dia pasti minta.

Demikianlah kisah, jalan hidup Laksamana TNI Agus Suhartono, yang mengalir sesuai kehendak Allah dan panggilan sejarah, melalui kesunguhan, komitmen, kedisplinan, keteladanan, kebersahajaan, dan kesiapan menjalankan setiap penugasan tanpa pamrih sebagai prajurit, patriot dan kesatria bangsa, bahkan selalu berupaya bekerja keras melebihi panggilan tugasnya, di mana dan kapan pun.

Maka, siapa tahu panggilan sejarah pun kelak akan membutuhkan pengabdiannya pada level tanggung jawab yang lebih tinggi. Kita (siapa) pun tidak tahu. Tidak seorang pun bisa mengaturnya. Sebab hal itu adalah jalan dan kuasa Tuhan, Sang Khalik Semesta Alam!

Selanjutnya, bagaimana Laksamana TNI Agus Suhartono menjalani hidup dan mengeban tugas, simak dalam setiap untaian katanya dalam menjawab pertanyaan Redaksi TokohIndonesia.com dalam wawancara eksklusif di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Rabu 11 April 2012. Petikan wawancara tersebut kami sajikan dalam delapan bagian (judul) yakni: (1) Saat Pelaut Jadi Panglima ; (2) Lima Pesan Kepala Negara; (3) TNI Mampu dan Tak Pernah Gentar ; (4) Begini Postur TNI Ideal; (5) Politik TNI Adalah Politik Negara; (6) Evaluasi TNI tentang Kondisi Bangsa; (7) Visi & Tujuh Syarat Pemimpin Nasional ; (8) Orangtua, Bung Karno dan Isteri . Penulis: Ch. Robin Simanullang | Bio TokohIndonesia.com

Footnote:
1 Tulisan (narasi) ini merupakan petikan wawancara eksklusif TokohIndonesia.com dengan Panglima TNI Agus Suhartono di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Rabu 11 April 2012. Panglima TNI didampingi Kapuspen TNI Mayjen Iskandar Sitompul dan Kadispenum Puspen TNI Kolonel Cpl. Minulyo Suprapto. Wawancara dipersiapkan dan difasilitasi Kasubdisgiatblik Dispenum Puspen TNI Letkol Arh Hari Mulyanto. Sajian bentuk dialog (tanya-jawab) kami angkat dalam judul: Visi & Tujuh Syarat Pemimpin Nasional (Wawancara Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono).
2 Sapta Marga TNI: 1) Kami Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila; 2) Kami Patriot Indonesia, pendukung serta pembela ideologi negara yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah; 3) Kami Kesatria Indonesia, yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta membela kejujuran, kebenaran dan keadilan; 4) Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, adalah Bhayangkari Negara dan Bangsa Indonesia; 5) Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, memegang teguh disiplin, patuh dan taat kepada pimpinan serta menjunjung tinggi sikap dan kehormatan prajurit; 6) Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, mengutamakan keperwiraan di dalam melaksanakan tugas, serta senantiasa siap sedia berbakti kepada negara dan bangsa; 7) Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, setia dan menepati janji serta Sumpah Prajurit.
3 Sumpah Prajurit | Demi Allah saya bersumpah/berjanji: 1) Bahwa saya akan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; 2) Bahwa saya akan tunduk kepada hukum dan memegang teguh disiplin keprajuritan; 3) Bahwa saya akan taat kepada atasan dengan tidak membantah perintah atau putusan; 4) Bahwa saya akan menjalankan segala kewajiban dengan penuh rasa tanggung jawab kepada Tentara dan Negara Republik Indonesia; 5) Bahwa saya akan memegang segala rahasia Tentara sekeras-kerasnya.

Data Singkat
Agus Suhartono, Panglima TNI (2010-2013) / Panggilan Sejarah, Siapa Tahu! | Ensiklopedi | Panglima TNI, TNI, Pemimpin, laksamana, angkatan laut, Pelaut

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini