Takkan Berhenti Menolong Orang
Elza Syarief
[DIREKTORI] Reformasi yang diwarnai euforia demokrasi, penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), telah mendongkrak popularitas banyak pengacara. Salah satu di antaranya Elza Syarief, SH. Namanya berkibar sejak dipercaya menangani kasus putera bungsu mantan Presiden Soeharto. Namun, dia pun tersandung, diduga menyuap saksi dalam kasus itu.
Wajah Elza Syarief sudah akrab dengan pemirsa televisi dan pembaca media cetak. Sebab wajah itu sudah amat sering disorot kamera televisi lokal dan internasional maupun kamera para fotografer media cetak. Penampilannya tenang dan simpatik. Cara bicaranya pun teratur, sopan dan tidak meledak-ledak. Padahal waktu kecil, dia telat bicara. Pada umur 3 (tiga) tahun baru dia bisa ngomong. Sampai masa remaja, dia juga masih banyak diam. Kata dokter, cara berpikirnya lebih cepat daripada berbicara, sehingga banyak kalimat yang hilang. Namun, dia dapat mengatasi dengan banyak belajar.
Kini, popularitasnya merekah, mirip selebritis yang naik daun, terutma sejak menangani kasus Hutomo Mandala Putera alias Tommy Soeharto. Kehadirannya selalu menghiasi layar kaca dan media cetak setiap kali kasus itu mencuat di publik.
Wanita kelahiran Jakarta 24 Juli 1957 ini begitu sering tampil di media masa dan diburu wartawan. Maklum, dialah pengacara Tommy Soeharto, anak mantan Presiden Soeharto, yang setahun buron, kemudian diadili dalam kasus pembunuhan seorang hakim agung.
“Kalau Mas Tommy enggak buron, masalahnya juga enggak akan heboh,” kata pengacara yang sudah pernah menangani aneka kasus, kecuali kasus politik ini. Jadi pengacara Tommy, katanya, “Bukan karena mau jadi sorotan. Saya cuma ingin memberi solusi hukum yang tepat.”
Mulanya Hanya Ingin Jadi Ibu Rumah Tangga
Sebagai kakak tertua dari 3 bersaudara, Elza sering kebagian tugas menjaga adik-adiknya. Karena ibunya, Hj.Betty, sering mendampingi ayahnya, Drs. Syarief, pejabat sebuah bank pemerintah, tugas ke luar kota. Karena kesibukan kedua orang tuanya, Elza jadi tak punya cita-cita muluk. “Saya hanya ingin menjadi ibu rumah tangga yang mengurus anak-anak di rumah, ” katanya.
Sederhana, ya? Tapi, sekarang kenyataannya berbeda. Pekerjaan telah membuatnya harus meninggalkan anak-anak. Apakah profesi advokat sebagai pilihan utamanya? “Kalau masih boleh memilih, sih, saya ingin jadi dokter. Biar bisa praktek dekat. Atau punya katering, buka jahitan. Pokoknya, tanpa harus meninggalkan anak-anak,” ungkapnya.
Pada masa kecil, Elza sering berpindah-pindah mengikuti tempat tugas ayahnya. Dia pernah tinggal di Tegal, Semarang, Ambon, dan Tanjung Karang. Gara-gara itu juga, saat SD dia harus pindah sekolah di empat kota. “Baru kenal teman sudah harus pindah lagi, sebel,” ujarnya.
Sehingga dia tak sempat punya sahabat. Baru saat di SMP, di Makasar, Elza bisa punya sahabat. Dia adalah Andi Meriem Matalata. Sampai sekarang mereka masih menjalin persahabatan. “Memang saya tak punya banyak teman. Mereka enggan ke rumah karena kalau datang harus izin dulu, tak bisa masuk seenaknya. Malaslah mereka.
Mungkin karena itu, kami bersaudara jadi amat dekat. Semuanya sudah tersedia di rumah. Mau berolah raga, di dekat rumah ada,” ungkapnya.
Sehari-hari, dia lebih banyak menghabiskan waktu dengan belajar dan membaca. Bukunya berpeti-peti. Sampai orang bilang, hidupnya terkekang. Jika liburan dia memilih kursus menjahit, membuat kue, salon. Pokoknya, dia tidak pemah berhenti melakukan kegiatan. Dia pernah membuat kue dan membuka catering dan salon. “Lucunya, apa pun yang saya buat, selalu laku,” kenang Elza. Makanya banyak yang bingung, kok, Elza jadi pengacara? Sebab dulu mereka mengenal Elza membuka usaha catering, kue dan salon.
Kuliah Setelah Punya 2 Anak
Elza memang soerang tipe manusia yang dapat menerima apa adanya. Dia seorang penurut yang amat menghormati orang tua dan suaminya. “Pernikahan saya pun karena dijodohkan. Sebagai anak yang penurut, saya mau saja,” katanya terbuka. Perkawinan ini dikaruniai dua anak.
Namun, berhubung menikah dalam usia sangat muda, banyak hal-hal yang tidak dia mengerti dalam kehidupan perkawinan. Sehingga sewaktu suaminya yang bekerja di Kejaksaan Agung RI menyatakan ingin menikahi wanita lain, Elza memilih untuk mengundurkan diri sebagai istri dan sepenuhnya mengasuh kedua anaknya tersebut secara baik. “Perpisahan ini berlangsung secara baik,” katanya kepada Tokoh Indonesia. Elza tidak dapat apapun kecuali ingin memelihara kedua anaknya hingga dewasa.
Didalam menghidupi kedua anaknya, Elza menolak untuk dibiayai oranng tuanya. Walaupun pada saat itu ayahnya mempunyai jabatan cukup tinggi sebagai Inspektur Wilayah di DKI Jaya, Jawa Barat dan Kalimantan Barat. Dia memilih membuka kost-kostsan dan katering sambil kuliah di Universitas Jayabaya dekat rumahnya di Pulo Mas.
Sebelum diwisuda, Elza sudah mulai membantu teman wanita yang belajar menjadi pengacara, membuat dia tertarik di bidang kepengacaraan. Kasus pertama yang dipegangnya sendiri adalah PHK masal Satpam di Telkom, yang dirasakan penyelesaiannya cukup memuaskan bagi para pihak baik Telkom maupun Satpam.
“Wah, bahagia sekali. Akhirnya saya total memilih membantu orang. Di situ keberhasilan saya membela mereka dengan rasa bahagia. Ternyata kalau kita hendak beramal itu bukan semata-mata pakai uang saja. Memberi bantuan hukum juga bisa menyenangkan orang lain yang dihimpit kesulitan. Sehingga saya lihat dari sisi kemanusian bermanfaat,” katanya.
Sejak itu, ia memutuskan untuk tetap memilih jalur jadi pengacara. Awalnya ia sekadar ikut-ikutan dengan kantor pengacara lainnya. Pertama di Ikatan Warga Satya, yaitu kumpulan mantan CPM maupun POM AD. Kemudian ngumpul lagi di Kantor Pengacara Palmer Situmorang SH, lalu di Kantor Pengacara OC Kaligis SH.
Lalu dia pun memutuskan ikut ujian pengacara tahun 1989, Advokat 1992, corporate lawyer 1998, dan pasar modal 1999. Dia mengaku banyak belajar ketika bekerja di kantor O.C.Kaligis. “Saya banyak belajar dari dia,” katanya merendah. Di situ dia pernah menjadi Direktur Pidana tahun 1988-1991. Sampai akhirnya memutuskan membuka kantor advokat dan konsultan hukum sendiri di daerah Salemba.
Setelah buka kantor sendiri, Elza mendapat jodoh lagi yaitu H. Yuswaji,SIP,MBA adalah seorang perwira TNI-AL dan pernah menjabat sebagai Asintel Kasum ABRI dengan pangkat Laksamana Muda. Perkawinan ini menambah besar dan ramai keluarga dimana anak Elza bertambah menjadi 5 (lima) orang. Elza tidak pernah membedakan anak yang dilahirkan dari rahimnya atau bukan, dan mendapat perhatian dan kasih sayang yang sama sesuai kebutuhan anak-anak tersebut.
Sang suami sangat mendukung profesi Elza. Sehingga banyak sekali kemajuan yang dialami Elza setelah perkawinan tersebut dan tidak lupa volume menolong para pekerja lebih luas karena Elza menjadi Direktur Advokasi DPP SPMI (Serikat Pekerja Metal Indonesia) yang merupakan cabang dari International Metal Workers Federation.
Sejak membuka kantor sendiri pada tahun 1991, sudah begitu banyak jenis perkara yang ditangani, kecuali perkara politik dan narkotik. Masalah politik hukum sangat terpengaruh dengan kekuasaan, sedangkan narkotik sangat rawan dengan jaringan mafia narkotik tersebut yang dapat membahayakan dirinya.
“Hidup itu kan harus balanced, misalnya mengambil suatu dana untuk disalurkan kepada yang berhak. Seperti khususnya pekerja yang menjadi korban PHK massal, perlu saya bantu secara cuma-cuma,” ungkapnya lagi.
Menurut dia, jadi pengacara itu tidak gampang. Ia mencontohkan, yang ia rasakan berat adalah permintaan atau target yang terlalu tinggi dari seorang klien untuk memenangkan kasusnya. Karena betapapun sulitnya suatu perkara, kalau target yang dibebankan tidak terlalu tinggi, hal tersebut bisa dikerjakan dengan sungguh-sungguh namun dengan suasana santai. Karena walaupun secara hukum dapat menang tetapi hukum di Indonesia belum sepenuhnya tegak atau dengan kata lain Hukum belum sepenuhnya menjadi Panglima bagi kehidupan bangsa dan Negara Indonesia.
Wanita berkacamata yang berkantor di Jl Kramat Sentiong 38A Jakarta Pusat ini juga mengaku tidak menargetkan masalah uang sebagai hal yang utama. “Karena saya punya kewajiban moral untuk membantu orang-orang yang memang tidak punya,” ujarnya.
Sejak kecil, Elza memang sudah menaruh empaty pada kaum papa. Ketika sekolah dulu, ibunya tak pernah memberi uang jajan tapi selalu dibekali makanan kecil. Satu hari, waktu mencoba pulang sendiri karena tidak dijemput, dia melihat ada orang minta-minta. Dia iba sekali karena terbiasa melihat yang bagus-bagus. Elza kecil juga heran, kok, pengemis itu jelek sekali. Akhirnya, bekal makanannya diberikan pada pengemis itu.
Tapi karena makanan yang dia berikan itu kurang, dia pun menyuruh para pengemis itu datang ke rumah mengambil makanan. Maka saat keluarga Elza mau pindah ke Ambon, ibunya heran sekaligus bingung, karena begitu banyak pengemis datang ke rumah. Ternyata mereka sedih akan kepergian Elza.
Tenang dan Simpatik
Penampilan yang tenang dan simpatik serta kredibilitasnya sebagai pengacara yang sudah cukup lama, ternyata mampu menderek gerbong kepercayaan keluarga Cendana. Bermula ketika perkenalannya dengan Bambang Trihatmodjo untuk memegang kasus tanah di salah satu perusahaannya. Satu peluang besar masuk lingkungan bisnis besar keluarga Cendana tak disia-siakannya. Ibarat gayung bersambut, keberhasilan memenangkan kasus itu telah mendongkrak kredibilitasnya di mata keluarga Cendana.
Tommy Soeharto ternyata juga melirik keberhasilannya. Secara pribadi, Wakil Sekjen DPP-HAPI periode tahun 1999-2004, dipanggil secara pribadi oleh bos PT Humpus itu. Pada tahun 1996, ia diminta menjadi bagian dari corporate lawyer di beberapa perusahaan milik Tommy. Antara lain menangani kasus PT Mandalapratama Permai, PT Timor Putra Nasional, PT Timor Industri Komponen, PT Mandala Citra Umbulan, Yayasan Bakti Putra Bangsa dan Humpuss Group. Tak pelak dirinya memperoleh sertifikat corporate lawyer tahun 1998.
Padahal sebelumnya, selama perjalanan karirnya, nama Elza di keluarga Cendana memang tak pernah terdengar. Meski pernah pengacara Siti Hardiyanti Indra Rukmana alias Tutut, namanya baru benar-benar berkibar setelah Tommy Soeharto mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas tuduhan terlibat kasus tukar guling PT Goro Bathara Sakti-Bulog. Ia secara pribadi diminta Tommy pribadi untuk menjadi salah satu anggota penasihat hukumnya pada September 2000. Saat itulah mulai mendampingi Tommy bersama Nudirman Munir dan muncul di televisi.
Sebenarnya Elza masuk ke tim pembela Tommy belakangan. Semula, tim pembela anak kesayangan Pak Harto itu adalah Bob R.E. Nasution, B.E.D. Siregar, Erman Umar, L.M.M. Samosir, dan Nudirman Munir. Sewaktu akan Peninjauan Kembali Elza diminta khusus untuk mengurus Peninjauan Kembali Tommy pribadi. Tapi, sejak Tommy “kabur” pada awal November 2000, para pengacara tersebut mengundurkan diri, kecuali Nudirman Munir. Sejak itulah Pengacara Tommy adalah Elza dan Nudirman.
“Ada yang bilang, saya pengacara Keluarga Cendana. Bukan, kok. Memang sudut pandang orang berbeda-beda dan itu hak mereka untuk menilai,” kata Elza.
