Johanes Kennedy Aritonang: Tambang Revitalisasi Nilai Luhur Batak
Buku Hita Batak A Cultural Strategy

Oleh: Johanes Kennedy Aritonang ||
Buku ini keren, smart and bisuk, memahkotai kebanggaan kebatakan: Hita Batak! Buku yang sangat urgen dibaca generasi milenial (Y) dan generasi Z (iGeneration); bukan hanya tetua, cendekia dan rohaniawan. Itulah kesan pertama ketika saya membaca Buku Hita Batak, A Cultural Strategy, ini. Penyajiannya saintifik populer dengan referensi yang sangat kuat, tentang berbagai arus gelombang ‘dinamika kebatakan’ sejak mitologi leluhur, misionisasi (Kristen dan Islam), dan kolonisasi, hingga kekinian, dalam sudut pandang strategy budaya Batak: Tungkot Sialagundi. Aduhai bangat! Jeges situtu! Saya memandang buku ini sangat bernilai memperkaya literasi dalam upaya merevitalisasi dan mereaktualisasi keunggulan nilai-nilai luhur Batak untuk menjawab tantangan segala zaman.
Saya sangat terkesan atas penyajian, perspektif dan pemaknaan nilai-nilai luhur intrinsik kebatakan dalam buku ini. Dalam kata sambutan ringkas ini, saya hanya sebut tiga contoh. Pertama, perihal turiturian (folklore) penciptaan manusia dan alam semesta oleh Debata Mulajadi Nabolon yang dikaji secara saintifik, filosofis dan teogonis (Mitologi); dan membandingkannya dengan aneka mitologi dunia. Setara mitologi dunia lainnya; menegaskan bahwa Mitologi Batak adalah sumber (roh, jiwa) nilai-nilai kebatakan, baik filosofi dan religinya, maupun hukum dan adat tradisinya (ugari); juga bermakna (metafora) sebagai pelita sejarah dan teleskop (teropong) silsilah Batak. Maka, semua narasi tentang Batak yang terlepas dari nilai-nilai Batak (mitologi) itu adalah beku ibarat tubuh tanpa roh.
Kedua, perihal Tolu Dasor (Trisila) Batak, yakni: 1) Marhaporseaon tu Debata (Berkepercayaan kepada Debata); 2) Martutur Dalihan Na Tolu (Berkekerabatan Tungku Nan Tiga); 3) Marparange Anak/Boru ni Raja (Berperangai Raja/Ratu), dengan pemaknaan logis sistematis, sosiologis, filosofis dan religius. Antara lain, tentang Berkekerabatan DNT yang lahir dari rahim mitologi (teologi) Batak itu, merupakan Sistem Kasih Batak (holong somba, manat, elek, plus satia) dalam harmonisasi interelasi manusia, alam dan Debata (Kosmologi Batak).
Ketiga, tentang Tolu Pinta Batak (Tricita Batak), akronim populer 3H, yakni Hagabeon, Hamoraon dan Hasangapon; Yang selama ini, terutama sejak era kolonisasi dan misionisasi, telah didistorsi dan didisinformasi menjadi bahan ejekan, penistaan dan pembunuhan karakter Batak, seolah 3H tersebut merupakan obsesi keserakahan dan pendewaduniawian (mammon); dan bahkan dinarasikan menindas kemanusiaan, sebagai sumber late, elat (dengki), teal (kesombongan, sok hebat), hosom (benci, dendam), perkelahian dan perang hingga kanibal. Narasi yang sangat jauh menyimpang (misleading content) dari nilai luhur filosofis dan spiritualitas-religius yang dikandung 3H tersebut. Padahal, signifikansi makna 3H itu: Hagabeon (Keturunan/Kehidupan Kemanusiaan), Hamoraon (Kekayaan/Kesejahteraan Sosial) dan Hasangapon (Kewibawaan/Kemuliaan Perangai/Martabat); dan ketiganya lebih bersifat moral rohaniah dibanding material jasmaniah.
Ketiga contoh di atas, dls, menunjukkan tingginya religiusitas leluhur Batak; yang dalam ikhtiar penulis buku ini, kurang didalami orang asing dan para misionaris yang alpa memandangnya sebagai preparations and predispositions (persiapan dan kecenderungan) atas Injil, atau agama Samawi. Maka, khususnya bagi Hita Kristen Batak modern dan Gen Y-Z, buku ini mendorong, saatnya kita memasuki paradigma ‘misiologi post-kolonial’, teologi pembebasan secara kontekstual, Teologi in Loco yang memerdekakan Hita Batak (dan semua suku bangsa) untuk berbicara memuliakan Allah dengan lidah dan budayanya sendiri dalam kepenuhan Roh Kudus (Kis 2: 4-8).
Penyajian buku ini bersahaja, yes or no, namun penuh makna (progresif, transformatif, dan futuristik). Saya pun sependapat dengan mereka yang mengatakan buku ini komprehensif tentang Apa dan Siapa Batak. Tiga jilid dalam satu kesatuan utuh (Trilogy) yang mencakup keseluruhan (Omnibus) tentang kebatakan, yang menjadi tambang literasi merevitalisasi dan merehabitualisasi nilai-nilai luhur Batak. Horas tondi madingin, pir tondi matogu; diparbadia i Tondi Porbadia.
Batam, 1 Sipasa 1223 B (27 April 2025 M)
Johanes Kennedy Aritonang
Ketua Umum DPP Toga Aritonang Sedunia
Ketua Dewan Pembina The Batak Institute
PDF: Kata Sambutan Johanes Kennedy Aritonang: Tambang Revitalisasi Nilai Luhur Batak