Berpeluang Menang Konvensi
Akbar Tandjung
[ENSIKLOPEDI] Langkah politisi ulung dan licin ini semakin mantap dalam persaingan kandidat pesiden dalam Konvensi Calon Presiden Partai Golkar, setelah Mahkamah Agung menerima permohonan kasasinya. Ia bebas dari jerat hukum dengan tuduhan korupsi Rp. 40 milyar. Sehingga peta persaingan dalam Konvensi Capres Golkar bergerak memberi peluang besar baginya memenangkan konvensi tersebut. Ia memang seorang politisi yang paling berpengalaman di antara para kandidat presiden konvensi Partai Golkar.
Maka ketika pria kelahiran Sibolga, 14 Agustus 1945, ini berkata bisa saja kemungkinan Capres Partai Golkar berkoalisi menjadi Cawapres Megawati, jika perolehan suara Pemilu legislatif Partai Golkar tidak di posisi satu, langsung dikritik tajam para pesaingnya, terutama Surya Paloh dan Wiranto.
Tetapi politisi ulung yang menapaki jenjang karir politik dari bawah ini, tetap bersikap tenang. Bahkan ketika kampanye Surya Paloh menyuarakan tema KKN dalam tubuh Partai Golkar, ia meminta agar Surya jentlemen, menunjuk siapa yang dimaksud.
Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua DPR RI dalam bersaing memperebutkan posisi RI-1 mengusung slogan andalan: “Mari Maju Bersama, Membangun Indonesia Sejahtera.
Suami dari Krisnina Maharani ini menikmati masa kecil dan menamatkan Sekolah Rakyat (SR) di Medan, lalu pindah ke Jakarta. Di kota ini ia menamatkan pendidikan SMP Perguruan Cikini dan SMA Kanisius.
Pergumulannya dalam dunia politik dimulai ketika masih kuliah di Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Tahun 1966 ia aktif dalam gerakan mahasiswa pada saat pengganyangan G-30-S/PKI melalui Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia Universitas Indonesia (KAMI-UI) dan Laskar Ampera Arief Rahman Hakim. Aktivitasnya itu merupakan modal kuat untuk ikut dalam bursa pemilihan ketua senat mahasiswa.
Tahun 1967-1968 terpilih menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Tahun 1968 aktif dalam Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Indonesia. Selain itu, ia juga terpilih menjadi Ketua Mapram Universitas Indonesia.
Aktivitasnya tidak hanya dilakukan di dalam kampus. Pada tahun 1969-1970 terpilih sebagai Ketua Umum HMI Cabang Jakarta dan tahun 1972-1974 Ketua Umum Pengurus Besar HMI. Organisasi mahasiswa ekstrakampus bukan hanya HMI. Untuk menjalin kerja sama dengan organisasi lainnya, pada tahun 1972 ia ikut mendirikan Forum Komunikasi Organisasi Mahasiswa Ekstra Universiter (GMNI, PMKRI, PMII, GMNI, HMI) yang kemudian dikenal dengan nama Kelompok Cipayung.
Tahun 1973 ia pun ikut mendirikan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Kemudian tahun 1978-1981 menduduki posisi Ketua Umum DPP KNPI. Sebagai Ketua Umum KNPI, ia juga turut mendirikan Angkatan Muda Pembaruan Indonesia (AMPI) tahun 1978 dan hingga tahun 1980 duduk sebagai Ketua DPP Angkatan Muda Pembaruan Indonesia (AMPI).
Kiprahnya yang cemerlang di organisasi kepemudaan membuat langkahnya semakin lempang dalam menapaki jalur politik. Tak heran jika tahun 1983-1988 ia diberi kepercayaan menduduki posisi Wakil Sekretaris Jenderal DPP Golkar.
Kemampuan organisasi dan manajerial semasa aktif di organisasi kemahasiswaan, kepemudaan, maupun di partai politik itu mengantarkannya berada di pusat kekuasaan. Tahun1988-1993 untuk pertama kalinya ia menjadi menteri dengan jabatan Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga, pada Kabinet Pembangunan V. Selanjutnya 1993-1998 dipercaya menjadi Menteri Negara Perumahan Rakyat, Kabinet Pembangunan VI. Pada Kabinet Pembangunan VII yang tidak berumur panjang, Akbar mendapat kepercayaan menjadi Menteri Negara Perumahan Rakyat dan Pemukiman. Selepas pergantian presiden dari HM Soeharto ke BJ Habibie, ia diangkat menjadi Menteri Sekretaris Negara, Kabinet Reformasi Pembangunan periode 1998-1999.
Kemudian ia melepas jabatan Mensesneg setelah terpilih menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar. Di bawah pimpinannya, Golkar segera melakukan perubahan internal. Golkar menjadi partai politik yang menggaungkan paradigma baru. Setelah Pemilu dipercepat menjadi tahun 1999, Akbar terpilih sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI sampai sekarang.
Ia pun telah menerima Penghargaan Bintang Mahaputra Adi Pradana tahun 1992 dan Bintang Republik Indonesia tahun 1998 dari Presiden RI. Yang menarik, ia juga memperoleh Penghargaan Kruis in de Orde van Oranje-Nassau dari Pemerintah Kerajaan Belanda pada tahun 1996. e-ti/Majalah Tokoh Indonesia Volume 09