Emosional versus Kalem

 
0
78
Emosional versus Kalem
Jokowi-Prabowo | Ensikonesia.com | rpr

[OPINI] – CATATAN KILAS Debat Capres-Cawapres 2014 (2) – Capres Prabowo Subianto terpancing emosional saat ditanya tentang HAM oleh Cawapres Jusuf Kalla (yang mendampingi Capres Joko Widodo) saat Debat Capres-Cawapres di Jakarta, Senin (9/6/2014). Sementara, Jokowi terlihat selalu kalem menjawab pertanyaan normatif dari Prabowo. Inilah salah satu pembeda yang terekam dari penampilan kedua pasangan Capres-Cawapres kontestan Pilpres 9 Juli 2014 tersebut.

D ebat capres-cawapres (babak satu dari lima babak) yang berlangsung di Balai Sarbini, Jl Gatot Subroto, Jakarta, itu terdiri dari enam sekmen, yaitu (1) Pemaparan visi misi capres dan cawapres; (2) Pendalaman Visi misi; (3) Pertanyaan yang berkaitan dengan tema oleh moderator; (4) Tanya jawab antarkandidat; (5) Pendalaman tanya jawab antarkandidat; (6) Penyataan penutup dari masing-masing pasangan kandidat.

Debat mulai lebih menarik saat masuk sekmen empat, tanya jawab antarkandidat. Giliran Prabowo-Hatta yang pertama bertanya kepada kepada Jokowi-JK. Pertanyaannya datar dan normatif tentang Pemilukada dan pemekaran wilayah. Jawaban Jokowi-JK pun datar dan normatif, hanya pernyataan Jokowi tentang ’politik anggaran’ yang orisinal.

Tiba giliran Jokowi-JK yang dipersilahkan moderator untuk mengajukan pertanyaan kepada Prabowo-Hatta. Jokowi mempersilakan cawapresnya Jusuf Kalla yang bertanya. Pertanyaannya substansial. Jusuf Kalla bertanya kepada pesaingnya Capres Prabowo Subianto mengenai apa yang akan dilakukan jika terpilih menjadi presiden terkait kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu. “Pak Prabowo tadi bilang, tidak ada pengikut yang salah, hanya pemimpin yang salah. Apa yang Anda lakukan untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu?” tanya Jusuf Kalla.

Pertanyaan substansial ini sontak membuat debat makin menarik. Kendati sesungguhnya, dalam pertanyaannya, JK tidak menyinggung secara spesifik pelanggaran HAM terkait kasus penculikan sejumlah aktivis 98 dan/atau dalang kerusuhan Mei 1998 yang selama ini sering dikaitkan dengan jejak rekam kelabu Prabowo Subianto saat menjabat Danjen Kopassus dan Pangkostrad.

Pertanyaan substansial ini sontak membuat debat makin menarik. Kendati sesungguhnya, dalam pertanyaannya, JK tidak menyinggung secara spesifik pelanggaran HAM terkait kasus penculikan sejumlah aktivis 98 dan/atau dalang kerusuhan Mei 1998 yang selama ini sering dikaitkan dengan jejak rekam kelabu Prabowo Subianto saat menjabat Danjen Kopassus dan Pangkostrad.

Tapi, tampaknya Prabowo merasa JK sedang menyodok kasus itu. “Saya mengerti arah pertanyaan Bapak, tidak apa-apa, tidak apa-apa,” jawab Prabowo dengan nada dan mimik emosi.

Dengan mimik terpancing emosional, Prabowo menjawabannya dengan nada tinggi (tegas): ”Hak asasi manusia (HAM) paling dasar adalah hak untuk hidup. Sebuah pemerintah harus melindungi segenap tumpah darah dari ancaman dari dalam maupun luar negeri. Dari sekian puluh tahun menjadi abdi negara, saya membela tumpah negara, mencegah kelompok radikal, orang yang merakit bom, yang mengancam keselamatan hidup orang yang tak bersalah, mengancam kelangsungan hidup negara dan bangsa. Mereka ini ancaman pada HAM, maka kewajiban seorang pembela negara adalah melindungi segala tumpah darah bangsanya,” kata Prabowo dengan nada tinggi.

Prabowo kembali mengatakan: “Saya mengerti arahnya, kira-kira saya tidak bisa melindungi HAM karena dianggap sebagai pelanggar HAM. Padahal, kami-kami ini bekerja menjaga segenap tumpah darah bangsa. Saya pembela HAM paling keras, menjalankan tugas sebaik-baiknya, tapi yang menilai atasan,” tegas Prabowo bernada tinggi.

Kemudian, saat moderator memberi kesempatan bertanya untuk pendalaman. Kalla yang tampak masih penasaran atas jawaban Prabowo tentang pelanggaran HAM masa lalu dan penegakan HAM ke depan. Kalla kembali bertanya: “Apakah 1998 itu semua pakai bom?”

”Saya tidak bilang semua,” sela Prabowo tanpa melalui moderator. Moderator Zainal Arifin Mochtar meminta supaya jangan secara langsung saling menyela.

Advertisement

“Tadi Pak Prabowo bilang terserah penilaian atasan, apakah penilaian atasan tentang Bapak saat itu. Saya ingin tahu bagaimana penilaian atasan Bapak?”

”Kita bertanggung jawab pada atasan. Kalau Bapak (Kalla) ingin tanya, tanyalah kepada atasan saya,” kelit Prabowo, masih terlihat emosi. (Saat Prabowo menjabat Danjen Kopassus, yang menjabat Panglima ABRI adalah Jenderal Feisal Tanjung yang kemudian Maret 1998 digantikan oleh Jenderal Wiranto. Sementara, menurut Wiranto, dia dan Feisal Tanjung tidak pernah memerintahkan penculikan tersebut. Jangankan memerintahkan, mendapat laporan saja tidak pernah. Sementara menurut Jenderal TNI Purn. Agum Gumelar, sesuai pengakuan Prabowo kepadanya di Pepabri April 2014 lalu, yang memerintahkan penculikan itu adalah Presiden Soeharto, tapi Agum meragukan pengakuan ini karena saat diperiksa Dewan Kehormatan Perwira, saat Pak Harto masih hidup, Prabowo tidak mengatakan seperti itu).

Kemudian Capres Jokowi dengan kalem tampak mencoba menurunkan tensi dengan mengingatkan supaya Prabowo-Hatta menjawab pertanyaan lainnya yakni bagaimana mengatasi masalah berkaitan dengan diskriminasi. ”Pak Prabowo terlalu bersemangat menjawab pertanyaan mengenai HAM sehingga belum menjawab pertanyaan lainnya mengenai diskriminasi,” kata Jokowi kalem. Prabowo pun mulai menjawabnya dengan tenang. Catatan Kilas Ch. Robin Simanullang | Redaksi TokohIndonesia.com |

© ENSIKONESIA – ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA

 

Tokoh Terkait: Joko Widodo, Jusuf Kalla, | Kategori: Opini – CATATAN KILAS | Tags: Demokrasi, hukum, pemerintahan, Pilpres 2014, Debat Capres-Cawapres

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini