Lantunkan Nada Tinggi dengan Indah
Aning Katamsi
[DIREKTORI] Selama hampir tiga dekade, ia bertekun sebagai penyanyi seriosa yang tampil di kancah nasional maupun internasional. Pengajar piano dan vokal di YPM ini juga pernah membawa paduan suara Mahasiswa Paragita Universitas Indonesia menyabet berbagai penghargaan. Lewat bukunya berjudul “Klasik Indonesia: Komposisi Vokal dan Piano”, ia membagikan sebagian koleksinya untuk penikmat musik klasik Indonesia.
Solois sopran bernama asli Ratna Kusumaningrum ini lahir di Cilacap pada 3 Juni 1969. Sejak kecil ia tumbuh dalam lingkungan keluarga pecinta seni. Sang ayah, Amoroso Katamsi, selain berprofesi sebagai dokter dan perwira angkatan laut juga berkecimpung di dunia akting. Ia pernah memerankan Soeharto dalam film kontroversial, G30S/PKI. Sedangkan ibunda Aning, Prawanengrum Katamsi, dikenal sebagai legenda musik seriosa Indonesia. Perempuan yang telah berpulang pada tahun 2006 lalu itu bahkan kerap dijuluki sebagai Ibu Seriosa Indonesia.
Bakat menyanyi dari Prawanengrum kemudian diwariskan pada ketiga anaknya. Selain Aning, dua kakaknya yakni Ratna dan Doddy juga menggeluti musik klasik. Berbeda dengan musik pop atau aliran musik lainnya, musik klasik memang membutuhkan wawasan bermusik yang cukup tinggi. Minimal bisa membaca notasi balok, tahu teknik produksi suara, dan pernapasan ala klasik. Mungkin itulah yang menjadi alasan mengapa tidak banyak penyanyi Indonesia yang menekuni genre musik klasik dengan menjadi penyanyi seriosa.
Di bawah bimbingan ibunya, Aning mendapat pelajaran vokal pertamanya. Tak hanya itu, Aning juga banyak mendapatkan pemahaman tentang etos kerja musisi, dedikasi, dan pendekatan artistik terhadap musik dari ibunya. “Saya termasuk orang yang beruntung karena ibu saya seorang penyanyi klasik di masa lagu-lagu itu diciptakan. Sehingga, paling tidak saya menyimpan hampir seluruh partitur lagu seriosa yang sering beliau nyanyikan. Karena sering mendengar ibu saya dan rekan-rekannya, sesama penyanyi, menyanyikannya, baik saat latihan maupun pementasan, saya memiliki referensi bagaimana cara membawakan lagu-lagu tersebut,” kata Aning Katamsi seperti dikutip dari blog Lambertus Hurek.
Penyanyi seriosa yang dalam setiap penampilannya selalu bersahaja namun tetap anggun dan elegan ini, berhasil menafsirkan ratusan karya komposer-komposer kelas dunia dengan cermat dan pemahaman yang mendalam, sebut saja Stabat Mater (Pergolesi), Requiem (Mozart), Missa in C Minor (Mozart), Symphony no 9 (Beethoven), dan Dixit Dominus (Handel).
Setamat SMA, Aning memutuskan meneruskan studinya di Jurusan Fisika Fakultas MIPA, Universitas Indonesia. Meski begitu, ia masih tekun mendalami musik. Setelah kuliahnya rampung, Aning Katamsi memilih musik sebagai jalan hidupnya. Bungsu dari tiga bersaudara itu kemudian kian serius mempelajari musik di Yayasan Pendidikan Musik (YPM) yang diasuh oleh Catherina W Leimena. Selain menimba ilmu pada Catherina, penyanyi seriosa senior yang pernah menuntut ilmu di Conservatorio de musica “Giuseppe Verdi”, Milan, Italia ini, juga pernah mendapat bimbingan dari Lee Alison Sibley dan master class dari Ruth Drucker, Andrea Ehrenreich, Adib Fazah, dan Rudolf Jansen. Di YPM, selain pendidikan vokal, Aning juga belajar piano di bawah asuhan Susiana A Wibowo dan salah satu sesepuh dalam dunia musik klasik Indonesia, Iravati M. Sudiarso.
Pada tahun 1985, Aning merintis karirnya di blantika musik klasik sebagai solois sopran. Mulanya, ia mengikuti acara Seriosa Remaja di TVRI. Kemudian di tahun 1987, ia berhasil keluar sebagai jawara Lomba Bintang Radio dan Televisi untuk kategori seriosa.
Penyanyi seriosa yang dalam setiap penampilannya selalu bersahaja namun tetap anggun dan elegan ini, berhasil menafsirkan ratusan karya komposer-komposer kelas dunia dengan cermat dan pemahaman yang mendalam, sebut saja Stabat Mater (Pergolesi), Requiem (Mozart), Missa in C Minor (Mozart), Symphony no 9 (Beethoven), dan Dixit Dominus (Handel). Dalam interpretasinya, selalu ada alasan artistik: Mengapa not ini dinyanyikan demikian, mengapa kalimat itu harus disambung, mengapa komposer ini meminta penyanyinya untuk menyanyi dalam gaya tertentu, bagi Aning semua itu merupakan proses pembelajaran.
Keistimewaan seorang Aning Katamsi yang lain adalah caranya mengekspresikan serta merangkai kalimat dalam suatu legato yang luar biasa. Warna suaranya yang indah, mendapat pujian dari kritikus musik Ninok Leksono. Ninok bahkan mensejajarkan suara Aning dengan suara emas milik Renata Tebaldi. Menurut Aning, kemampuannya menyanyi hingga nada tinggi adalah karunia yang sangat besar dari Allah. Dengan karunia itu pula, ia bisa berkarya, berkarier, hingga kesempatan pun terbuka dan terbentang luas di hadapannya.
Selain tampil dalam resital tunggal, istri Januar Asmoro ini juga sering berkolaborasi dengan berbagai orkestra di Tanah Air, seperti Orkes Simfoni Jakarta, Twilite Orchestra, Nusantara Symphony Orchestra, dan Jakarta Chamber Orchestra.
Pada tahun 1990 atau lima tahun setelah memulai debutnya, ibu dua anak ini menularkan ilmunya dengan menjadi pengajar di paduan suara Mahasiswa Paragita UI hingga tahun 2000. Di bawah komando Aning, kelompok paduan suara itu berhasil menyabet berbagai penghargaan baik di tingkat nasional maupun internasional. Aning juga tercatat sebagai pengajar piano dan vokal di YPM. Bersama para murid YPM dan Orpheo (Gluck) serta Orkes Remaja Bina Musika, ia pernah tampil membawakan karya Purcell, Dido dan Aeneas serta ikut tampil dalam pementasan Le Grande Opera dari Amerika Serikat yang dipimpin oleh Adib Fazah, dalam kunjungan mereka ke Jakarta.
Wanita berjilbab ini juga kerap mengharumkan nama bangsa di mancanegara. Pada 2007, Aning tampil di Jepang sebagai solois dalam Mass in Es (Weber) bersama Batavia Madrigal Singers dengan konduktor Avip Priatna yang bekerja sama dengan Orchestra Ensemble Kanazawa. Dua tahun berselang, tepatnya Oktober 2009, ia mendapat kehormatan untuk berpartisipasi dalam ajang Ambassador Concert Series di Praha, Republik Ceko. Selama satu jam Aning menyanyikan berbagai lagu klasik pada konser digelar di gedung Martinu Hall dengan tajuk “European Songs in a Voice of Indonesian”. Penampilannya diawali dengan lagu An Chloe dan Das Veilchan dari Mozart, lalu Suleika op. 34 no 4 dan op. 57 no. 3 serta Venetianisches Gondellied op 57 no. 5 dari Mandelssohn-Bartholdy, kemudian Lachen un Weinen dan Gretchen am Spinnrade dari Schubert serta beberapa lagu lain dalam berbagai bahasa.
Aning juga menyanyikan lagu Setitik Embun dan Gadis Bernyanyi di Cerah Hari gubahan Mohtar Embut. Tidak lupa sebagai tanda persahabatan kedua bangsa, Aning menyanyikan lagu Ceko karangan Antonin Dvorak yang berjudul Kdyz Mne Stara Matka yang artinya “nyanyian yang diajarkan Ibu”.
Di akhir penampilannya, Aning menembangkan lagu Indonesia Pusaka. Tembang pamungkas gubahan Ismail Marzuki yang diaransemen ulang oleh Aisha Sudiarso Pletscher dengan nada-nada gamelan itu mampu membuat haru para warga Indonesia, yang menyakisan penampilannya.
Seperti dikutip dari situs antaranews.com, Romana Pulchartova, Direktur Ambassador Concert Series (ACS), menjelaskan bahwa Aning dihadirkan karena kelebihannya sebagai seorang penyanyi Sopran. “Aning, yang khusus datang dari Indonesia, telah berprestasi di tingkat dunia yang bisa disejajarkan dengan para pengisi acara ACS lain sepanjang tahun ini,” kata Pulchartova, dalam siaran pers KBRI Praha kepada Antara. Sementara itu, Duta Besar Indonesia untuk Republik Ceko, Salim Said, pada pembukaan acara, mengungkapkan bahwa tujuan menghadirkan Aning Katamsi untuk memperkenalkan Indonesia, yang tidak saja kaya akan kesenian tradisional tetapi juga mempunyai penyanyi klasik yang handal.
Di negeri sendiri, sebagai penyanyi seriosa, Aning Katamsi tergolong luwes. Ia tak hanya mampu berkolaborasi dengan sesama musisi klasik tapi juga seniman dari beragam genre musik, seperti Chrisye, Iwan Fals, Atiek CB, bahkan biduan dangdut lis Dahlia.
Pada 27 Oktober 2010, Aning menggelar konser untuk memperingati 25 Tahun kiprahnya di dunia seni vokal yang mengusung tema “Benang Merah Cinta”. Konser ini tidak hanya untuk menandai kiprah Aning di dunia musik klasik, tapi juga sebagai penanda sebuah perjalanan hidupnya dengan berbagai peran yang disandangnya dengan penuh dedikasi.
Dalam konser yang dihelat di Usmar Ismail Hall, Gedung Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, Kuningan, Jakarta Selatan itu, Aning membawakan 15 komposisi yang semuanya bertema cinta, dibagi dalam dua bagian. Bagian pertama, Aning melantunkan tembang-tembang puitis (art song) karya sejumlah komponis kawakan, antara lain Franz Schubert, Robert Schumann, Johannes Brahms, dan Richard Strauss. Pada bagian kedua, ia menyanyikan aria dari beberapa opera karya Mozart, Bizet,dan Puccini. “Semua komposisi itu adalah lagu-lagu bertema cinta yang sangat saya sukai,” kata Aning.
Pagelaran Benang Merah Cinta malam itu ditutup dengan lagu Indonesia Pusaka karya Ismail Marzuki. Menurut Aning, lagu ini merupakan ungkapan cintanya terhadap Tanah Air tempatnya berkiprah. “Ini sebagai ungkapan cinta saya akan Tanah Air Indonesia,” kata Aning seusai pentas seperti dikutip dari situs tempointeraktif.com.
Sayangnya, pergelaran yang baik dan telah dipersiapkan Aning sejak awal 2010 itu tak mampu menyedot banyak penonton. Puluhan bangku di ruangan berkapasitas sekitar 400 orang itu masih tampak kosong. Para penonton yang datang pun sebagian di antaranya kerabat dan kenalan dekat Aning. Meski begitu, Aning bergeming. Ia akan terus melangkah di jalur musik klasik yang telah seperempat abad digelutinya. “Konser ini bisa dibilang menjadi titik awal saya melangkah untuk sejumlah rencana ke depan yang akan saya garap,” ujar wanita berkacamata ini.
Dedikasi Aning sebagai penyanyi seriosa semakin ia tunjukkan dengan meluncurkan sebuah buku berjudul “Klasik Indonesia: Komposisi Vokal dan Piano” pada tahun 2008. Dalam buku dokumentasi lagu klasik Indonesia terbitan Gramedia Widiasarana Indonesia ini, Aning membagikan segelentir koleksinya untuk penikmat musik klasik Indonesia. Buku tersebut menampilkan tiga komponis musik klasik Tanah Air, yakni Binsar Sitompul (1923-1991), FX Soetopo (1937-2006), dan Mochtar Embut (1934-1973).
Sebanyak 22 komposisi karya tiga musisi itu dimuat dalam buku ini, yaitu Cintaku Jauh di Pulau, Bukit Hitam, Elegie, Bebur, Natalku ke-9, Puisi Rumah Bambu, Awan, Bagi Kekasih, Doa, Renungan di Makam Pahlawan, Tempat Bahagia, Saudade, T’rima salamku, Tembang Ria, Kasih dan Pelukis, Sandiwara, Segala Puji, Gadis Bernyanyi di Cerah Hari, Setitik Embun, Srikandi, dan Senja di Pelabuhan Perahu.
Publikasi Klasik Indonesia yang digarap Aning patut mendapat apresiasi, mengingat banyaknya kalangan yang selama ini mengeluhkan sulitnya menemukan partitur musik seriosa Indonesia. Aning mengaku tak mengejar keuntungan materi, idenya mengeluarkan buku tersebut murni didorong idealismenya. “Saya merasa memiliki tanggung jawab moral terhadap karya-karya komponis musik klasik kita. Saya ingin karya-karya mereka mudah didapatkan oleh siapa saja yang mau mempelajarinya,” ujar ibu dari Varizka dan Renggani ini. Namun dari sekian pencapaian dan prestasi yang telah diukirnya, ada satu impian yang hingga kini belum diwujudkannya yakni berdakwah melalui seni musik dan suara. muli, red