Drummer Jazz Berbagai Genre
Benny Mustapha
[DIREKTORI] Di blantika musik jazz Tanah Air, ia merupakan seorang dari sedikit drummer Indonesia yang piawai menggunakan brush (sapu) dalam permainan musiknya. Drummer serba bisa ini pernah bergabung dalam beberapa grup musik jazz yang memainkan dixieland, swing, cool jazz, bebop, hardbop hingga jazz latin. Diantaranya Ireng Maulana All Stars, Indonesian All Stars dan Eka Sapta yang terkenal pada dasawarsa 60-an.
Pemilik nama lengkap Benny Mustapha Van Diest ini lahir di Jakarta, 22 September 1939. Ia mulai mempelajari teknik menabuh drum di usia 18 tahun. Guru drum Benny adalah Bart Risakotta yang pernah bermain bersama Nick Mamahit Trio. Benny Mustapha mulai berkiprah sebagai pemain drum profesional ketika bergabung dengan band Quinta Nada pada tahun 1957 di Jakarta. Untuk mengembangkan kemampuan bermusiknya, ia berangkat ke Amerika Serikat pada tahun 1963 atau enam tahun setelah debut profesionalnya. Di negeri Paman Sam itu, Benny mengikuti New York World Fair 1964. Pengalaman Benny kian bertambah setelah ia berkeliling benua Eropa dan Afrika di tahun 1965.
Sementara untuk kiprahnya di Tanah Air, penggebuk drum yang lihai memainkan segala genre musik jazz ini terbilang sudah kenyang pengalaman. Ia pernah bergabung dengan banyak grup musik. Salah satu grup yang pertama kali melejitkan nama Benny Mustapha di pentas musik nasional adalah Eka Sapta Band. Grup band tersebut didirikannya pada tahun 1963 bersama Bing Slamet (bongo, konga), Ireng Maulana (gitar), Idris Sardi (bas, biola), Itje Kumaunang (gitar), Darmono (vibraphone), dan Kamid (konga). Namun karena kesibukannya di berbagai kegiatan, posisi Benny di Eka Sapta akhirnya digantikan oleh Eddy Tulis.
Selanjutnya di tahun 1967, setelah kebersamaannya dengan Eka Sapta Band berakhir, Benny kemudian bergabung dalam grup musik Indonesian All Stars bersama Jack Lesmana, Bubi Chen, Maryono dan Jopie Chen. Sepanjang karirnya bersama Indonesian All Stars, Benny dkk berkenalan dengan Tony Scott, pemain klarinet asal New York, Amerika Serikat, yang kebetulan pada saat itu sering datang ke Indonesia. Selama 6 bulan mereka sering bertemu hingga akhirnya tercetus ide untuk menggabungkan musik Barat dan Timur.
Gayung pun bersambut, kebetulan Tony Scott sangat tertarik dengan musik tradisional Indonesia seperti gamelan, suling, siter, dan alat musik perkusi tradisional. Scott kemudian mengajak Indonesian All Stars untuk menggarap sebuah album kolaborasi yang bertema Timur bertemu Barat. Karena kebetulan Indonesian All Stars tampil di Berlin Jazz Festival, album pun sekalian dibuat di sana. Album rekaman yang diberi judul Djanger Bali itu dibuat di Villingen-Schwenningen, Black Forrest pada 27 dan 28 Oktober 1967.
Setelah cukup sukses mengibarkan bendera Indonesian All Stars, Benny berkarya bersama grup musik Indonesia VI, yang anggotanya antara lain Mus Mualim, Maryono, Idris Sardi, Sadikin Zuchra, dan Tjok Sinsoe, di tahun 1970. Mereka tampil dalam Expo 1970 di Osaka, Jepang. Di ajang tersebut, Benny dan rekan-rekannya menyuguhkan warna musik yang cukup unik yakni mengawinkan jazz dengan gamelan.
Kontribusi Benny dalam sejarah perkembangan jazz di Indonesia tak bisa dipandang sebelah mata. Bersama tokoh musik jazz legendaris Jack Lesmana, ia turut berpartisipasi menyelenggarakan pertunjukkan musik jazz yang rutin digelar di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Satu tahun berselang, Benny bermain di Flamingo Niteclub dan Hotel Amasador, Jakarta bersama gitaris Kiboud Maulana. Masih bersama Kiboud, Benny kemudian ikut memprakarsai terbentuknya band Ayodya II yang turut melibatkan musisi Maryono. Sayangnya, grup musik itu hanya mampu bertahan selama dua tahun sampai akhirnya memutuskan bubar.
Dengan segudang pengalamannya, kemampuan Benny sebagai salah satu drummer terbaik di masa itu sudah tak perlu disangsikan lagi. Ia bahkan pernah diundang sebagai musisi pengiring penyanyi Titiek Puspa saat tampil di Hotel Merlin, Kuala Lumpur, Malaysia. Selain tampil di negara berjuluk Negeri Jiran itu, ia juga kerap menunjukkan kebolehannya menabuh drum di kafe-kafe jazz di sekitar Singapura.
Kontribusi Benny dalam sejarah perkembangan jazz di Indonesia tak bisa dipandang sebelah mata. Bersama tokoh musik jazz legendaris Jack Lesmana, ia turut berpartisipasi menyelenggarakan pertunjukkan musik jazz yang rutin digelar di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Di samping itu, Benny juga pernah membawakan musik berirama dixieland dalam sebuah grup musik yang dipunggawai oleh Jack Lesmana, Oele Pattiselanno, Didi Chia, Benny Likumahuwa, Trisno, dan beberapa musisi lainnya. Kala itu mereka sering tampil di Hotel Indonesia, Jakarta.
Karir Benny terus melesat setelah di tahun 1978, ia bergabung dalam Ireng Maulana All Stars yang beranggotakan Ireng Maulana (gitar dan banjo), Benny Likumahuwa (trombone), Hendra Wijaya (piano), Maryono (saksofon), Karim Tes (trompet) dan Roni Isani (bass). Bersama rekan-rekannya itu, Benny tampil dalam acara jazz akbar North Sea Jazz Festival, di Den Haag, Belanda.
Di usianya yang sudah sepuh, Benny masih mendapat tempat di hati para penggemar jazz. Seperti saat perhelatan Jakarta International Java Jazz Festival (JJF) Maret 2010 lalu. Lewat ajang yang diadakan di JIEXPO, Kemayoran, Jakarta itu, ia ingin menunjukkan bahwa dirinya masih ada dan masih mampu berkarya. “Terus terang, saya ada ide baru, tampil dengan yang muda-muda, soalnya yang muda-muda kan penerus,” tutur Benny yang saat itu tampil bersama Indra Lesmana (piano), Nikita Dompas (gitar), dan Yance Manussama (bas) dalam Benny Mustafa Quartet seperti dikutip dari situs kompas.com.
Diapit oleh pemusik dari generasi yang berbeda, Benny berusaha menyuguhkan sesuatu yang berbeda pula. “Kami berusaha untuk menunjukkan yang lain, jangan hanya mengadaptasi dari luar saja, tapi coba lihat banyak juga kok potensi dari dalam negeri sendiri,” tuturnya. Bagi Benny, bermain dengan para pemusik yang lebih muda bisa membuatnya senang meskipun rasa lelah mendera. “Jadi Om itu senang banget bisa main bareng Indra, Yance, dan Nikita, tapi capek juga ya saya, he he he…,” ujar musisi jazz senior yang menyebut dirinya Om ini.
Untuk mengatasi rasa lelah yang menderanya usai tampil menabuh drum di atas pentas, Benny mengaku punya doping khusus. Doping yang dimaksud bukan obat-obatan terlarang melainkan segelas susu. Selain itu, menurut Benny, yang terpenting adalah rasa senang di hati. “Kalau kita sedih hati, mau main dengan siapa saja tetap saja enggak senang. Gitu aja sih,” katanya menekankan. Ditunjang dengan doping susu dan perasaan yang senang, Benny bersama Indra, Nikita, dan Yance, berhasil menyuguhkan tujuh lagu lama dalam pertunjukan mereka dalam JJF 2010. eti | muli, red