Perunggu Olimpiade Beijing
Eko Yuli Irawan
[WIKI-TOKOH] Atlet angkat besi Indonesia, ini meraih medali perunggu Olimpiade Beijing 2008 (10/8/2008) di kelas 56 kg dengan total angkatan 288 kg. Dia atlet pertama Indonesia yang meraih medali di ajang Olimpiade Beijing 2008. Sang Juara kelahiran Lampung, 24 Juli 1989, ini telah meraih beberapa medali di ajang nasional dan internasional.
Di kejuaraan nasional, Si Penggembala Kambing ini meraih medali emas PON VXII di Kaltim, 2008. Di ajang internasional pada 2007 juga meraih medali emas sekaligus sebagai lifter terbaik kejuaraan dunia yunior di Praha, Republik Ceko. Juga meraih medali perak kejuaraan Asia di Kanazawa, Jepang, di kelas 62 Kg; Medali emas Sea Games di Thailand, 2007; Meraih dua buah medali perunggu kejuaraan dunia 2007 di Chiang Mai, Thailand, di kelas 56 Kg; Peringkat 8 kejuaraan dunia tahun 2006 di Santo Domingo, Republik Dominika, kelas 56 Kg. dengan total angkatan 266 Kg.
Atlet angkat besi (lifter) yang mengandalkan otot ini lahir dan dibesarkan di keluarga miskin. Ayahnya, Saman, seorang pengayuh becak, cah angon, sedangkan ibunya, Wastiah, berjualan sayur. Prestasi Eko yang gemilang di arena angkat besi telah mengubah keadaan ekonomi keluarganya. Dia telah meraih bonus ratusan juta rupiah. Dia antara lain telah membangun rumah baru, membeli tanah dan sawah untuk ayahnya, sehingga tak perlu lagi mengayuh becak. Ayahnya, Saman, sudah bertani, tidak lagi mengayuh becak. Sedangkan ibundanya, Wastiah, sudah berjualan sayur di kios yang sederhana, tidak lagi hanya di lapak.
Eko sendiri sebelumnya tak pernah bercita-cita jadi atlet angkat besi. Ia malah pernah bercita-cita jadi pemain sepak bola. Ia mau ikut sekolah sepak bola (SSB), tetapi tidak jadi karena harus bayar. “Sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) sekolah saja sering nunggak lama, kok ini malah mau ikut SSB yang harus membayar,” kenangnya kepada pers, sambil tertawa, Senin (11/8) di halaman Beijing University of Aeronautics & Astronautics, Beijing, China.
Kiprahnya di cabang lifter ini bermula tahun 2000, tidak sengaja datang ke sasana latihan angkat besi asuhan Yon Haryono di Metro, Lampung. Kala itu ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Selepas sekolah pagi, sorenya menggembalakan kambing (milik orang lain), sambil bermain bersama teman-temannya. Suatu hari, ia bersama teman sepermainannya, ia iseng masuk ke dalam sasana untuk melihat dari dekat orang berlatih mengangkat barbel. Mereka pun diusir keluar.
Setelah itu, rasa ingin tahu membuatnya makin ingin sering melihat orang berlatih angkat besi. Sampai akhirnya, awal 2001, Eko bersama teman-temannya memberanikan diri ikut latihan angkat besi di sasana tersebut. Mulai dari latihan memakai kayu untuk belajar teknik. Setelah menguasai teknik, barulah dilatih memakai barbel yang berat.
Mulailah terasa latihannya sangat berat. Teman-temannya mulai satu per satu tidak datang lagi. Eko sendiri pun terkadang berniat untuk tidak datang. “Akibat latihannya berat banget, waktu itu saya juga berpikiran datang, enggak, datang, enggak,” kenang Eko, kepada pers.
Tapi Eko akhirnya membulatkan tekad untuk bisa menjadi lifter andal. Dia makin giat latihan. Setiap pulang sekolah (pagi), sore hari berlatih angkat besi. Ia pun mohon izin pada orang tuanya untuk tidak menggembala kambing lagi. Semangatnya berlatih semakin tinggi, tatkala mulai mendapat honor Rp 7.000 per minggu. Honor itu, sangat berarti bagi diri dan keluarganya.
Dengan kegigihannya berlatih, dalam waktu kurang dari satu tahun, Eko sudah mengikuti Kejuaraan Nasional Remaja di Indramayu, Jawa Barat. Hasilnya mengejutkan, Eko meraih emas. Kala itu, keluguannya menyembulkan tanya tanya di benaknya: “Orang bilang bahwa meraih emas bisa dapat uang. Lho, ini kok hanya dapat medali emas?”
Tapi suntikan semangat dari pelatih membuatnya berpikir lebih jauh ke depan. Ia pun ingin ikut tim nasional ke SEA Games 2005. Tapi, Eko gagal lolos seleksi nasional. Dua tahun kemudian, Eko berhasil mewujudkan mimpinya berlaga di SEA Games 2007 bahkan meraih medali emas.
Pikiran Eko pun makin terkonsentrasi untuk meraih juara di berbagai ajang kejuaraan. Ia ingin menyebar keharuman nama bangsanya sebagai Sang Juara. Ia giat dan rajin mengikuti jadwal ketat pemusatan latihan nasional jauh dari keluarga di Lampung. Eko rutin berlatih setiap pagi dan sore.
Rasa tanggung jawab dan kerja kerasnya membuahkan hasil gemilang yang mengharumkan nama bangsa. Dia meraih perunggu pada Olimpiade Beijing 2008. Medali pertama buat Indonesia. Ia memang sudah diperkirakan bakal meraih medali. Ia berangkat ke Beijing bersama empat lifter Indonesia lainnya: Triyatno, Edi Kurniawan, Sandow Waldemar Nasution, serta lifter putri Raema Lisa Rumbewas. Triyatno, juga menyusul meraih perunggu Olimpiade Beijing, kelas 62 kg. Sebelumnya, tim angkat besi Indonesia pernah memperoleh dua medali perak lewat angkatan lifter putri Raema Lisa Rumbewas (Olimpiade 2000 dan 2004).
Eko berhasil dengan total angkatan 288 kilogram, memecahkan rekor dunia yunior kelas 56 kilogram. Namun, tak sampai satu jam bertahan rekor Eko dipecahkan lagi oleh lifter China, Long Qingguan, yang meraih emas (total angkatan 292 kilogram).
Bagi Eko, Olimpiade Beijing 2008, merupakan penampilan terakhirnya di kelas 56 kilogram. Sebab, ia ingin naik ke kelas 62 kilogram. Ia yakin, dengan naik kelas, akan mampu meraih prestasi lebih baik.
Selain menekuni olah raga angkat besi, Eko juga memikirkan masa depan selepas menamatkan SMA nanti. Ingin kuliah, tapi rasanya tidak punya waktu karena waktunya sudah habis untuk berlatih. Ia pun bercita-cita memiliki toko. ti | tsl