Pandangannya Tajam Blak-Blakan
Umar S Bakry
[DIREKTORI] Di kalangan penggiat survei, nama pengamat politik dan Direktur Eksekutif LSN Umar S Bakry dikenal karena pandangannya yang tegas dan blak-blakan. Ia pernah mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi, menyebut lembaga survei tidak ada yang independen secara finansial, hingga mengkritik kinerja LIPI yang dianggapnya tidak maksimal.
Paralel dengan perkembangan demokrasi di Indonesia, lembaga survei tumbuh subur di Tanah Air. Lembaga Survei Nasional (LSN) merupakan satu di antara puluhan lembaga survei yang lahir pasca reformasi. LSN didirikan pada 17 Juli 2006 di Jakarta atas prakarsa sejumlah peneliti senior yang dimotori oleh Dr. Umar S. Bakry MA dan bertujuan untuk turut memperkaya demokrasi di Indonesia. Melalui aktivitas survei, LSN ikut berperan dalam proses artikulasi opini publik atas berbagai isu yang berhubungan dengan masalah publik. Sejak awal berdirinya, lembaga ini telah menyelenggarakan puluhan riset (survei) dan jasa konsultasi, baik yang berskala nasional maupun lokal. Hasil survei LSN ini rata-rata cukup akurat.
Sekadar contoh, keakuratan hasil riset LSN ini ditunjukkan dari hasil quick count pada Pemilu Legislatif tahun 2009 lalu. Saat itu, hasil akhir penghitungan KPU tidak jauh berbeda dari hasil sementara yang diprediksi LSN. Partai Demokrat misalnya, menurut prediksi LSN akan meraih 20,22%, sementara hasil akhir perhitungan KPU menunjukkan raihan 20,85%. Sedangkan Partai Golkar diprediksi meraih 14,79%, dan hasil akhirnya menunjukkan angka 14,45%. Demikian selanjutnya hingga Partai Hanura yang diprediksi 3,43% dan hasil akhirnya terbukti meraih suara 3,77%.
Beberapa hasil riset LSN lainnya yang dianggap cukup berhasil antara lain, survei Pilkada Provinsi Jawa Barat 2008, Konsultasi politik salah seorang kandidat Gubernur Jawa Barat 2008-2013, Prasurvei dan konsultasi tentang Awak Kabin Garuda Indonesia, Quick-Count Pilkada DKI Jakarta 2007, Quick Count Pilkada Jabar 2008, dan survei Pilkada Kabupaten Bekasi 2007.
Keberhasilan LSN ini tentu tidak luput dari sosok pemimpin yang ada di belakangnya, yakni Dr. Umar S. Bakry MA yang menjabat sebagai Direktur Eksektif. Pengalaman Umar yang sudah lama berkecimpung dalam dunia riset menjadi modalnya dalam memimpin LSN. Sejak 1989, pria kelahiran 7 April 1962 ini sudah menjadi peneliti di Lembaga Penelitian Universitas Jayabaya. Di lembaga itu, ia sempat menjadi ketua selama dua periode. Ia juga pernah menjadi peneliti di Pusat Studi Demokrasi (PSD) bentukan Denny J.A.
Di lingkungan penggiat survei, nama Umar S. Bakry cukup dikenal karena pendiriannya yang tegas. Tatkala perhitungan cepat atau quick count sempat dilarang pada Pemilu 2009 lalu, ia dari Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) bersama Direktur Lingkaran Survei Indonesia Denny Januar Ali merupakan tokoh yang mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Dalam permohonan tersebut, ia dan Denny meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan pasal 245 ayat 2, ayat 3, dan ayat 5, pasal 282, dan pasal 307 Undang-Undang Pemilu Nomor 10 Tahun 2008 karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Pasal-pasal tersebut mengatur, bahwa pengumuman hasil jajak pendapat tidak boleh dilakukan pada masa tenang pemilu serta pengumuman hasil penghitungan cepat hanya boleh dilakukan pada hari berikutnya setelah pemungutan suara.
Permohononan mereka akhirnya dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Ketika itu, MK memutuskan quick count hasil pemilu bisa dilakukan dan diumumkan pada hari yang sama dengan hari pemungutan suara. MK berpendapat, hitung cepat tidak mengganggu hak konstitusional siapa pun.
Pengalaman Umar yang sudah lama berkecimpung dalam dunia riset menjadi modalnya dalam memimpin LSN. Sejak 1989, pria kelahiran 7 April 1962 ini sudah menjadi peneliti di Lembaga Penelitian Universitas Jayabaya. Di lembaga itu, ia sempat menjadi ketua selama dua periode. Ia juga pernah menjadi peneliti di Pusat Studi Demokrasi (PSD) bentukan Denny J.A.
Umar yang sebelumnya pernah menjadi wartawan (Koordinator Reportase) di Majalah Warta Ekonomi ini, juga sempat mendapat protes karena pernyataannya dianggap membuka aib lembaga profesinya.
Dalam sebuah forum Diskusi Terbatas Ilmu Komunikasi di Universitas Paramadina pada Selasa (16/6/2009), Umar mengatakan bahwa dirinya meyakini lembaga survei di Indonesia tidak ada yang independen. Tidak independennya lembaga survei secara finansial, menurut Umar karena faktor biaya yang tidak murah saat melakukan survei. “Tidak ada yang independen gunakan dana sendiri, karena dana untuk survei bisa hampir 1 miliar lebih,” ungkapnya. Meskipun ada pihak tertentu yang membiayai survei, sarjana FISIP dari Universitas Padjadjaran Bandung ini tetap meyakini, untuk hasil dan akurasi survei dan quick count masih kredibel bisa dipertanggungjawabkan.
Karena tidak terima dengan penilaian Umar itu, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) Husin Yazid sempat hendak mensomasi Umar S Bakri jika Umar tidak melakukan klarifikasi atas pernyataannya itu. Menurut Yazid, sangat tidak etis jika lembaga survei saling membuka isi dapurnya di depan publik. “Soal independen atau tidak, biar publik yang menilai. Jangan membuka aib di depan umum. Kalau memang lembaganya menerima bantuan, jangan katakan lembaga lain juga melakukan hal yang sama,” pungkas Yazid.
Pernyataan Umar tersebut juga dimuat dalam situs detik.com dengan judul 6 Lembaga Survei Tidak Independen, Selasa 16 Juni 2009. Keesokan harinya, 17 Juni 2009, lewat media yang sama, Umar memberikan klarifikasi soal pernyataannya tersebut lewat surat elektronik.
Dalam surat tersebut, Umar mengakui bahwa tidak ada kesalahan pengutipan atas penulisan berita yang dimaksud. Hanya saja karena tidak seluruh argumentasinya dalam diskusi disampaikan secara utuh dan kontekstual (tentu karena pertimbangan space) maka bisa timbul persepsi yang bermacam-macam terhadap berita tersebut. Salah satu persepsi atau kesalahpahaman datang dari Direktur Puskaptis, Husin Yazid, sebagaimana dimuat pada detik.com pada hari yang sama dengan judul: Tuding Lembaga Survei Tidak Independen, Puskaptis Akan Somasi Direktur LSN.
Umar menjelaskan, terjadi serangan yang bertubi-tubi terhadap lembaga-lembaga survei dalam diskusi terbatas di Paramadina hari itu. Salah satunya, mereka menuduh lembaga-lembaga survei tidak ada yang independen dalam pelaksanaan quick count pada Pemilu Legislatif 9 April 2009.
“Atas tuduhan tersebut, saya sebagai perwakilan lembaga survei secara garis besar menjawab: Memang harus diakui bahwa secara finansial tidak ada lembaga survei yang independen, mengingat biaya pelaksanaan survei dan khususnya quick count sangat besar, dan seterusnya,” papar Umar.
Akan tetapi, meskipun masing-masing lembaga survei tidak independen secara finansial (ada yang membiayai pada saat quick count), toh hasilnya tetap kredibel dan obyektif. Terbukti enam lembaga survei yang melakukan quick count (LSN, LSI Denny JA, LSI Saiful, Cirus, LP3ES dan Puskaptis) menempatkan Partai Demokrat sebagai pemenang. Dengan kata lain, ketidakindependenan lembaga survei secara financial ternyata tidak mempengaruhi independensi dan kredibilitas hasil quick count yang mereka kerjakan.
Dengan demikian, ia mengatakan, pernyataan yang dikutip detik.com sebenarnya justru merupakan pembelaan terhadap lembaga-lembaga survei yang sedang diserang habis-habisan oleh berbagai pihak. Apa yang dikemukakannya mengenai belum independennya lembaga survei dilihat dari segi finansial ternyata juga diperkuat oleh pernyataan Ketua Umum Persepi Andrinof Chaniago yang dimuat di detik.com, Rabu 17 Juni 2009 dengan judul: Secara Finansial Tak Ada Lembaga Survei Yang Independen.
Oleh karena itu, Umar cukup heran jika kemudian Direktur Puskaptis justru malah merasa dirugikan. Seharusnya Direktur Puskaptis justru berterima kasih kepadanya karena telah menjelaskan obyektivitas lembaga survei di tengah serangan-serangan yang muncul.
“Seandainya, Puskaptis ternyata dalam melaksanakan survei dan quick count selama ini tidak bergantung dana dari pihak luar alias selalu membiayai sendiri, saya kira itu perkembangan yang patut disambut gembira. Mudah-mudahan di masa yang akan datang, lembaga-lembaga survei lain dapat meniru cara Puskaptis membiayai survei dari dana sendiri,” pungkasnya.
Dalam lain hal dan kesempatan, Sekjen Asosiasi Riset Opini Publik (AROPI) ini juga pernah mengkritik kinerja LIPI yang dianggapnya tidak maksimal padahal dari sisi SDM cukup bagus. “Para peneliti LIPI sulit melakukan terobosan yang inovatif karena mereka terjerat oleh rambu-rambu lingkungannya sendiri,” kata Umar kepada pers. Menurutnya, para peneliti yang ada di LIPI berada dalam habitat yang kurang tepat. Tapi, ketika mereka keluar dari habitat itu, kualitasnya kelihatan dan nyaring.
Dikatakannya, lembaga yang ada di bawah AROPI maupun LIPI sama-sama bergerak dalam bidang ilmu pengetahuan. Perbedaannya, kalau LIPI di-backup pemerintah, sedangkan lembaga yang ada di bawah AROPI bersifat profesional. Jadi sebagai lembaga yang di-backup pemerintah, LIPI harusnya bisa menguntungkan pemerintah, minimal sebagai second opinion. Karena itu, LIPI menurutnya harus kreatif, inovatif dan independen.
Selain aktif di lembaga survei, pria yang sedang mengikuti program doktor (Ph.D) di University Sains Malaysia (USM) Penang, ini juga suka menulis hal-hal yang berkaitan dengan politik dan hubungan internasional. Di samping menulis beberapa buku, tidak kurang dari 1.000 tulisannya telah dimuat berbagai media. eti | ms-muli-mlp