Anita Moran dan Dunia Remaja

[WIKI-TOKOH] Majalah remaja boleh saja dianggap isinya sekadar hura-hura, ecek-ecek, dan tidak sepenting majalah orang dewasa. Namun, bagi Anita Moran, remaja pun butuh informasi yang akurat dan berkualitas. Jadi, majalah remaja juga tak boleh dibikin sembarangan.
Masalahnya, lanjut Anita (27), banyak majalah remaja terutama untuk remaja putri yang terbit di Indonesia tidak memberikan sesuatu yang dibutuhkan remaja itu sendiri. Majalah remaja di Indonesia sudah banyak, tetapi sebagian besar kurang real . Isinya tidak cocok lagi dengan dunia anak muda saat ini, kata Anita, yang mengaku sejak kecil sudah jadi magazine freak ini.
Anita memberi contoh tips yang sering diberikan di majalah-majalah tersebut, seperti tips berpakaian atau berdandan, sudah tidak cocok lagi dengan tren terbaru. Kelihatan kalau yang nulis tips -nya sudah tua, tidak mengikuti perkembangan anak muda, tandas Anita di kantornya di bilangan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, hari Selasa (27/10) pagi.
Kegelisahan Anita terhadap isi majalah remaja ini ternyata dirasakan juga oleh kakaknya, Nina (30), dan adiknya, Githa (22). Berangkat dari ketidakpuasan mereka sebagai konsumen inilah, tiga bersaudara ini justru melihat celah usaha yang belum digarap.
Dengan modal tekad dan idealisme, Nina, Anita, dan Githa menerbitkan majalah remaja putri versi mereka sendiri. Majalah bulanan yang diberi nama Gogirl! itu terbit perdana Februari 2005. Banyak yang mengira Gogirl! itu majalah franchise dari luar negeri. Padahal itu majalah asli Indonesia, tutur alumnus Jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Trisakti, Jakarta, ini.
Lebih realistis
Mereka pun membagi tugas. Nina, yang bergelar sarjana administrasi bisnis, menjadi Direktur Bisnis yang mengurusi segala tetek bengek dari mencari iklan sampai perkara distribusi. Githa, si bungsu yang paling ngerti soal mode, ditunjuk sebagai Fashion Editor . Aku sendiri jadi Creative Director dan Editor in Chief karena latar belakang pendidikan desain dan punya sense membaca tren, ungkap Anita, yang mengaku tidak punya latar belakang ilmu tulis-menulis atau jurnalistik itu.
Konsep yang diusung Gogirl! adalah memberi sesuatu yang lebih dekat dengan keseharian segmen pasar mereka, yakni remaja putri kota besar berusia 15-23 tahun. Mereka memilih semboyan atau tagline Magazine For Real.
Karena Gogirl! ingin menjadi majalah yang lebih real . Menciptakan feature-feature dan tips yang lebih realistis dengan kehidupan sehari-hari, halaman-halaman fashion yang lebih wearable , menggunakan bahasa yang tidak terlalu baku, dan dikemas dalam ukuran yang lebih praktis, tulis Anita dalam pengantar di situs resmi www.gogirlmagz.com.
Sebuah ruangan di lantai dasar rumah mereka di kawasan Cidodol, Jakarta Selatan, dijadikan kantor. Karyawan, termasuk reporter dan fotografer, mereka rekrut untuk mempersiapkan edisi perdana. Seorang konsultan sirkulasi majalah pun mereka sewa untuk membuka jalur distribusi ke agen-agen majalah di seluruh Indonesia. Pertama kali terbit, kami mencetak 12.000 eksemplar dan hanya kembali kurang dari 20 persen, kenang Anita.
Kini, tiras Gogirl! diklaim telah mencapai 120.000 eksemplar. Kantor mereka pun sudah pindah ke sebuah ruko berlantai tiga yang dilengkapi dengan studio pemotretan sendiri. Dua tahun terakhir ini, pendapatan dari bisnis majalah ini sudah bisa untuk hidup dan menghidupi 30-an karyawan, tutur Anita, yang memimpin redaksi beranggotakan lima reporter, dua fotografer, dan tiga editor itu.
Tidak gaul
Meski bertanggung jawab terhadap isi sebuah majalah remaja, yang berisi hal-hal gaul , seperti tren mode, musik, kuliner, gaya hidup remaja, hingga berita-berita aktual terkini, Anita sendiri mengaku dia bukan orang yang sangat gaul . Paling gaul itu adikku, Githa. Dia yang selalu memberi perkembangan terbaru tren. Kalau aku lebih banyak membaca referensi, ujar gadis berdarah India-Sunda ini.
Beberapa majalah remaja dari luar negeri menjadi referensi tetap Anita. Ia menambahkan, Gogirl! berada di segmen pasar yang sama dengan majalah-majalah luar negeri yang telah diwaralabakan di dalam negeri. Itu sebabnya, kami selalu memakai model atau selebriti dari luar sebagai cover , ujarnya.
Meski demikian, Anita mengaku menerapkan semacam filter untuk menyaring isi majalah-majalah luar negeri itu. Tidak semua tren yang terjadi di luar bisa masuk ke Indonesia, katanya.
Dari sisi tips, Anita bahkan berambisi memberikan sesuatu yang sifatnya melawan atau kebalikan dari tips yang diberikan majalah lain. Dalam isu orangtua yang protektif terhadap anak, misalnya, majalah lain selalu memberikan tips yang standar, seperti kita harus menerima karena itu demi kebaikan kita sendiri dan sebagainya. Di Gogirl! itu kami balik. Kami kasih tips agar remaja bertindak dulu sebelum orangtua terlalu ikut campur masalah kita, misalnya dengan menelepon mereka dulu memberitahukan posisi kita sebelum mereka bertanya, papar Anita.
Akan tetapi, tak dapat dielakkan, usia yang makin bertambah juga makin menjauhkan Anita dari dunia anak muda itu. Anita mengaku, saat ini pun dia sudah tidak mengerti beberapa istilah yang digunakan anak muda. Ada istilah alay yang awalnya aku tidak ngerti . Setelah tanya sana-sini, ternyata alay itu singkatan dari anak layangan, sebutan buat anak-anak muda yang suka datang ke acara-acara musik live di TV, katanya.
Anita menyadari, suatu saat nanti dia pasti tidak cocok lagi menjadi pemimpin redaksi sebuah majalah remaja. Kalau aku sudah tambah tua, ya, tidak ada jalan lain kecuali harus regenerasi. Itu yang susah, tuturnya. e-ti
Sumber: Kompas, 1 November 2009 | Penulis: Dahono Fitrianto