Kami Telusuri Isi Otak Al-Zaytun

Al-Zaytun dan Pusaran Kontroversi (8)

AS Panji Gumilang Al-Zaytun dan Pancasila Al-Zaytun Patut Dicontoh Al-Zaytun yang Terbaik Buku ASI untuk Semua Al-Zaytun, Islam Milenium Ketiga Ajaran Illahi dan Ideologi Terbuka
 
0
411
Pengibaran Sang Saka Merah Putih di halaman depan Masjid Rahmatan Lil'Alamin, Al-Zaytun, diikuti sejumlah tokoh lintas agama

Catatan Kilas Ch. Robin Simanullang

Sebelum wawancara (19 Februari 2002), kami lebih dulu dipersilakan meninjau semua sarana dan prasarana Al-Zaytun. Kami telusuri sampai materi pelajaran dan khotbah/tausiyah yang kami pandang sebagai ‘isi otak’ Al-Zaytun. Kemudian wawancara dengan Syaykh Panji Gumilang. Percakapan pertama itu berlangsung lebih tiga jam, mulai pukul 19.00 sampai 23.30 WIB. Kenapa berlangsung malam hari? Sebagaimana telah diuraikan, sebenarnya, pukul 09.00 pagi kami sudah tiba di pesantren itu. Kami disambut oleh Ustadz Abdul Halim yang juga menjabat Sekretaris Yayasan Pesantren Indonesia. Dia menawarkan sebaiknya lebih dulu meninjau lapangan apa saja yang ada di kompleks itu sebelum wawancara dengan Syaykh.

“Lihat saja dulu apa adanya,” saran Ustadz Abdul Halim. Tawaran ini tentu saja kami sambut dengan senang hati. Kami pun meninjau semua infrastruktur serba modern di pesantren itu, termasuk kamar asrama putri dan putra dengan sistim manajemennya, ruang kelas, laundry dan dapur (kitchen) raksasanya yang setiap hari harus menyediakan makan untuk sekitar 12.000 penghuninya kala itu. Sekadar gambaran kemodernannya, air kran di asrama sudah langsung bisa diminum para santri.

@tokoh.id

Ma’had Al-Zaytun: Menyanyi Indonesia Raya 3 Stanza #mahadalzaytun #indonesiaraya #indonesiaraya3stanza #indonesiaraya🇲🇨 #pesantrenalzaytun #alzaytunviral #azzaytun

♬ original sound – Tokoh Indonesia – Tokoh Indonesia

Yang lebih penting lagi kami menyelisik kurikulum, termasuk kurikulum muatan lokal, sistim pembelajaran dan buku-buku pelajaran wajib. Sebagian buku pelajaran itu kami minta pinjam untuk dapat lebih jauh memahami muatan pelajarannya. Di antaranya, buku pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Kami sangat ingin tahu apa saja yang diajarkan kepada para santri di pesantren itu. Ternyata, muatan pelajaran pendidikan kewarganegara­annya sama seperti sekolah negeri (umum) yang antara lain mengajarkan lima nilai dasar negara (Pancasila). Kami tidak menemukan muatan pemberlakuan syariat Islam sebagai ideologi (dasar) negara Indonesia atau mengkafirkan ideologi Pancasila dan NKRI.

Di samping itu, saya juga meminta semua edisi Majalah Al-Zaytun (majalah internal yang mereka sebut sebagai miniatur Al-Zaytun). Juga hardcopy khotbah/tausiyah Syaykh Panji Gumilang. Permintaan ini pun segera dipenuhi setelah sejenak Ustadz Abdul Halim menelepon. Tampaknya, dia menelepon Syaykh Panji Gumilang sebelum memerintahkan petugas untuk mengumpulkan dan membawa majalah dan hardcopy khotbah yang kami minta. Bahkan brosur pertama yang mereka edarkan saat mengawali penerimaan santri juga kami minta. Kami memang sengaja minta brosur tersebut, karena menganggap brosur pertama itu sangat penting guna mengetahui visi dan misi awalnya. Pendeknya, kami ingin tahu semua ‘isi otak’ Al-Zaytun, baik melalui tinjauan phisik (observasi), bahan cetak (literatur) dan percakapan (wawancara dan dialog), juga mengambil foto berbagai objek. Semua itu kami kumpulkan mulai dari pukul 09.00 sampai menjelang magrib.

Seharian yang melelahkan tanpa istirahat, kecuali 30 menit untuk makan siang. Berkeliling memasuki setiap ruang (infrastruktur) pendidikan, masjid, asrama, perpustakaan dan klinik yang berdiri di atas lahan seluas 200 hektar. Lalu dilanjutkan meninjau lahan pertanian dan peternakan, serta pabrik, perbengkelan dan pertukangan di beberapa titik saja. Sebab tidak cukup waktu meninjau semua lahan pertanian dan peternakan serta kegiatan produksi (pendukung keekonomian) lainnya seluas seribuan hektar pada saat itu.

Saat sejenak istirahat dan makan malam, pikiran saya menerawang, merefleksi semua apa yang kami saksikan, dengar, baca dan rasakan selama hampir sembilan jam peninjauan. Saya berkesimpulan, lembaga pendidikan Islam (Ponpes) yang satu ini benar-benar diasuh dengan sistem manajemen modern dan berwawasan global dalam spirit pesantren. Benar, ini adalah kampus modern (global) bersemangat (spirit dan kearifan) pesantren.

Bersambung: Lebih bergejolak lagi dalam pikiran saya, bahwa saya tidak menemukan indikasi keterkaitan ponpes ini dengan NII

Advertisement

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini