Terpercaya Jadi Ketum Demokrat

[ Sudi Silalahi ]
 
0
129
Sudi Silalahi
Sudi Silalahi | Tokoh.ID

[ENSIKLOPEDI] Menteri Sekretaris Negara Letjen TNI (Purn) Sudi Silalahi diperkirakan akan menjadi Ketua Umum DPP Partai Demokrat. Sudi dianggap sebagai pilihan paling tepat untuk mengatasi kemelut yang melanda Demokrat pasca pengunduran diri Anas Urbaningrum akibat tersangkut dugaan korupsi.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tengah menimbang-nimbang siapa orang yang paling tepat, kredibel dan terpercaya memimpin Demokrat agar segera keluar dari berbagai persoalan yang mengakibatkan rendahnya elektabilitas partai yang didirikannya itu belakangan ini. Sumber TokohIndonesia.com mengatakan kemungkinan Presiden SBY akan memilih orang yang paling diandalkan dan dipercayainya yakni Mensesneg Sudi Silalahi.

Dengan memilih Sudi Silalahi, Presiden SBY yakin dan percaya kemelut Demokrat akan segera dapat diatasi dan siap membenahi Demokrat untuk kembali memenangkan Pemilu 2014. Disebut, SBY selaku Ketua Majelis Tinggi PD akan menyerahkan sepenuhnya pembenahan PD kepada Sudi Silalahi tanpa ada keraguan atas kemampuan, integritas, dedikasi dan loyalitasnya. Dengan demikian Presiden SBY akan bisa lebih berkonsentrasi memimpin roda pemerintahan dalam mengurusi kepentingan rakyat, bangsa dan negara.

Memang, chemistry Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Sudi Silalahi bagai pinang dibelah dua. Kendati berbeda latar belakang suku (budaya), Jawa dan Batak, keduanya memiliki kecocokan bathin, sanubari, pola pikir dan visi (chemistry). Saking cocoknya, tak heran bila kemungkinan keduanya saling merasakan yang satu ada dalam dirinya: SBY ada dalam diri Sudi dan Sudi ada dalam diri SBY. Maka tak mustahil jika Sudi Silalahi akan dipercaya SBY menjadi Ketua Umum DPP Partai Demokrat.

Kesimpulan ini, bisa dipandang berdasarkan analisa atas ‘pengakuan’ dan ‘jejak rekam’ kedua tokoh yang saling percaya dan bersinergi tersebut. Chemistry kedua jenderal ini telah terbangun sejak 1971, saat di Akademi Militer, Magelang. Ketika itu, pertemuan pertama mereka, SBY sebagai Sersan Taruna (yunior) dan Sudi sebagai Sersan Mayor Dua Taruna (senior, satu tingkat di atas).

Memang, chemistry Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Sudi Silalahi bagai pinang dibelah dua. Kendati berbeda latar belakang suku (budaya), Jawa dan Batak, keduanya memiliki kecocokan bathin, sanubari, pola pikir dan visi (chemistry). Saking cocoknya, tak heran bila kemungkinan keduanya saling merasakan yang satu ada dalam dirinya: SBY ada dalam diri Sudi dan Sudi ada dalam diri SBY. Maka tak mustahil jika Sudi Silalahi akan dipercaya SBY menjadi Ketua Umum DPP Partai Demokrat.

Dalam tradisi di Akademi Militer dengan disiplin keras, para taruna senior bisa (berhak) menghukum yunior, sehingga taruna senior amat ditakuti para taruna yunior. Umumnya para senior satu tingkat di atas kepada yuniornya lebih menonjolkan otoritas, bisa menghukum yunior, bahkan terkadang dengan tindakan fisik yang berlebihan, sampai yunior minta ampun.

Namun, sesuai pengakuan Presiden SBY: “di mata saya, Sermadatar Sudi Silalahi sedikit berbeda.” Saat itu, SBY mengaku pernah bertemu Sudi, tapi yang dia dapatkan bukan hukuman atau tindakan disiplin seperti yang sering dilakukan para senior lainnya, melainkan nasehat dan pemberian motivasi agar berhasil dalam menempuh pendidikan di Akademi Militer tersebut.
Ketika itu, Sudi aktif sebagai pembina taruna beragama Islam, yang sering diistilahkan Pokdojid, singkatan dari Kelompok Komando Masjid, yang mengurusi pembinaan rohani, ceramah-ceramah agama dan sebagainya. Selain itu, mereka juga bergabung dalam satu kesatuan yaitu Kompi Drumband Canka Lokananta, drum bandnya Akabri. Sudi sebagai pelatih (senior).

Kendati belum diekspresikan kala itu, Sudi Silalahi dalam wawancara dengan Wartawan TokohIndonesia.com beberapa waktu lalu, mengaku melihat SBY sebagai seorang yang cerdas, mempunyai kepribadian lebih dari yang lain. Hal itu juga dibuktikan, waktu di Akademi Militer, SBY mendapatkan tiga bintang. Yakni Bintang Kartika Tambunpusaka (berkepribadian terbaik); Bintang Kartika Adi Tanggap (atas intelektualnya); dan Bintang Kartika Dira Trengginas (ketangkasan fisik). “Saya melihat dia ini taruna yang baik, calon perwira yang bagus. Dalam pikiran saya begitu,” pengakuan Sudi.

Jadi, di luar pengetahuan masing-masing, keduanya telah memiliki penilaian positif tersendiri dan bahkan telah merasakan adanya kecocokan di antara mereka. “Baru belakangan saya tahu dari pengantar buku yang diberikan kepada saya, ternyata waktu di Akademi Militer, beliau (SBY) juga melihat saya sosok yang beda dengan yang lain,” papar Sudi Silalahi.

Namun, kala itu penilaian dan kecocokan itu belum terekspresikan sedemikian rupa. Baru setelah keduanya ketemu lagi di beberapa medan pengabdian, muncul dan semakin terasa adanya kesamaan visi dan panggilan tugas. Kemudian singkat cerita, mereka sama-sama bertugas sebagai instruktur, guru militer di Bandung. Sudi sebagai Komandan Secaba regular. SBY sebagai komandan pelatih bintara infanteri.

Advertisement

Menteri Sekretaris Negara Letnan Jenderal TNI (Purn) Sudi Silalahi mengungkapkan hal itu dalam wawancara dengan wartawan TokohIndonesia.com Ch. Robin Simanullang, dan Bantu Hotsan di Kantor Menteri Sekretaris Negara, Gedung Utama Sekretariat Negara, beberapa waktu lalu. Beliau didampingi Staf Khusus Mensesneg Mayjen TNI (Purn) Kohirin SS, MSc dan dua staf Humas.

Berikut petikan wawancara terserebut tentang bagaimana Sudi Silalahi sebagai orang terdekat Presiden SBY:

Bagaimana kisah kedekatan Pak SBY dan Pak Sudi Silalahi yang saling mengagumi sejak semasih di AMN sampai akhirnya tampil bersama-sama mengurusi negara di pusat kekuasaan. Pak Sudi sejak di Menkopolkam, dari pengamatan kami sangat dekat dengan Pak SBY sampai beliau menjadi Presiden. Dan kami mengapresiasi Pak Sudi sebagai orang ketiga di Repbulik. Bagaimana komentarnya?

Iya, tentunya tidak, biasa-biasa saja. Hanya sejak dulu memang kita sudah banyak kecocokan mulai dari bagaimana kita mereformasi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) ketika itu. Saya membantu beliau (Letjen TNI Susilo Bambang Yudhoyono menjabat Kepala Staf Teritorial – Kaster ABRI, 1998-1999), sebagai Asospol (Asisten Sosial Politik). Sebagai Asospol banyak kesamaan pandangan kita tentang perlunya reformasi di internal ABRI ketika itu. Yang kemudian dilanjutkan di Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan (Polkam), saya sebagai Sekmen Menkopolkam, lebih fokus.

Itu yang ditanyakan tadi bahwa di Polkam itu juga kita banyak melakukan hal-hal yang cukup konstruktif, konkrit hasilnya. Internal di Polkam, bagaimana kami membenahinya menjadi Kementerian Koordinator yang efektif. Beliau sebagai menteri membantu tugas-tugas presiden. Utamanya, kalau di internal di kementerian itu sendiri bagaimana manajemen Kementerian Koordinator Polkam itu dan bagaimana kita mewujudkan administrasi, keuangan dan semua yang sangat penting. Kita juga membereskan masalah internal, bagaimana kita mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan sebagainya di Kementerian Koordinator Polkam.

Dan kedua, ke luar, bagaimana kita mencari solusi, untuk persoalan Ambon dan Aceh ketika itu. Niat kita, bagaimana masalah Aceh dan Ambon kita selesaikan secara damai dan bermartabat. Dan saya mendampingi beliau ke luar masuk Aceh dengan usaha-usaha yang konkrit mengajak semua eksponen bangsa ini untuk ikut serta. Bagaimana dengan komponen-komponen GAM yang ada di hutan dan sebagainya untuk mencari solusi secara damai. Dan ternyata dengan komunikasi-komunikasi kita waktu itu, ketika di Polkam itu tidak maksimal karena memang masih banyak pandangan-pandangan yang berbeda. Banyak yang mengatakan bahwa di Aceh itu, tidak ada istilah damai, separatis harus ditumpas. Tapi karena kita, tidak ingin melihat prajurit kita setiap hari gugur, begitu juga dari GAM keluarga-keluarganya ditinggalkan. Juga masyarakat jatuh korban setiap hari.

Akhirnya betul-betul sama-sama mempunyai keinginan yang kuat menyelesaikan Aceh secara damai. Singkatnya, dengan berbagai upaya draft yang kita masukkan, kita menyelesaikan Aceh itu dengan bermartabat. Jadi, menurut saya, itu upaya atau kerja keras kita di Polkam untuk menyelesaikan Aceh.

Begitu juga Ambon, Maluku, ketika itu sudah hampir dua tahun bakar-bakaran, juga tidak selesai. Kita berupaya keras. Ternyata mengajak duduk bersama, menentukan pejabat-pejabat yang tepat di sana untuk menyelesaikan Ambon, itu akhirnya selesai juga dengan baik.

Kemudian Pak SBY jadi presiden, Pak Sudi selalu menjadi orang terdekat. Sebenarnya yang mengantarkan Pak SBY itu menjadi Presiden, bukan Partai Demokrat, tapi lingkarannya Pak Sudi yang mengatur strateginya. Yang tampak di depan memang Partai Demokrat. Tetapi untuk mencapai strategi itu Pak Sudi dan kawan-kawan?

Sebetulnya tidak sepenuhnya betul, ya kita sama-samalah. Tapi begini, intinya ketika itu, saya sebagai TNI aktif, tidak mungkin saya terjun langsung untuk mendukung beliau jadi presiden, dalam arti berpolitik praktis. Tapi perlu juga saya ingin luruskan, bahwa beliau itu sama sekali tidak ada keinginan untuk menjadi presiden. Sama sekali tidak ada, hanya ketika itu, ya, mungkin telah ada sedikit, permainan-permainan politiklah atau mungkin yang mengesek-gesek kepada presiden ketika itu yang menyatakan Pak SBY ini mau running untuk presiden dan sebagainya. Sebetulnya tidak ada. Sama sekali tidak ada.

Pak Sudi itu ‘kan begitu dekat dengan beliau (Pak SBY). Ketika mau jadi Mentamben pun, sudah membicarakannya berdua. Berarti kedekatannya itu sangat luar biasa. Jadi apa sih kelebihannya Pak SBY?

Sebetulnya panjang ya. Sebetulnya mulai bagaimana kedekatan itu terbangun. Itu mulai dari Akademi Militer. Waktu itu, saya lebih senior dari beliau. Saya lebih senior satu tahun, ketika saya tingkat tiga Sersan Mayor Taruna, beliau adalah tingkat dua Sersan Taruna. Kebetulan kami bergabung dalam satu kesatuan yaitu Kompi Drumband Canka Lokananta, drum bandnya Akabri. Saya sebagai pelatih, katakanlah seperti itu.

Saya melihat, dia ini seorang yang cerdas, mempunyai kepribadian lebih dari yang lain-lainnya. Dan itu juga dibuktikan, waktu beliau di Akademi Militer, mendapatkan bintang kepribadian terbaik. Dia dapat tiga bintang di Akademi Militer, yaitu Bintang Kartika Tambunpusaka, itu artinya yang mempunyai kepribadian yang bagus. Jadi contohlah, yang bagus. Kemudian ada Bintang Kartika Adi Tanggap, itu intelektualnya. Ada Kartika Dira Trengginas, yaitu ketangkasan fisiknya. Dia mempunyai bintang kepribadian yang menonjol. Saya melihat dia ini taruna yang baik, calon perwira yang bagus. Dalam pikiran saya begitu.

Di luar pengetahuan saya dan baru saya ketahui, dia juga mempunyai penilaian kepada saya. Baru belakangan saya tahu dari pengantar buku yang diberikan kepada saya, ternyata waktu di akademi militer, beliau juga melihat saya sosok yang beda dengan yang lain. Tapi bukan dalam arti hebat saya, tapi umumnya dulu waktu di akademi, kebetulan saya waktu di akademik itu, saya masuk istilahnya ada Pokdojid (Kelompok Komando Masjid) yang mengurusi pembinaan rohani, ceramah-ceramah agama dan sebagainya.

Nah ketika itu, saya sebagai senior, umumnya senior satu tingkat di atas, kepada yuniornya itu lebih menonjolkan otoritas. Jadi bagaimana dia menghukum yuniornya sampai ampun-ampunlah, kira-kira begitu ya. Bahkan dengan tindakan fisik yang berlebihanlah. Beliau melihat saya adalah senior yang selalu memberikan motivasi, persuasi, dan memberikan dorongan-dorongan agar lebih sukses dalam akademik. Jadi itu rupanya, jadi saya juga menilai beliau dari berbagai aspek, tapi tanpa saya ekspresikan.

Begitu juga rupanya beliau juga mempunyai penilaian terhadap saya, tanpa diekspresikan. Baru setelah kita ketemu di medan pengabdian ini, muncul kesamaan panggilan tugas ini. Jadi itulah kira-kira. Kemudian singkat cerita, kita sama-sama di Bandung sebagai instruktur, guru militer. Saya komandan Secaba regular. Beliau waktu itu sebagai komandan pelatih bintara infanteri. Ketemu di sana, jadi banyak persamaan-persamaan itu. Singkat lagi, bertemu lagi di Cilangkap. Sempat beliau menjadi Asospol ABRI ketika itu, saya sempat menjadi Wasospol walaupun tidak terlalu lama. Kemudian saya menjadi Kasdam Jaya, beliau naik jadi Kasospol (Kaster). Kemudian waktu beliau jadi Kasospol, saya ditarik beliau untuk jadi wakilnya, jadi Asospol di Cilangkap.

Sebelum ditarik di Asospol, saya sebagai Kasdam Jaya, dulu pernah dua kali diminta beliau untuk mewakili beliau memberikan ceramah. Pertama, ceramah reformasi TNI/ABRI di Universitas Indonesia (UI) di Depok. Permintaan itu mendadak, dimana saya harus memberikan ceramah jam 10, saya diberitahu jam 8. Harusnya beliau yang memberikan ceramah. Tapi karena mendadak, beliau ada tugas dari penglima ABRI ketika itu, saya diminta tolong mewakili memberikan ceramah reformasi ABRI di UI tersebut. Ketika itu, saya sebetulnya wah mendadak sekali ya, karena waktunya sangat singkat. Tapi singkat cerita saya penuhilah, waktu itu bagaimana penolakan dari mahasiswa melihat ABRI itu dan sebagainya. Saya disambut dengan demo dan sebagainya.

Kemudian setelah saya memberikan ceramah, saya menyampaikan bagaimana konsep reformasi ABRI dan apa-apa saja yang sudah dilakukan ABRI. Beberapa hal-hal yang signifikan yang telah berubah setelah reformasi itu. Ketika itu saya menantang mahasiswa: Sekarang rekan-rekan mahasiswa, setelah reformasi itu, apa yang berubah yang kalian lakukan? Kalau ABRI sudah jelas, yang tadinya menduduki jabatan-jabatan sipil, kita sudah lepaskan. Tidak boleh lagi, kalau mau menjabat jabatan bupati, walikota, gubernur harus pensiun.

Kemudian kita tidak lagi melakukan, peran-peran kekaryaan, misalnya menduduki jabatan di perusahaan-perusahaan dan sebagainya, kita stop. Kita bubarkan Sospol, kekaryaan, jelas yang kita lakukan, kita tidak berpolitik praktis lagi. Kita tidak mau ikut-ikut parpol lagi, netralitas dalam pemilihan umum, nyata-nyata kita sampaikan kepada mereka (mahasiswa). Akhirnya, sambutan mahasiswa itu berbalik yang tadinya antipati menjadi simpati. Itulah, ketika saya laporkan kepada beliau (SBY), beliau mengapresiasi.

Yang kedua, ketika diminta beliau, mendadak juga mewakili beliau sebagai Kasospol untuk memberikan ceramah di HMI, padahal waktu itu saya masih berpangkat Brigjen dengan jabatan Kasdam Jaya. Waktu itu penolakan HMI begitu juga. Tapi setelah saya memberikan ceramah, akhirnya juga cair, berbalik dari penolakan menjadi dukungan yang sangat baik. Dan ketika saya laporkan kepada beliau, terkesan sekali. Sehingga ketika itu saya langsung diminta untuk menjadi Asospol. Ceritanya begitu.

Bagaimana agenda politiknya?

Oh, kita tidak akan bermain-main dengan politik. Kita betul-betul taat hukum, taat azas. Ini profesional.

Kemudian mengenai Partai Demokrat?

Jangan tanya partai. Tapi mungkin sebagai back mind, boleh….

Tapi kita melihat Pak Sudi akan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat?

Oh tidak. Saya anggota saja tidak, bagaimana jadi ketua.

Kan Pak Sudi ‘suhunya’ Partai Demokrat?

Anggota saja tidak!

(Selengkapnya baca Majalah Berita Indonesia Edisi 87, Maret 2013).

Penulis: Ch. Robin Simanullang | Bio TokohIndonesia.com

Data Singkat
Sudi Silalahi, Menteri Sekretaris Negara 2009-2014 / Terpercaya Jadi Ketum Demokrat | Ensiklopedi | Politisi, Jenderal, Partai, politik, demokrat

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here