
[OPINI] – Oleh Dr. Ir. Arif Budimanta, MSc | Apabila kita berbicara mengenai pembangunan berkelanjutan (sustainable development), maka kepedulian utamanya adalah menjawab tantangan tentang pemerataan pemenuhan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa mendatang.
Dengan kata lain, pembangunan berkelanjutan tidak hanya diartikan semata sebagai pembangunan yang mencoba mempertemukan kebutuhan dimasa kini tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang untuk dapat memenuhi kebutuhannya, tetapi juga harus dimaknai sebagai suatu pendekatan holistic, komprehensif, dan integratif.
Seperti kita ketahui, paradigma pembangunan berkelanjutan ini adalah gagasan mutakhir dalam melihat pembangunan berdasarkan hasil kesepakatan para pemimpin dunia dalam Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro, Brazilia tahun 1972. Sebelumya, pembangunan lebih diukur dari pertumbuhan ekonomi (economic growth) yang telah dan sedang dilaksanakan.
Berkaitan dengan hal tersebut, ada satu strategi yang dapat dikembangkan untuk mencapai ciri keberlanjutan dari sebuah pembangunan, yaitu memaksimalkan peran pemimpin-pemimpin. Pemimpin dalam konteks ini bukan hanya pemimpin yang berasal dari kalangan birokrasi, politisi maupun kelompok-kelompok swadaya masyarakat, tetapi pemimpin dalam konteks individu yang memiliki kapasitas untuk mengarahkan dan mendorong perubahan paradigma pembangunan.
Memaksimalkan peran pemimpin dalam pengelolaan pembangunan keberlanjutan di Indonesia sangat penting. Mengapa peran pemimpin menjadi sangat penting?. Jawabanya dapat dilihat secara jelas apabila kita berefleksi pada sejarah panjang budaya masyarakat Indonesia. Pemimpin adalah tokoh kunci yang dominan dan paling signifikan dalam mengakselerasi perubahan sosial.
Kepemimpinan didasarkan pada otoritas spiritual dan kekuasaan administratif. Oleh para pemimpin, dua hal tersebut dikombinasikan dan saling disesuaikan melalui berbagai cara di dalam upaya mereka mendapatkan kekuasaan. Namun demikian, salah satu faktor tambahan yang penting bagi seseorang yang ingin menjadi pemimpin adalah dukungan dari negara.
Kepemimpinan dalam konteks pembangunan berkelanjutan adalah menggunakan karakter kepemimpinan yang menggunakan pendekatan holistik dan integratif dalam implementasinya. Pembangunan berkelanjutan di sini sangat mengutamakan keterkaitan antara manusia dan alam dalam perspektif jangka panjang. Sedangkan hingga saat ini kerangka jangka pendeklah yang mendominasi pemikiran para pengambil keputusan ekonomi.
Kepemimpinan dalam konteks pembangunan berkelanjutan adalah menggunakan karakter kepemimpinan yang menggunakan pendekatan holistik dan integratif dalam implementasinya. Pembangunan berkelanjutan di sini sangat mengutamakan keterkaitan antara manusia dan alam dalam perspektif jangka panjang. Sedangkan hingga saat ini kerangka jangka pendeklah yang mendominasi pemikiran para pengambil keputusan ekonomi.
Karakter Kepemimpinan di Indonesia
Kontak-kontak kerja yang lebih banyak di luar, menyebabkan kebutuhan para pemimpin untuk memiliki akses terhadap pengetahuan semakin meningkat. Pengetahuan ini diperlukan sebagai dasar yang penting untuk para pemimpin lokal dapat melangkah maju.
Untuk mendapatkan kualitas-kualitas yang diperlukan agar menjadi seorang pemimpin, langkah pertama yang harus diambil seseorang adalah membangun nama baik, sesuatu yang berkait erat dengan kredibilitas. Nama baik ini harus dibangun dengan memberikan jasa-jasa terbaik kita, yakni kemampuan seseorang memberi pelayanan kepada masyarakat melalui perbuatan tertentu, pemberian-pemberian, dan kemampuanya.
Apabila kita berbicara tentang pembangunan, maka sebenarnya tantangan utamanya adalah memperbaiki kualitas kehidupan.
Hasil Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro, Brazilia 1972, telah menyepakati perubahan paradigma pembangunan yang selama ini dilaksanakan. Sebuah perubahan yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi (economic growth) yang telah dan sedang dilaksanakan oleh negara-negara ketiga, menjadi pembangunan berkelanjutan yang disepakati para pemimpin dunia tersebut adalah paradigma pembangunan berkelanjutan.
Sekarang, dengan paradigma pembangunan berkelanjutan, pembangunan tidak hanya dinilai dengan tingginya PDRB atau pendapatan perkapita, tetapi diukur pula dari kesempatan mendapatkan akses yang sama antara semua pihak dalam mendapatkan sumber daya, pendidikan yang lebih baik, peningkatan kualitas kesehatan, kecukupan nutrisi, kebebasan dalam menyampaikan ekspresi, kebebasan dalam menyalurkan aspirasi politik dan lain sebagainya.
Jadi pembangunan harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kehidupan yang serba lebih baik, secara materiil maupun spirituil (Todaro, 1997 dalam Budimanta, 2003).
Penulis Dr. Ir. Arif Budimanta, MSc, Anggota DPR, Direktur Eksekutif Megawati Institute dan Koordinator Kaukus Ekonomi Konstitusi DPR RI.
Opini TokohIndonesia.com | rbh
© ENSIKONESIA – ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA