Gubernur di Masa Sulit
Sutiyoso03 | ‘Bangunkan’ Glodok

Bersamaan kembalinya rasa aman, Sutiyoso rela hadir dan nongol di Glodok untuk membangunkan sekaligus meyakinkan warga agar pasar bisa dibuka kembali sehingga roda perekonomian bisa pulih. Sutiyoso paham, kota Jakarta yang dipimpinnya tak memiliki sumber daya alam kecuali mengandalkan sektor jasa dan pariwisata.
Kemudian, Bang Yos membenahi kondisi keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, yang hasilnya tercermin pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang meningkat dari tahun ke tahun. APBD Ibukota Negara ini, di tahun pertama masa jabatan Sutiyoso (1998) baru tercatat Rp 1,7 triliun, lalu naik hampir dua kali lipat di tahun kedua (1999) menjadi Rp 3,2 triliun dan tahun ketiga (2000) menjadi 4,1 triliun, kemudian naik lagi dua kali lipat di tahun keempat (2001) menjadi Rp 8,4 triliun dan tahun kelima (2002) sudah mencapai Rp 9,6 triliun.
Luar biasa! “Yang ini, dianggap sulapan apa tidak, terserah saja penilai,” kata Sutiyoso. Secara umum Sutiyoso berhasil men-setting ulang Ibukota Jakarta menjadi kota yang lebih aman, manusiawi, bersih, tertib, layak dihuni dan dimasuki oleh siapa saja.
Sutiyoso adalah pemimpin sipil yang karena berlatarbelakang militer banyak memanfaatkan pengalaman untuk membangun masyarakat sipil. Ia bekerja selama 24 jam penuh dalam sehari. Sebagai pemimpin, Sutiyoso sudah bertekad untuk memosisikan diri sebagai pelayan yang harus melayani 10 juta warga Jakarta, ditambah dua juta pendatang dari daerah penyangga yang siang hari bekerja mencari nafkah di wilayah Ibukota Jakarta. Bahkan, mereka itu menyesaki Jakarta ‘membawa’ beban kemacetan 600.000 unit kendaraan bermotor.
Karena kenyataan faktual demikian, termasuk adanya keinginannya yang kuat untuk menyelesaikan masalah banjir lintas Bopunjur-Jakarta-Tangerang secara terintegrasi, Sutiyoso berharap revisi UU No. 34 Tahun 1999 Tentang Kedudukan DKI Jakarta Sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dapat segera disusun Pemerintah untuk dibahas DPR RI. Seperti, mengangkat Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, setelah ditambah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi menjadi kota megapolitan. ch robin s – sh (Diterbitkan juga di Majalah Tokoh Indonesia Edisi 20)