Kemauan Jalan Menuju Sukses

Edi Subekti
 
0
167
Edi Subekti
Edi Subekti | Tokoh.ID

[DIREKTORI] Presiden Direktur PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) ini tidak memandang jabatan dan karier yang telah diraihnya sebagai ukuran sukses. Baginya sukses adalah saat dapat berbuat baik bagi orang lain. Sementara, jalan menuju sukses itu adalah kemauan memanfaatkan kesempatan. Pepatah mengatakan: Di mana ada kemauan di situ ada jalan.

Pria kelahiran Purbolinggo yang berpenampilan bersahaja ini, selalu berupaya mengejawantahkan prinsip ini dalam jejak langkah kehidupannya. Baginya, orang-orang yang sukses adalah orang-orang yang bisa memanfaatkan kesempatan. Orang yang punya kesempatan luas tapi tidak bisa memanfaatkannya, tentu tidak akan berhasil. Sukses itu bukan ditentukan oleh dukungan dan fasilitas yang dimiliki, melainkan dari kuatnya kemauan sendiri.

Kemauan belajar dan bekerja keras telah terpatri dalam diri pria yang gemar berolahraga ini sejak kecil. Ia menamatkan jenjang pendidikan dasar sampai dengan tingkat atas di Purbolinggo. Selepas lulus sekolah tingkat atas ia telah mandiri. Edi Subekti mengadu nasib ke kota metropolitan Jakarta. Di kota besar ini, ia hidup mandiri, mencari uang sekaligus melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Ia beruntung diterima bekerja sebagai pegawai pada biro tata usaha Departemen Keuangan pada tahun 1964. Satu tahun setelah itu, dia pindah ke BNI 46, untuk mencari penghasilan yang lebih tinggi. Penghasilan yang lebih tinggi itu tak membuatnya lalai bahkan makin mendorong kemauan kerasnya untuk meningkatkan kualitas diri. Ia pun mengikuti kuliah malam di FE-UI.

Selama tujuh tahun (1967-1974) ia menekuni kerja sambil kuliah. Pada kurun waktu ini pula ia menikah (1971). Sehingga ayah dari tiga orang anak ini, selain harus berkonsentrasi pada pekerjaan dan pelajaran, juga harus memperhatikan isteri, anak dan adik-adiknya yang membutuhkan bantuan materi. Bagi anak keempat dari 13 bersaudara ini hidup bukan untuk diri sendiri. “Saya sukses pun, kalau adik-adik saya tidak, nggak ada guna kan?” ujarnya.

Sampai menjadi seorang kakek, Edi selalu menjaga keseimbangan antara karier dan keluarganya. Buatnya, keluarga merupakan bagian hidupnya yang tidak bisa dipisahkan. Baginya, keberhasilan seseorang tidak akan pernah lepas dari dukungan keluarga. Tidak ada yang dinomorsatukan dan yang dinomorduakan antara keluarga dan karier. Buatnya, keluarga dan karier adalah dua hal yang jalan beriringan.

Selain meraih sukses, perjalanan hidupnya tentu juga melampaui berbagai tantangan dan beberapa kali harus berhadapan dengan kegagalan. “Kegagalan yang saya hadapi biasanya timbul dari lingkungan pekerjaan, artinya ekspektasi saya yang mungkin terlalu berlebihan. Selain menuntut kegigihan dan kepintaran, dunia kerja juga menuntut kemampuan untuk ‘memasarkan’ diri sendiri,” ujarnya.

Karier di dunia perbankan berhasil dititinya dengan baik. Dia seorang yang aktif mengantarkan BNI 46 menjadi perusahaan publik sebagai wakil ketua sub tim Initial Public Offering (IPO) pada tahun 1996. Keputtusannya memilih pindah kerja dari Departemen Keuangan ke perbankan dianggapnya sebuah hikmah. Sebab ketika itu banyak yang mengatakan bahwa Depkeu adalah departemen yang strategis.

Kebersahajaan tergambar juga dalam perjalanan karirnya. Dari dulu ia tidak pernah memiliki ambisi yang berlebihan. Ia hanya ingin memberikan yang terbaik bagi perusahaan. Namun kemauan dan kebersahajaan itu telah mengantarkannya berhasil meraih jabatan puncak sebagai Presdir Jasindo, sebuah perusahaan jasa asuransi yang cukup diperhitungkan keberadaannya.

Sejak pertengahan 1999, Edi ditunjuk untuk menempati posisi direktur keuangan di perusahaan asuransi BUMN yang tergolong besar. Sebuah kepercayaan yang senula tak pernah dibayangkan akan diperolehnya. Sebab dunianya adalah perbankan bukan asuransi. Sejak itu pula, dia sadar bahwa tantangan dunia asuransi, jauh lebih besar ketimbang dunia perbankan.

Advertisement

Menurutnya, rendahnya pengetahuan dan kesadaran berasuransi di masyarakat Indonesia, membuat para pelaku bisnis asuransi harus banting tulang untuk mengembangkan industri ini. Tanpa bermaksud mengecilkan tantangan yang dihadapi industri perbankan, ia mengakui, industri asuransi lebih berat dibandingkan perbankan.

Profesional yang telah berkiprah di dunia perbankan selama lebih dari 30 tahun ini mengatakan meski sama-sama menjual jasa, industri perbankan jauh lebih dikenal luas oleh masyarakat dibandingkan dengan produk asuransi. Bahkan bank ‘dikejar’ oleh para businessman untuk mendapatkan kredit. Tapi tidak demikian halnya dengan jasa asuransi.

Jika ditanyakan kepada para pelaku di dunia usaha, apakah mereka lebih butuh asuransi atau bank? Jawabannya pasti jelas memilih lebih butuh bank. Fungsi bank sebagai lembaga intermediari, bank bisa membantu penyelesaian transaksi, memberikan kredit dan bisa memberikan jasa pelayanan yang baik, sudah lebih tersosialisasi dengan baik.

Menjual jasa asuransi lebih sulit. Karena untuk mendapatkan proteksi asuransi, si pemegang polis harus membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi. Sementara, kurangnya kesadaran akan pentingnya proteksi, membuat orang enggan menggunakan jasa asuransi. Insurance minded pada dunia usaha Indonesia masih sangat minim. Sehingga pekerjaan untuk meyakinkan orang agar membeli jasa asuransi, sangat sulit.

Para pelaku bisnis asuransi harus melakukan sosialisasi dari fungsi dan kegunaan asuransi lebih optimal. Dengan demikian kesadaran masyarakat Indonesia berasuransi menjadi lebih tinggi.

Menurutnya, dari sisi awareness dunia usaha terhadap dunia asuransi dan perbankan, rasanya pelaku usaha juga lebih aware terhadap dunia perbankan daripada asuransi. Begitu pula dari sisi mekanisme usaha, dunia perbankan jauh lebih besar dalam perolehan margin, dibandingkan industri asuransi. Membesarkan industri asuransi yang seharusnya dilakukan lewat peningkatan perolehan premi, bukanlah pekerjaan gampang.

Namun baginya, itulah tantangan yang harus dijawab dengan kemauan keras untuk menuju sukses dalam dunia asuransi. Prinsip hidupnya untuk selalu berusaha memberikan yang terbaik, telah membuatnya optimis untuk meningkatkan kinerja Jasindo. “Meski dibesarkan di industri perbankan, saya juga harus mampu memberikan yang terbaik bagi industri asuransi dan perusahaan ini,” ujarnya optimis.

Ia bertekad mengantarkan Jasindo menjadi yang terbaik dan mampu melakukan kaderisasi dengan baik. Sesuai dengan visi yang tertuang dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP), ia juga bertekad menjadikan Jasindo masuk dalam peringkat 10 besar di ASEAN. Meskipun mimpi tersebut belum terwujud, dia yakin rencana tersebut akan jadi kenyataan dengan bantuan semua jajaran direksi dan karyawan Jasindo. Saat ini di lingkungan ASEAN Jasindo berada di urutan 16.

Untuk bisa merealisasikan rencana tersebut, berbagai usaha pun dilakukan. Sejak awal tahun 2000, Jasindo yang sebelumnya dikenal bisnis korporasinya, mulai terjun ke bisnis ritel. Bisnis ritel dinilai cukup menjanjikan dan memang diincar oleh cukup banyak perusahaan asuransi. Di samping pasarnya yang masih luas, underwriting result dari bisnis ritel ini juga dinilai cukup besar. Untuk itu, Jasindo harus mampu menciptakan produk-produk yang inovatif agar mampu bersaing dengan para pesaingnya. e-ti

Data Singkat
Edi Subekti, Presiden Direktur PT Jasindo / Kemauan Jalan Menuju Sukses | Direktori | bank, jasindo, bni, asuransi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini