[BERITA TOKOH] – – Tokoh Indonesia 11/12/2008: Ali Alatas, singa tua diplomat Indonesia yang menjabat Menteri Luar Negeri RI pada 1987-1999 dan terakhir Ketua Dewan Pertimbangan Presiden/Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hubungan Internasional, sejak April 2007 hingga wafat pada usia 76 tahun, Kamis 11 Desember 2008 pagi di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura. Disemayamkan di rumah duka di Jalan Benda Raya No 19, Cilandak, Jakarta Selatan. Dimakamkan TMP Kalibata, Jakarta (12/12/2008).
Alatas meninggal pada pukul 07.30 waktu Singapura, karena terkena serangan jantung. Jenazah diterbangkan dari Singapura dan tiba di Bandar Udara Soekarno-Hatta sekitar pukul 18.30 disambut oleh Menko Polhukam Widodo AS, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, dan anggota Dewan Pertimbangan Presiden Rachmawati Soekarnoputri.
Kemudian disemayamkan di ke rumah duka di Jalan Benda Raya No 19, Cilandak, Jakarta Selatan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla serta Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi, yang sedang berada di Indonesia, melawat ke rumah duka.
Berbagai ucapan belasungkawa mengalir dari berbagai kalangan baik dari dalam maupun luar negeri. Antara lain dari Menteri Luar Negeri Hirofumi Nakasone, Duta Besar Inggris untuk Indonesia Martin Hatfull, Duta Besar Iran untuk Indonesia Behrooz Kamalvandi, Duta Besar Polandia untuk Indonesia Thomaz Lukaszuk, Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Eivind Homme, dan Duta Besar Palestina untuk Indonesia Fariz Al-Mehdawi.
Penghargaan:
– Bintang Mahaputera Utama 12/8/82
– Bintang RI Utama 6/8/98 dg Keppres 071/TK/TH.1998
– Bintang Mahaputera Adipradana
Jabatan terakhir:
Sejak April 2007 hingga wafatnya, Alm. Bapak Ali Alatas, S.H. menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Presiden/Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hubungan Internasional. e-ti
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
RI Kehilangan Diplomat Kawakan
Jakarta, Kompas 12/12/2008 – Para pemimpin dari berbagai negara terkejut dengan meninggalnya diplomat kawakan Indonesia, Ali Alatas, Kamis (11/12) pagi di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura. Mereka memuji peran menonjol Alatas dalam bidang diplomasi, baik di regional maupun internasional.
Ali Alatas, yang pernah menjabat Menteri Luar Negeri RI pada 1988-1999, meninggal pada usia 76 tahun. Departemen Luar Negeri menyebutkan, Alatas meninggal pada pukul 07.30 waktu Singapura, diduga kuat karena terkena serangan jantung.
Jenazah almarhum tiba di Bandar Udara Soekarno-Hatta sekitar pukul 18.30 disambut oleh Menko Polhukam Widodo AS, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, dan anggota Dewan Pertimbangan Presiden Rachmawati Soekarnoputri.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terguncang mendengar kabar meninggalnya anggota Dewan Pertimbangan Presiden Ali Alatas. Presiden bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla serta Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi, yang sedang berada di Indonesia, melawat ke rumah duka di Jalan Benda Raya No 19, Cilandak, Jakarta Selatan.
Presiden mendengar kabar meninggalnya Alatas saat menuju Bandara Ngurah Rai untuk kembali ke Jakarta. Presiden terguncang karena pada 7 Desember 2008 saat membesuk Alatas di RS Mount Elizabeth mengetahui almarhum dalam penyembuhan dan akan balik ke Jakarta pada 17 Desember.
Presiden membatalkan rencana kegiatannya di Palembang, Sumatera Selatan, guna menjadi inspektur upacara pada pemakaman secara militer bagi Alatas yang akan dilakukan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jumat ini sekitar pukul 09.00.
Dengan Bintang Adi Mahaprana dan Bintang Republik Indonesia Utama, menurut Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal, Alatas dinilai berhak dimakamkan di TMP Kalibata dengan upacara militer. Presiden melihat Alatas sebagai negarawan dan salah satu putra terbaik bangsa.
Mantan Kepala Badan Pelaksana Gerakan Nonblok dan Duta Besar Keliling Nana Sutresna, yang sejak tahun 1972 sering bekerja sama dengan almarhum, di Bandara Soekarno-Hatta kemarin petang mengatakan, Ali Alatas bukan hanya seorang diplomat ulung, melainkan juga pribadi luar biasa dan patut diteladani. “Ketika beliau menjadi Sekretaris Menlu Adam Malik, saya sebagai Juru Bicara Menlu,” ujar Nana.
“Kita kehilangan putra terbaik bangsa, diplomat paling mumpuni yang pernah kita miliki,” kata Hassan Wirajuda dalam konferensi pers di Nusa Dua, Bali. Menlu mengaku, almarhum bukan hanya mantan atasannya, melainkan juga dianggap ayah oleh semua bawahannya.
Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono menyatakan, mengenal Ali Alatas sejak 40 tahun lalu ketika sebagai diplomat muda ikut menyaksikan berdirinya ASEAN pada tahun 1967. “Beliau kenal baik dengan mendiang ayah saya. Peran Pak Ali Alatas paling menonjol saat menjabat Menteri Luar Negeri mulai tahun 1988. Bersama-sama TNI, waktu itu Bapak LB Moerdani, beliau sukses mengombinasikan diplomasi sebagai soft power dengan kekuatan militer sebagai hard power,” ujar Juwono.
Negarawan dihormati
PM Malaysia mengaku terkejut mendengar berita kepergian Alatas. “Bapak Ali Alatas seorang negarawan yang sangat dihormati di Malaysia. Peranannya sebagai Menlu saat itu banyak membantu hubungan baik bilateral Indonesia-Malaysia,” ujar Badawi.
PM Australia Kevin Rudd menyebut nama Alatas sebagai seorang komisioner di Komisi Internasional untuk Perlucutan Senjata dan Antipenyebarluasan Nuklir, yang baru dibentuk. “Alatas memberikan kontribusi baik visi maupun kerja kerasnya untuk memperkuat jaringan politik, ekonomi, dan pribadi di antara kedua negara,” kata Rudd yang sedang berada di Bali mengikuti Bali Democracy Forum, Kamis.
Adapun Singapura dalam pernyataan tertulisnya juga menyatakan, Alatas adalah seorang negarawan yang sangat dihormati, yang sangat meyakini pentingnya kerja sama regional. Ia berperan sangat penting dalam penulisan naskah ASEAN Charter.
PM Jepang Taro Aso pun menyampaikan belasungkawa kepada Presiden Yudhoyono. Menteri Luar Negeri Hirofumi Nakasone mengirimkan pesan serupa kepada Hassan Wirajuda.
Ungkapan belasungkawa dan pujian juga disampaikan Duta Besar Inggris untuk Indonesia Martin Hatfull, Duta Besar Iran untuk Indonesia Behrooz Kamalvandi, Duta Besar Polandia untuk Indonesia Thomaz Lukaszuk, Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Eivind Homme, dan Duta Besar Palestina untuk Indonesia Fariz Al-Mehdawi.(DWA/INU/OS/Antara/ AP/AFP/Reuters/OKI).e-ti
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
Diplomat Pejuang Itu Telah Tiada
Jakarta, Suara Pembaruan 11/12/2008 – Mantan Menteri Luar Negeri Ali Alatas (76), Kamis (11/12) sekitar pukul 07.30, meninggal dunia di RS Mount Elizabeth Singapura, setelah menjalani perawatan sekitar dua pekan akibat sakit yang dideritanya. Menurut rencana, jenazah Ketua Dewan Pertimbangan Presiden tersebut dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, pada Jumat (12/12), setelah dibawa dari Singapura Kamis siang.
Juru bicara Departemen Luar Negeri RI Teuku Faizasyah, Kamis pagi, mengatakan Deplu bersama pihak keluarga, perihal pemulangan jenazah ke Jakarta.
Anggota Komisi I DPR dari Partai Amanat Nasional (PAN), Djoko Susilo, mengakui Ali Alatas adalah sosok diplomat pejuang yang gigih memperjuangkan kepentingan nasional. Meskipun menjadi diplomat senior, Ali Alatas sangat perhatian terhadap orang-orang muda. “Beliau senantiasa bersedia menyimak saran dan masukan dari kami yang muda-muda,” kata Djoko.
Komitmen almarhum untuk memperjuangkan kepentingan nasional, salah satunya tampak ketika ia diundang menghadiri Rapat Dengar Pendapat di Komisi I DPR, yang tengah membahas Piagam ASEAN. “Meskipun Piagam ASEAN masih mengandung beberapa kelemahan, almarhum tetap meyakinkan bahwa Piagam ASEAN yang ada saat ini merupakan format yang terbaik,” ungkap Djoko.
Ali Alatas, menurutnya, juga terus mendorong Pemerintah Indonesia agar berkontribusi semaksimal mungkin untuk menyelesaikan isu Myanmar.
Meskipun lahir dengan nama Ali Alatas, lelaki kelahiran Jakarta 4 November 1932 itu justru akrab dipanggil Alex. Setelah lulus dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 1956, suami Junisa dan ayah tiga anak itu memulai karier diplomatnya di Bangkok, Thailand.
Keandalannya sebagai diplomat ulung, menyebabkan semua presiden di masa reformasi ini mempercayainya sebagai penasihat untuk urusan internasional. Mulai dari BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan sekarang Susilo Bambang Yudhoyono.
Pengalamannya menghadapi laga diplomasi internasional, membawa Alex dipercaya menjadi ujung tombak Indonesia meredam kemarahan internasional atas insiden Santa Cruz, Dili, Timor Timur, 12 November 1991, yang menewaskan puluhan orang. Satu peristiwa yang dinilai sejumlah pihak membawa kesedihan sangat dalam bagi Alex, adalah saat Presiden BJ Habibie memberikan opsi merdeka bagi Timor Timur (Timtim) tanpa berkonsultasi padanya pada 1999. Kekecewaan itu terlihat jelas dari sorot matanya setelah referendum yang memastikan lepasnya Timtim dari Indonesia. [E-9/B-14]-ti
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
Jenazah Tiba Pukul 18.00
Jakarta, Sinar Harapan 11/12/2008 – Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, yang juga mantan Menteri Luar Negeri RI Ali Alatas, meninggal dunia pada usia 76 tahun, Kamis (11/12) pagi, pukul 06.30 WIB, di RS Mount Elizabeth, Singapura.
Jenazah diplomat kawakan yang banyak memperjuangkan Indonesia dalam masalah Timor Timur ini akan disemayamkan di KBRI Singapura siang ini, dan akan tiba di Jakarta pukul 18.00. Jenazah akan langsung dibawa ke Gedung Pancasila, Departemen Luar Negeri, untuk disemayamkan, sebelum dibawa ke rumah duka di Jalan Kemang Timur V Kavling 2, Jakarta Selatan. Pejuang diplomasi ini akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jumat (12/12) pagi, pukul 09.00.
Terkait dengan kepergian salah satu putra terbaik bangsa ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyatakan rasa duka citanya atas meninggalnya anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Ali Alatas. “Presiden sedih dan terkejut mendengar kabar itu,” kata juru bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal ketika dihubungi melalui telepon.
Menurut Dino, hingga kini Presiden juga belum memikirkan untuk mencari pengganti Ali Alatas yang merupakan penasihat bidang luar negeri dalam Wantimpres. Sebelum Alatas, salah seorang anggota Wantimpres yang meninggal dunia adalah Dr Sjahrir pada 28 Juli lalu. Penasihat Presiden di bidang ekonomi ini, juga meninggal di RS Mount Elizabeth, Singapura akibat sakit kanker paru-paru.
Menurut Iwanshah Wibisono, Sekretaris Ketua Dewan Pertimbangan Presiden, Ali Alatas sempat dirawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta sebelum dibawa ke RS Mount Elizabeth Singapura. Komplikasi yang dialami diperkirakan karena Pak Alex, begitu dia biasa disebut, terlalu lelah sehingga jantungnya terkena. Ali Alatas meninggalkan seorang istri, Junisa, dan tiga putri yang semua telah berkeluarga, yakni Soraya Alatas, Nadita Alatas, dan Fauzia Alatas.
“Beliau pernah menjalani operasi jantung pada tahun 1994,” kata Iwan yang juga mantan konsul di Konsulat Jenderal RI New York. Pada hari Senin lalu, kondisinya membaik sehingga dipindahkan ke ruang perawatan nomor 6003. “Sudah bisa bicara,” kata Iwan. Namun Kamis pagi, Ali Alatas dipindahkan kembali ke ruang perawatan intensif (ICU) pada pukul 05.40 waktu Singapura.
Selama setahun terakhir menjadi sekretaris Ketua Watimpres, Ali Alatas menurut Iwan adalah orang yang tidak pernah menyerah dan penuh dedikasi pada pekerjaannya. Pada komunikasi terakhir yang dilakukan Jumat pekan lalu, Ali Alatas menanyakan pekerjaan kepadanya.
Tokoh Dunia
Ali Alatas adalah manteri luar negeri (menlu) paling lama dalam sejarah RI. Dia menjadi menlu untuk empat kabinet semasa Orde Baru (1987-1999). Namanya pernah dinominasikan untuk mendapat Nobel Perdamaian pada 1996, namun berbagai pelanggaran HAM di Timor Timur mengganjalnya.
Siapa pun tidak akan lupa bahwa Ali Alatas yang bertugas sebagai co-chairman Paris Conference (1989-1991) adalah tokoh utama yang banyak berperan dalam proses perdamaian di Kamboja, sampai negara itu berhasil menyelenggarakan pemilihan umum demokratis pertama tahun 1992 dengan bantuan PBB (UNTAC).
Dia juga yang banyak berperan dalam proses perdamaian di Mindanao, Filipina Selatan, antara pemerintah Filipina dengan Front Nasional Pembebasan Moro (MNLF).
Dia termasuk tokoh yang meletakkan dasar dan mengarahkan terbentuknya berbagai forum dunia seperti ASEAN, APEC, ASEM, ASEAN Regional Forum, Gerakan Non-Blok sehingga nama Indonesia tetap berkibar, meski selalu disandung masalah Timor Timur. Namun, ironisnya, ketika ada keputusan politik untuk melepas Timor Timur lepas dari Indonesia pada 1999, Presiden BJ Habibie sama sekali tidak berkonsultasi dengannya karena dia dianggap yang menolak melepas Timor Timur.
Setelah tidak menjadi menlu pun, dia menjalankan tugas sebagai Penasihat Presiden untuk Urusan Luar Negeri (2001-2004) dan terakhir duduk di Dewan Penasihat Presiden, menjadi anggota Eminent Persons Group (EPG) untuk urusan hubungan RI-Malaysia, juga dalam penyusunan Piagam ASEAN (ASEAN Charter). Dia juga menjadi anggota Dewan Penasihat untuk Piagam Organisasi Konferensi Islam (2005-2006). Di luar itu, dia juga aktif dalam berbagai yayasan sosial termasuk menjadi penasihat di Firma Hukum Makarim & Taira.
Ali Alatas adalah lulusan Akademi Dinas Luar Negeri (1954) dan juga Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1956.
Pria kelahiran 4 November 1932 ini, menjalani penempatan pertama sebagai diplomat ketika menjadi Sekretaris II KBRI Bangkok (1956-1960). Sebelum itu, dia bekerja merangkap sebagai redaktur ekonomi di Kantor Berita Aneta (1953-1954).
Di Departemen Luar Negeri, Alex pernah menduduki sejumlah pos penting di luar negeri dan dalam negeri. Dia ditunjuk Presiden Soeharto sebagai menteri luar negeri ketika masih menjadi Kepala Perwakilan Tetap RI (PTRI) New York (1983-1987), menggantikan Menlu Prof Dr Mochtar Kusuma Atmaja. Oleh karena keahliannya dan jasa-jasanya, Ali Alatas mendapatkan gelar kehormatan doctor honoris causa dari Universitas Diponegoro, Semarang. ti
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)