Kamus Hidup Kembar Siam

[ Agus Harianto ]
 
0
376
Agus Harianto
Agus Harianto | Tokoh.ID

[WIKI-TOKOH] Sejak SMA Agus Harianto sudah bercita-cita jadi dokter. Pria kelahiran Madiun, Jawa Timur, 11 Agustus 1950 ini merupakan dokter spesialis untuk menangani bayi kembar siam di Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo. Di tangannya, sejak ia masih mahasiswa kedokteran hingga menjadi dokter, ia telah menangani puluhan bayi kembar siam untuk di selamatkan. Memiliki banyak pengalaman, ia menjadi semacam kamus hidup dalam setiap penanganan bayi kembar siam di rumah sakit tersebut. 

Penanganan bayi kembar siam di Rumah Sakit Umum Dr Soetomo, Surabaya, Jawa Timur, hampir tak bisa dilepaskan dari dokter Agus Harianto. Sejak bayi kembar siam pertama dioperasi di rumah sakit itu pada 1975, Agus hanya dua kali absen. “Saya tidak ikut penanganan dua bayi kembar siam karena belum berkualifikasi,” katanya.

Bayi kembar siam pertama dioperasi saat Agus masih menempuh pendidikan kedokteran umum di Universitas Airlangga (Unair). Bayi kembar siam kedua dioperasi ketika dia tengah menyelesaikan pendidikan dokter spesialis anak di Unair.

“Setelah resmi spesialis anak, saya selalu terlibat. Saya usahakan mengikuti setiap detik penanganan para bayi kembar siam,” ujarnya.

Sampai kini dia ikut dalam penanganan 36 bayi kembar siam. Bahkan secara tak resmi, Agus memimpin penanganan 34 bayi kembar siam itu. Dia termasuk salah satu dokter senior yang rutin mengikuti penanganan bayi kembar siam di RSU Dr Soetomo.

Hal itu membuat dia menjadi semacam kamus hidup penanganan bayi kembar siam di rumah sakit tersebut. Hampir semua informasi terkait bayi kembar siam RSU Dr Soetomo, bisa ditanyakan kepada dia. Syaratnya, peminta informasi betah dengan penjelasan lengkap yang dia berikan.

“Ini mungkin karena kebiasaan saya mengikuti perkembangan dan menyampaikannya kepada pihak berkepentingan. Mungkin juga karena saya dosen, jadi terbiasa menjelaskan secara lengkap agar tidak salah dipahami,” ujarnya.

Tak heran bila ia dipercaya menjadi Koordinator Pusat Layanan Kembar Siam RSU Dr Soetomo. Jabatan itu membuat dia memimpin 100 dokter dari berbagai bidang untuk penanganan bayi kembar siam di rumah sakit tersebut.

Surat keputusan untuk itu secara resmi dia terima pada 26 Juni 2009. Hari itu Agus dan tim juga merayakan ulang tahun pertama Janeeta-Janeetra yang dioperasi tepat pada Hari Anak Nasional, 23 Juli 2009.

“Saya mencintai dan bahagia dengan pekerjaan ini,” ujarnya.

Advertisement

Faktor pendorong

Kebahagiaan bukan perkara mudah bisa didapatkan dari pekerjaan. Lazimnya seorang dokter, tujuan utama Agus adalah penyelamatan pasien. Meski menyelamatkan bayi kembar siam bukan perkara mudah. Sebagian dari mereka tak dilahirkan dengan organ tubuh sempurna. Dengan kondisi itu, ancaman kematian bisa datang setiap saat.

Seperti pada M Noval-M Faras. Bayi kembar siam asal Nusa Tenggara Barat ini terus memburuk kondisinya sejak akhir Juni 2009. Kondisi lebih buruk menimpa M Faras.

“Waktu kami jemput bayi Faras termasuk stabil. Kami justru khawatir dengan bayi Noval yang ada kelainan pada jantung dan paru-paru,” ujar Agus.

Namun, Kamis (25/6), justru Faras yang membiru, kekurangan oksigen. Kondisinya makin memburuk pada Rabu (1/7/2009).

“Sejak masuk di sini kami siapkan kemungkinan operasi pemisahan setiap saat. Tetapi, kami harus pastikan mereka siap untuk dioperasi,” katanya.

Sayang, sampai akhir pekan lalu kondisi Noval-Faras belum layak naik meja operasi. Berat badan mereka amat kurang.

“Kami tak yakin mereka bisa melewati operasi yang akan berlangsung sedikitnya 12 jam. Operasi kami tunda, Noval-Faras diberi penanganan lain,” ujar Agus.

Namun, sebelum sempat menjalani operasi, bayi kembar itu meninggal pada Rabu (22/7/2009) dini hari akibat gagal jantung dan radang paru yang meluas.

Ada dua hal yang mendorong Agus mendalami kembar siam. Ia merasa sejak lahir ditakdirkan menangani bayi kembar siam. “Nama saya berasal dari kata pagus. Dalam bahasa Yunani, pagus artinya menyatu. Jadi, nama saya sudah cocok dengan bayi kembar siam yang menyatu.”

Dorongan kedua, sang istri yang pernah keguguran. Sebagai dokter, peristiwa itu pukulan sekaligus cambuk baginya untuk mendalami kedokteran anak. Lebih spesifik lagi, persoalan kembar siam.

“Sejak SMA, saya sudah ingin jadi dokter,” ujarnya.

Karena merasa takdir dan menikmati pekerjaannya, Agus berusaha paripurna dalam penanganan bayi kembar siam. Penanganan harus sejak dijemput sampai diantar kembali.

“Kalau, katakanlah, kondisi terburuknya bayi meninggal, kami harus mengantar jenazah sampai ke kampung halamannya atau tempat bayi kembar itu dilahirkan. Kami usahakan proaktif menjemput karena bayi kembar siam butuh penanganan khusus,” tuturnya.

Penanganan mahal

Penanganan bayi kembar siam tak hanya sulit, tetapi juga mahal. Agus mencatat, setiap penanganan butuh setidaknya Rp 500 juta. Dana sebesar itu hanya untuk peralatan dan obat-obatan.

“Semua biaya diambil dari alokasi dana untuk masyarakat miskin. Kalau tak ada bantuan, mungkin dana kesehatan masyarakat miskin akan habis untuk beberapa kali operasi,” tuturnya.

Oleh karena itu, Agus kerap tak hanya menangani faktor medis pada bayi kembar siam. Namun, dia juga harus membujuk orangtua si bayi agar kondisi anaknya dapat dipublikasikan. Memang tak mudah melakukan hal ini sebab sebagian orangtua menganggap kondisi bayinya harus disembunyikan.

“Kami meminta kerelaan dan pengertian mereka. Dari publikasi itu, banyak orang akan tahu dan diharapkan bersedia menjadi donatur,” katanya.

Untuk melakukan tugasnya, Agus mengedepankan keterbukaan informasi, baik kepada orangtua maupun publik. Keterbukaan itu penting agar orangtua dan publik dapat memahami persoalan kembar siam.

Selain itu, menurut Agus, dokter merupakan profesi yang penuh risiko. Dengan keterbukaan, pihak-pihak terkait bisa menerima risiko tersebut.

“Kami selalu berusaha menyelamatkan bayi kembar siam. Tetapi, tidak lupa kami jelaskan ada risiko dalam upaya itu. Orangtua dan keluarga bisa mengerti setelah semuanya dijelaskan,” tuturnya.

Manfaat keterbukaan pada publik dia rasakan antara lain dalam penanganan Janeeta-Janeetra. Saat itu tim dokter memutuskan bayi kembar dempet perut dan dada tersebut diberi penambah jaringan atau tissue expander.

“Waktu membeli dari Singapura, tissue expander tertahan di Cengkareng (Bandara Soekarno-Hatta),” ungkapnya.

Tim dokter menghubungi wartawan dan beberapa pemangku kepentingan. Publikasi meluas atas pencekalan itu pada akhirnya berbuah manis. “Tissue expander bisa dikirim ke RSU dr Soetomo dan dapat kami gunakan sesuai dengan jadwal,” cerita Agus.

Penggunaan penambah jaringan itu hanya salah satu dampak kemajuan teknologi penanganan bayi kembar siam. Kemajuan tersebut memperkecil risiko penanganan.

Dia merasa bahagia apabila penanganan pada bayi kembar siam berjalan sukses. “Saya ingin mengumpulkan kebahagiaan yang bisa dinikmati sampai akhir hayat,” ujarnya. e-ti | red

Sumber: Kompas, Sabtu, 25 Juli 2009 dengan judul” Agus Harianto, Kamus Hidup Kembar Siam” | Kris Razianto Mada

Data Singkat
Agus Harianto, Kepala Divisi Neotologi RSU Dr Soetomo, Surabaya / Kamus Hidup Kembar Siam | Wiki-tokoh |

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here