
[ENSIKLOPEDI] Hakim Konstitusi Dr. H. M Arsyad Sanusi, SH, MH, kelahiran Bone, Sulawesi Selatan, 14 April 1944, seorang hakim karir nan kesatria. Doktor Program Pasca Sarjana FH UI, ini meniti karir dari bawah, mulai dari pengatur hukum, panitera, hakim PN dan Ketua PN, Hakim Tinggi dan Ketua PT, hingga menjadi Hakim Konstitusi utusan dari Mahkamah Agung Republik Indonesia, dilantik 29 Mei 2008. Namun, karena teguran etika akibat ulah seorang anak dan adik iparnya serta panitera bawahannya, dia secara kesatria mengundurkan diri, 11 Februari 2011.
Pengunduran diri sebagai tanggung jawab moral dan etika akibat ulah dan kesalahan orang dekat, pastilah merupakan suatu keputusan berat, tetapi amat penting. Berat, karena dia harus menghukum diri sendiri dengan melepas amanah yang dipercayakan kepadanya sebelum waktunya (periode) tiba. Tetapi penting, karena memberi keteladanan yang amat berharga bagi masa depan bangsa dan negara. Keteladanan sikap satria bagi pejabat publik untuk sedia menghukum diri sendiri sebagai bagian dari tanggung jawab moralnya.
Arsyad Sanusi adalah satria. Di tengah langkanya pejabat publik yang miskin rasa tanggung jawab, miskin moral dan etika dan mati rasa malu, dia tampil dengan gagah berani menghukum diri sendiri, kendati bukan dia sendiri yang melakukan kesalahan. Bandingkan dengan pemimpin publik lainnya, sudah dua kali terpidana korupsi pun masih ngotot memegang jabatan pemimpin.
Arsyad yang satria memilih mundur dari jabatannya sebagai hakim konstitusi, Jumat 11 Februari 2011, demi menjaga keluhuran, kehormatan, kewibawaan, sekaligus kepercayaan publik kepada MK. Pantas, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh Mahfud MD menilai, keputusan Arsyad menunjukkan sikap kesatria seorang hakim yang membanggakan.
Ketua Mahkamah Agung Harifin Tumpa menyatakan prrihatin atas pengunduran diri Arsyad. Namun, kata Harifirn, itulah risiko yang harus dihadapi seorang hakim. “Itulah konsekuensi dari seorang hakim. Saya tahu betul beliau sama sekali tidak tahu apa-apa. Hanya karena keluarganya yang melakukan itu, itulah suatu konsekuensi dari pejabat yang diharapkan masyarakat,” kata Ketua MA.
Keputusan mundur itu disampaikan Arsyad, seusai Majelis Kehormatan Hakim (MKH) mengumumkan secara terbuka hasil penyelidikan dugaan pelanggaran kode etik oleh dua hakim konstitusi Arsyad Sanusi dan Akil Mochtar. Ketua MKH Harjono mengatakan, Arsyad terbukti melanggar kode etik hakim konstitusi, khususnya prinsip integritas serta prinsip kepantasan dan kesopanan. Adapun Akil, MKH tak menemukan bukti adanya pelanggaran. MKH merekomendasi agar Arsyad ditegor. Arsyad pun tak menunggu ditegor, dia langsung menyatakan mengundurkan diri, menghukum diri sendiri.
Kasus yang menimpa Arsyad bermula dari pengakuan Dirwan Mahmud, calon bupati Bengkulu Selatan yang didiskualifikasi MK. Dirwan mengaku diperas oleh Neshawaty Arsyad (anak Arsyad) dan Zaimar (adik ipar Arsyad). Dirwan mengaku pernah datang ke apartemen Arsyad untuk bertemu Nesha dan kemudian menggelar beberapa pertemuan untuk membicarakan cara memenangi perkaranya di MK. “Tidak ditemukan bukti, hakim Arsyad Sanusi mengetahui dan terlibat dalam rangkaian pertemuan yang kolutif itu,” tegas Harjono. Namun, menurut Ketua MKH, itu karena kejadiannya berangkai, sedang Neshawaty adalah putrinya, Zaimar adalah adik iparnya, dan Makhfud adalah bawahannya secara langsung, hakim Arsyad Sanusi dinilai harus bertanggung jawab secara etik atas peristiwa itu.
Sejak pernyataan pengunduran diri itu, menurut Ketua MK Moh Mahfud MD, terhitung sejak 11 Februari 2011, Arsyad nonaktif sambil menunggu terbitnya keputusan presiden tentang pemberhentiannya. Dijelaskan, Arsyad sudah tak menangani perkara apa pun. Kemudian MK juga menyurati Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin A Tumpa untuk memilih pengganti yang tepat.
Ketua Mahkamah Agung Harifin Tumpa menyatakan prrihatin atas pengunduran diri Arsyad. Namun, kata Harifirn, itulah risiko yang harus dihadapi seorang hakim. “Itulah konsekuensi dari seorang hakim. Saya tahu betul beliau sama sekali tidak tahu apa-apa. Hanya karena keluarganya yang melakukan itu, itulah suatu konsekuensi dari pejabat yang diharapkan masyarakat,” kata Ketua MA.
Hakim Karir
Arsyad dibesarkan di daerah kelahirannya Bone. Di situlah dia menjalani pendidikan dasar sampai menengah (1956 – 1964). Setelah menyelesaikan Sekolah Hakim dan Jaksa Negara (SHDN) tahun 1963-1964. dia diangkat sebagai Pengatur Hukum di Pengadilan Negeri Donggala, Sulawesi Tengah, tahun 1965. Kemudian, karirnya meningkat dengan menjabat sebagai Panitera Pengganti pada Pengadilan Tinggi Makassar tahun 1969-1970. Sambil bekerja, dia pun melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Hukum UNHAS, Makasar, hingga meraih gelar Sarjana Hukum tahun 1972.
Karena kinerjanya yang baik, dia pun diangkat menjadi Hakim pada Pengadilan Negeri Bantaeng tahun 1970-1971. Kemudian menjadi Hakim pada Pengadilan Negeri Makassar tahun 1971-1981. Lalu pindah ke Jakarta menjadi Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara 1981-1988. Dari Jakarta pindah lagi menjadi Hakim pada Pengadilan Negeri Surabaya tahun 1988-1992. Karirnya makin menanjak setelah diangkat menjabat Ketua Pengadilan Negeri Sungguminasa tahun 1992-1994.
Setelah itu, sempat ‘diuji’ kembali menjadi Hakim pada Pengadilan Negeri Bandung tahun 1994-1997. Dia melampaui ‘ujian’ itu dengan baik, hingga diangkat menjabat Ketua Pengadilan Negeri Bogor tahun 1997-1998, dan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya tahun 1998-2001. Pertengahan Maret 2001, dia pun dinaikkan dengan penugasan sebagai Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Jawa Barat, hingga 2004. Di tengah kesibukannya, dia pun terus mengasah pengetahuan hukumnya dengan menekenuni Program Pasca Sarjana FH UII, Yogyakarta (Strata 2) hingga memperoleh gelar Magister Hukum tahun 2002.
Tahun 2004, dia pun dipromosikan sebagai Wakil Ketua Pengdilan Tinggi Kendari. Pada tahun itu juga, dipromosikan sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Kendari (2004-2006). Setelah dua tahun menjabat Ketua Pengadilan Tinggi Kendari, dia dipromosikan menjabat Ketua Pengadilan Tinggi Makassar (2006-2008). Sebuah jabatan yang tidak mudah diraih oleh para hakim. Apalagi, bagi Arsyad, rumah jabatan Ketua Pengadilan Tinggi Makassar, itu punya kisah (kenangan) menarik. Di rumah jabatan Ketua PT Makassar itu, dia pernah ditugaskan sebagai “satpam” menjaga rumah tersebut. Kali ini, dia menginjakkan kaki kembali di rumah jabatan itu, bukan lagi sebagai ‘satpam’ melainkan sebagai Ketua Pengadilan Tinggi, pejabat penghuni rumah yang dijaga dua orang satpam.
Di tengah kesibukannya sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Makassar, dia pun memperdalam keahliannya di bidang hukum dengan mengikuti Program Pasca Sarjana FH UI, Jakarta (Strata 3) hingga meraih gelar Doktor tahun- 2007. Dia memang seorang hakim yang selalu haus akan ilmu pengetahuan hukum. Selain mengasah pengetahuannya dalam pendidikan formal, dia pun telaten mengikuti berbagai pendidikan non-formal. Antara lain mengikuti Seminar E-Commerce for Business Owners (i-Secura (PT. Secura Agradi), Jakarta, 2000) dan Seminar E-Commerce dalam Perdagangan Efek di Bursa Efek (PT. Bursa Efek Surabaya, Surabaya, 2000).
Juga mengikuti Seminar Mengkritisi UU Tindak Pidana Korupsi (Ikadin Cabang Bandung, Dirjen Administrasi Hukum Departemen Kehakiman dan HAM RI, Bandung, 2001) dan Seminar Nasional “Menuju Good Governance and Clean Governance Melalui Peningkatan Integritas Sektor Publik dan Swasta (Dalam Semangat Konvensi PBB Menentang Korupsi), (Ditjen Multilateral Politik dan Sosial – Departemen Luar Negeri RI, Jakarta, 2004). Lalu, Seminar Pengkajian Hukum Nasional 2005 “Implikasi Amandemen Konstitusi dalam Pembangunan Hukum di Indonesia” (Komisi Hukum Nasional (KHN) Republik Indonesia, Jakarta, 2005). Lokakarya Tentang Penerapan Dan Interpretasi Undang-Undang Anti Korupsi (UNODC, MARI, Departemen Hukum dan HAM RI, Kendari, 2005). National Integrity Meeting tentang Penerapan dan Interpretasi Undang-Undang Anti Korupsi (UNODC, MARI, Departemen Hukum dan HAM RI, Jakarta, 2006). Studi Perbandingan Hukum Indonesia – Belanda (MARI, Belanda, 1986). Studi Perbandingan Hukum Indonesia – Australia (MARI, Australia, 2000) dan Studi Perbandingan Hukum Indonesia – Jepang (MARI – JICA, Jepang, 2006).
Untuk menjaga kebugarannya, suami dari Hj. Enny Arsyad Sanusi, ayah enam orang anak dan kakek dari 15 orang cucu, ini selalu menyempatkan diri berolah raga. Dia senang olahraga golf, tenis dan sepakbola. Bahkan pria tinggi tegap ini sempat menjadi pelatih nasional tenis meja. Dia selalu menikmati tayangan olahraga di layar kaca televisi. Belakangan, karena faktor usia, dia hanya memainkan olah raga golf, terkadang bersama dengan anaknya. Bio TokohIndonesia.com | Ch. Robin Simanullang