Dia pun membantah dirinya sebagai pembela orang yang salah. “Yang jelas, jika menolong orang, saya lihat dulu bagaimana kasusnya dan apa target yang akan dituju. Saya tidak bisa secara ajaib menghilangkan kesulitan mereka tapi memberikan solusi masalah hukum yang mereka hadapi. Jadi, bukan berarti saya membela mas Tommy apapun yang terjadi harus bebas, tetapi meletakkan fakta-fakta yang sebenarnya dan mendampingi klien di dalam menjalani proses hukum. Kalau mas Tommy bebas, karena memang faktanya dia tidak bersalah.
Masyarakat sekarang, kan, keliru menyatakan saya pembela. Dikiranya tukang pukul, main hantam orang kanan-kiri. Siapa pun yang meminta bantuan saya, akan saya lakukan upaya hukum semaksimal mungkin. Saya akan membantu siapa saja yang meminta bantuan hukum kepada saya. Setiap klien mendapat perlakuan sama baik buruh maupun Tommy, saya bantu,” kata Elza.
Dalam menjalankan profesinya sebagai advokat, Elza mengaku tak ingin jadi miliarder. “Memang selama hidup saya bersyukur, tak pernah mendapat kesulitan yang berarti, sepertinya Allah enggak pernah memberi saya susah. Makanya saya enggak ingin mencari uang sebanyak-banyaknya,” kata putri Minang ini.
“Apa, sih, yang mau saya cari lagi? Saya enggak pernah melihat ke atas. Kalau begitu, pasti merasa serba kekurangan. Yang berada di atas, itu, kan, sedikit. Justru yang di bawah banyak. Makanya saya lebih banyak melihat ke bawah.
Saya selalu berdoa agar jangan putus-putus diberi rezeki oleh Allah SWT. Maksudnya tak lain agar saya bisa membantu orang. Yang saya cari dalam hidup ini, bagaimana caranya bisa menolong dan berguna bagi orang lain sehingga kita bisa bahagia. Manusia tak akan hidup jika tak berguna. Bayangkan saja, orang tak menyapa kita, tak minta tolong. Hiii… Makanya saya enggak bakal berhenti jadi lawyer sampai saya enggak mampu lagi. Pendeknya, jangan pernah berhenti menolong orang,” ujar Elza kepada Tabloid Nova.
Perempuan Harus Bisa Masak
Pada awal karirnya sebagai advokat, Elza sangat bergairah dalam kerja. Dalam seminggu, dia bisa 2-3 kali keluar kota. Untunglah suaminya tidak protes. Bahkan suaminya senang melihat Elza aktif. Begitu juga anak-anak. “Melihat saya rajin bekerja, mereka jadi rajin membantu ibunya di rumah,” katanya. Walau kadang di antara mereka ada yang senewen juga kalau melihat Elza sedang talk-show di teve. Anak perempuannya yang sensitif bisa mematikan teve.
Dalam mendidik anak, Elza tidak pemah bikin target, anak-anak harus jadi apa. Kasihan, ah. Dia memberi kebebasan, tapi sambil diberi pengarahan. Sehari-hari mereka kami saling terbuka. Pada anak perempuan, Elza selalu menekankan, minimal harus bekerja. Karena untuk zaman sekarang, enggak mungkin cuma satu orang yang bekerja. Suami saja, misalnya.
Perempuan juga jangan bangga tidak bisa masak. Menurutnya, pembantu yang baca-tulisnya rendah saja, bisa masak. Enggak bisa masak bukan pekerjaan orang pintar atau priyayi. Justru mereka itu bodoh dan pemalas.
Kalau libur Elza selalu masak. “Anak dan suami selalu menunggu masakan saya. Saya jago masak makanan Cina dan steak. Ini juga sudah diakui orang, lho. Saya, kan, pernah buka katering. Kalau ada acara di rumah, saya pasti masak sendiri. Saya merasa terpuji kalau bisa masak dan saya ingin menjadi wanita yang sempurna.
Elza tidak mau jadi penentang kodrat wanita. Misalnya, bangga bisa melawan pria. Kalau minta persamaan hak, apa, sih, yang dipersamakan? Kalau mampu,enggak usah minta persamaan. Sampai kiamat pun enggak ada persamaan antara pria dengan wanita karena wanita bisa datang bulan dan hamil. Tapi kalau direndahkan pria, memang jangan,” ujar Elza. Karena pria dan wanita diciptakan Allah SWT mempunyai fungsi dan kegunaan masing-masing didunia ini. e-ti | tsl dari berbagai sumber