Violis Indonesia Kelas Dunia

Idris Sardi
 
0
1069
Idris Sardi
Idris Sardi | Tokoh.ID

[ENSIKLOPEDI] Violis, komponis dan ilustrator musik untuk film, ini pantas digelari Sang Maestro Musik Indonesia. Dia violis (musisi) Indonesia berkelas dunia. Pria kelahiran Jakarta, 6 Juni 1939, itu telah menggesek biola sejak usia enam tahun. Dia bangga menggesek biola dengan sentuhan roh etnis Indonesia, meski dari kecil sudah terlatih dalam irama biola klasik Barat.

Idris Sardi lahir dari keluarga berdarah seni. Dia mewarisi seni dari kakek dan ayah-ibunya. Kakeknya pemain musik di Keraton Yogyakarta. Sang ayah, M. Sardi, seorang pemain biola ternama, yang juga menjadi illustrator film Indonesia. Ibunya, Hadidjah, seorang bintang film. Ilustrasi film Rencong Aceh yang dibintangi ibunya, Hadidjah, adalah karya dari ayahnya.

Ketika anak sulung dari delapan bersaudara ini dalam usia enam tahun menggesek-gesek biola dan minta diajari, Sang ayah masih kurang mengacuhkannya. Namun, Idris Sardi kecil terus gigih belajar menggesek biola.

Kemudian pada usia delapan tahun, Idris merasa beruntung sudah berkesempatan belajar menggesek biola pada Nicolai Vorfolomeyeff. Nicolai, seorang musikus pelarian dari Rusia yang kala itu turut memimpin Orkes Radio Jakarta. Idris yang kala itu masih kelas III SD diterima Nicolai sebagai mahasiswa luar biasa Akademi Musik Indonesia (AMI) di Yogyakarta.

Kala Idris masih bocah cilik sudah sangat sibuk. Dia praktis tidak menikmati kehidupan seperti bocah cilik lainnya, bermain klereng dan petak-umpet. Pagi hari dia harus ke RRI, sebelum ke sekolah. Siangnya kuliah sebagai mahasiswa luar biasa AMI. Sorenya ke RRI lagi.

Si bocah kecil, nan ajaib, yang masih memakai celana pendek, itu sudah lincah bermain biola, laksana Mozart dalam komposisi. Ketika usianya baru sepuluh tahun, pada 1949, Idris pertama kali berkesempatan ikut dalam konser Akademi Musik Indonesia (AMI) di Gedung Negara, Yogyakarta. Pada penampilan pertamanya itu, dia mendapat sambutan hangat dari penonton. Si bocah kecil, nan ajaib, yang masih memakai celana pendek, itu sudah lincah bermain biola, laksana Mozart dalam komposisi. Dia pun menjadi rebutan penontonnya, yang antre menyalami seusai pagelaran.

Di antara penonton dan gurunya yang ikut antre menyalami, juga ada ayahnya, M. Sardi. Sang ayah, tampaknya baru sadar atas bakat dan keahlian anaknya yang luar biasa, bahkan akan melebihinya. Sadar akan hal itu, Sang ayah, makin mendorong dan mendukungnya.

Ketika Sekolah Musik Indonesia (SMIND), Yogya, dibuka, tahun 1952, Idris pun diterima masuk walau sebenarnya persyaratan harus lulusan SMP atau yang sederajat. Padahal Idris belum lulus SMP, namun karena permainannya yang luar biasa, dia bisa diterima sebagai siswa SMIND tersebut.

Bahkan Nicolai Varvolomejeff, pimpinan orkes siswa SMIND, tahun 1952, telah mempercainya sebagai concert master, duduk bersanding para siswa usianya lebih tua dari dia, di antaranya violis Suyono.

Selain Nicolai Varvolomejeff, guru biola yang memoles Idris adalah George Setet di Yogyakarta (1952-1954) dan Henri Tordasi di Jakarta (1954), keduanya berasal dari Hongaria, negeri yang terkenal punya pemain biola unggul.

Advertisement

Kesungguhan belajar dan ditambah dukungan Sang ayah, tak sia-sia. Maka, ketika ayahnya, M. Sardi meninggal dunia pada 1953, Idris yang masih berusia 14 tahun sudah kompeten menggantikan kedudukan Sang ayah sebagai violis pertama merangkap pimpinan Orkes RRI Jakarta. Ketika itu, honornya Rp. 1.400, lebih tinggi Rp. 150 dari honor ayahnya.

Sejak itu, nama violis Idris Sardi semakin kesohor, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di mancanegara. Dia semakin mendalami dunia musik biola serius, idolisme Heifetz. Padahal, waktu itu belum ada musik serius yang bisa hidup sehat di Indonesia. Nicolai, gurunya, sendiri pernah mengingatkannya, agar dia siap kecewa, atau harus siap berkelana ke luar negeri.

Maka pada tahun 60-an, Idris mulai beralih dari dunia musik biola serius, idolisme Heifetz, ke musik biola bernuansa komersialisasi Helmut Zackarias, yang mengaung-ngaung. Akibatnya, para pengamat musik menudingnya sebagai pelacur musik dari dunia musik serius ke komersil.

Idris sendiri seorang seniman (musisi) berbakat hebat yang hidup dalam dunia nyata. Dia juga harus realistis. “Itu satu-satunya jalan pada waktu itu untuk tetap hidup pada profesi saya,” kata Idrisi. Karena waktu itu, tipe Zackarias-lah yang bisa laku dan diminati publik. Apalagi di Indonesia, kala itu, belum ada musik serius yang bisa hidup sehat.

Idris Sardi pun sukses sebagai ilustrator dan penata musik film. Dia pun meraih beberapa penghargaan komponis dan ilustrator musik untuk film. Di antaranya piala citra untuk Penata Musik Terbaik film: Pengantin Remaja (1971), Perkawinan (1973), Cinta Pertama (1974), Sesuatu yang Indah (1977), Budak Nafsu (1984), Doea Tanda Mata (1985), Ibunda (1986), Tjoet Nja Dhien (1988), Noesa Penida (1989), dan Kuberikan Segalanya (1992).

Dalam kehidupan rumah tangga, Idris Sardi menikah tiga kali. Pemain film Santi Sardi dan pemeran muda Indonesia Lukman Sardi adalah buah cinta pernikahannya dengan Zerlita. Ia pun pernah menikah dengan model dan bintang film Marini, yang kemudian berakhir dengan perceraian. Lalu, dia menikah untuk ketiga kalinya dengan Ratih Putri.

Idris Sardi juga mempunyai seorang murid yang telah sukses menjadi violis perempuan papan atas Indonesia, yaitu Fayza Maylaffayza Wiguna. Menurut Fayza Maylassayza, gesekan Idris, mengandung kekuatan irama yang sukar diikuti. “Termasuk menampilkan presisi ritmik dan penentuan kelincahan dalam pasase cepat,’ ujarnya. * Tian Son Lang, dari berbagai sumber

Data Singkat
Idris Sardi, Violis, Komponis dan Ilustrator Musik / Violis Indonesia Kelas Dunia | Ensiklopedi | musisi, Seniman, Maestro, Violis, Komponis, Biola, Ilustrator Musik

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini