Lesatkan Bursa Efek Jakarta

Erry Firmansyah
 
0
627
Erry Firmansyah
Erry Firmansyah | Tokoh.ID

[DIREKTORI] Sejak dipilih menjadi Direktur Utama PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada RUPS 15 April 2002, satu program utama lelaki kelahiran Bandung 18 September 1955, Erry Firmansyah adalah meninjau kembali keberadaan perusahaan anggota bursa (emiten). Syarat perusahaan untuk masuk bursa  dipermudahnya. Asal perusahaan sehat, belum untung tidak apa-apa, yang penting prospektif memperoleh laba. Terobosannya, melesatkan BEJ. 

Bersamaan itu, dia juga mengincar tak kurang 5.000 perusahaan baru agar mau masuk bursa. Kalau para pengusaha mengandalkan dana untuk pengembangan modal hanya dari jasa perbankan, maka, dana yang didapat sangat terbatas. Padahal, perusahaan anggota bursa yang memiliki kinerja baik akan bisa mendapatkan dana yang tidak terbatas dari pasar modal.

Syarat perusahaan untuk masuk bursa lalu dipermudahnya. Kata Erry, asal perusahaan sehat, belum untung tidak apa-apa yang penting prospektif memperoleh laba. Cuma butuh waktu 45 hari sejak didaftarkan di Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam).

Keberaniaan Erry mengajak ribuan perusahaan masuk bursa didukung oleh kenyataan bahwa masyarakat sesungguhnya mempunyai potensi besar sebagai investor pasar modal. Ada 3,5 juta rakyat Indonesia yang mempunyai pendapatan perkapita setara penduduk Singapura. Dia pun melihat, seliweran mobil-mobil mewah seperti Jaguar, BMW seri 7 maupun Porche menunjukkan ada banyak orang kaya di Jakarta maupun di kota-kota besar lain. Mereka potensial untuk digarap.

Jika ingin contoh lain, bisnis bagi hasil agrobisnis Alam Raya di Sukabumi yang berhasil mengumpulkan dana masyarakat hingga ratusan milyar rupiah, belum lagi puluhan perusahaan agribisnis sejenis yang ternyata cenderung lebih merugikan masyarakat, menunjukkan kuatnya kemampuan kapital rakyat banyak. Namun mereka kurang memperoleh informasi investasi yang ideal dan aman.

“Kenapa ini sering terjadi? Kenapa investor tidak membeli saja saham di pasar modal yang sudah jelas. Ini berarti pasar modal kita masih kurang populer atau memang karena masyarakat kita senang ditipu?,” Erry Firmansyah, lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tahun 1981 ini mencoba beretorika. “Saya menyadari bahwa pasar modal atau bursa efek belum begitu dikenal masyarakat. Jadi, kita perlu sosialisasi lagi.”

Erry, ayah dua orang anak laki-laki ini sudah bertekad bulat menjadikan pasar modal sebagai lahan investasi yang menarik. Demi gong popularitas bursa saham, di awal tahun 2004 dia mengajak Presiden Megawati dan sejumlah anggota kabinet menyaksikan langsung pembukaan perdagangan perdana saham di BEJ. Kerjasama dengan pers pun dieratkan. Apa yang dia peroleh memang istimewa. Ketika pertamakali memimpin BEJ dia hanya berharap angka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) stabil pada posisi 550. Namun setelah Ibu Presiden dan para menteri menunjukkan dukungan pada produk kapitalis ini angka dimaksud nyaris sudah mendekati 800 –setelah sempat menembus angka 785.

Bursa Efek Jakarta diakui masih belum seberapa dibanding bursa asing seperti Nasdaq, New York Stock Exchange, atau bursa saham di London, Jepang, Hong Kong dan lain-lain. Selain angka IHSG masih rendah, anggota bursa masih sedikit, usia keaktifan BEJ pun baru seperempat abad. Namun adalah Erry Firmansyah yang piawai memainkan setiap gejolak yang ada di bursa asing terkenal demi memperoleh dana dari investor luar. Seperti, pernah runtuhnya berbagai indeks di bursa asing sebagai efek domino skandal akuntansi Amerika Serikat yang telah menenggelamkan raksasa Enron, WorldCom, dan Merck itu berhasil dimanfaatkan Erry sebagai peluang mengundang investor asing masuk ke BEJ.

“Pasar modal Indonesia tidak lebih buruk dari Amerika,” kata Erry Firmansyah mencoba bijak tanpa bermaksud berapologi atas berbagai skandal yang juga pernah menimpa BEJ. Dia lalu semakin giat mempercantik bursa agar laku dipertontonkan di hadapan investor asing. Sementara kepada investor lokal Erry sudah berketetapan hati bahwa segenap jajaran direksi BEJ harus melakukan road show ke kota-kota besar untuk menjelaskan pasar modal, mulai Sumatera hingga Indonesia Bagian Timur.

Erry menunjukkan, ada indikator sederhana yang bisa membuktikan keberhasilan dana nganggur milik asing telah masuk ke Indonesia melalui BEJ, terutama pasca kejatuhan Enron, WorldCom, dan Merck. Menurutnya, pada tahun 2001 rata-rata transaksi harian di BEJ 603,2 juta lembar saham senilai Rp 396 miliar. Pada tujuh bulan pertama tahun 2002, volume transaksi saham menjadi 861,8 juta lembar saham senilai Rp 576,1 miliar.

Advertisement

Indikator lain, pada private placement PT Telkom 92 persen dana yang terserap berasal dari investor asing, demikian pula saat penjualan perdana (IPO) PT Surya Citra Media pengelola stasiun TV SCTV itu 80 persen pemesan saham adalah asing. Erry pun meyakini bahwa dana-dana asing lainnya tidak lagi mengarah hanya ke saham-saham blue chips berkapitalisasi besar, melainkan telah pula menyentuh saham second liner, seperti saham consumer product, chemical, dan farmasi.

Erry, lelaki kelahiran Bandung tahun 1955 dikenal sangat profesional. Dia pernah duduk sebagai senior auditor pada kantor akuntan Drs. Hadi Susanto && Co. Antara tahun 1990 hingga 1996 menempati posisi direktur pada PT Lippoland Development, dan sebelum ditunjuk menjadi Dirut BEJ selama beberapa tahun dipercaya sebagai direktur utama pada PT KSEI.

Setelah memimpin BEJ dia mulai merasakan bahwa waktunya dalam sehari semakin singkat saja. Sejumlah hobinya seperti memancing dan jogging mulai jarang disentuh. Dia memang berobsesi agar BEJ bisa setara dengan bursa-bursa penting lainnnya di dunia. Kepada emiten-emiten kecil, yang kebetulan adalah usaha kecil menengah (UKM) yang sedang sakit, coba diperbaiki kinerjanya sebab tidak semua mereka itu jelek. Polesan diperlukan agar bursa tetap memiliki daya pikat terhadap investor.

Pemberian bantuan dirasakan pula sebagai dukungan terhadap keputusan politik pemerintah yang ingin memberikan perlindungan kepada UKM. Kepada emiten kecil yang kurang beruntung atau tidak prospektif, Erry menyebutkan mereka tidak bisa diperlakukan semena-mena sebab sejatinya sebagai anggota bursa mereka telah lebih dahulu lolos dalam review yang dilakukan Bapepam serta seleksi BEJ. Karena itu, dipesakannya agar sebaiknya investorlah yang lebih selektif agar tidak mudah termakan rumor.

Pesan itu disampaikan Erry terkait pula dengan posisinya sebagai Dirut BEJ yang harus membantu anggota sekaligus menyehatkan bursa. Karena itu dia sudah membuang jauh-jauh dari kamusnya tindakan pencoretan perdagangan saham dari bursa atau delisting. Sekali dicoret, yang menjadi pertanyaan Erry adalah bagaimana nasib dan keamanan uang investor emiten tersebut.

Bagi dia, setiap perusahaan yang berkinerja baik namun memiliki keterbatasan modal adalah wajib hukumnya untuk masuk bursa mencari dana secara tak terbatas. Bukan cuma perusahaan, dicontohkannya, klub-klub raksasa olahraga seperti sepakbola dan basket maupun restoran di Amerika, Inggris dan Italia lebih memilih pasar modal untuk mendapatkan dana. Namun sekali masuk bursa tidak perlu berambisi menjadi emiten blue chips, sebab di bursa manapun, contohnya di Amerika, dari ribuan emiten paling hanya beberapa saja yang tergolomg blue chips.

Penyuka mancing dan jogging di hari libur ini menjelaskan pula, jika pendahulunya telah merintis pelaksanaan good corporate governance maka adalah tugas ekstranya sekarang untuk menertibkan para manipulator pasar yang seringkali “menggoreng” harga saham atau melakukan tipuan insider trading. Kasusnya memang rada abu-abu. Pembuktiannya agak sulit. Walau demikian, aku Erry, BEJ dan Bapepam tidak diam atas berbagai kasus yang terjadi. Berdasar pengalamannya, Erry melihat para perlaku sangat canggih menjalankan aksi jahatnya sehingga tidak mudah diungkap.

“Kita sadar ada kelemahan di sini, tetapi susah untuk mengungkapkan dan membuktikannya,” kata Erry. Untuk mengatasi kesulitan itu BEJ dalam jangka pendek akan bekerja lebih erat dengan Bapepam, sekalian meperbaiki peraturan yang ada. Juga akan aktif melakukan sosialisasi kepada para pelaku, dan konsistens memberikan sanksi.

Jika terbukti melakukan insider trading Erry berjanji harus ditangkap tidak peduli lokal atau asing, karyawan, menteri dan siapa pun. ti/haposan tampubolon

***

Erry Firmansyah, Masih Punya Banyak PR

Rabu (2/1/2007) ini merupakan hari perdana perdagangan saham Bursa Efek Indonesia tahun 2008. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan membuka perdagangan saham perdana itu.

Seremoni mengundang para pejabat negara ke lantai bursa sudah dimulai sejak 2004 dengan kunjungan Presiden Megawati Soekarnoputri untuk menyaksikan langsung pembukaan perdagangan perdana saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), yang sebelumnya bernama Bursa Efek Jakarta (BEJ).

Pembukaan kali ini lebih istimewa karena merupakan perdagangan perdana bursa baru. BEI merupakan penggabungan Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya dan baru efektif awal Desember 2007. Pada hari ini juga akan diresmikan logo baru dari bursa baru itu, yang merupakan hasil dari 4.000 usulan logo.

Salah seorang yang turut membidani lahirnya bursa baru adalah Erry Firmansyah, Direktur Utama BEJ dan saat ini menjabat Direktur Utama BEI. “Bursa baru ini lebih banyak tantangannya karena lebih banyak produk. Lihat rambut putih saya, rasanya bertambah banyak,” ujarnya.

Produk BEI lebih banyak karena memang kedua bursa memiliki “barang dagangan” berbeda. BEJ dengan sahamnya dan BES dengan obligasinya. Ayah dari dua anak ini mengatakan, kesibukannya itu membuatnya sudah satu tahun tidak dapat menyalurkan hobi memancing di laut lepas.

Penggabungan kedua produk utama bursa serta peningkatan harga saham dan obligasi sepanjang tahun 2007 menggelembungkan kapitalisasi pasar bursa menjadi lebih dari Rp 2.500 triliun, jauh melebihi simpanan dana pihak ketiga perbankan yang per Agustus Rp 1.400 triliun.

Dana masyarakat sekarang lebih banyak tersedot ke pasar modal dibandingkan ke perbankan. Maklum, tingkat suku bunga tabungan dan deposito makin menciut, sementara imbal hasil di pasar modal lebih menjanjikan walaupun risikonya jauh lebih tinggi.

Bukan orang baru

Erry bukan orang baru di lingkungan pasar modal. Setelah lulus sarjana akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tahun 1981, ia sempat bekerja sebagai akuntan pada kantor akuntan Drs Hadi Sutanto. Selanjutnya pindah ke Grup Lippo dan menjadi direktur tahun 1998.

Setelah berkiprah sebagai pengurus emiten—perusahaan yang mencatatkan sahamnya di bursa—Erry kemudian menjadi regulator dari para emiten dengan menjadi Direktur Utama Kustodian Sentral Efek Indonesia.

Ajang pemilihan direksi BEJ diikutinya tahun 2002. Akhirnya, ia terpilih sebagai Dirut BEJ menggantikan Mas Achmad Daniri, hingga dua periode jabatan. Pada masa transisi bursa hasil penggabungan ini, Erry Firmansyah terpilih kembali dalam jajaran direksi pertama BEI.

Pembicaraan mengenai pasar modal juga tidak jauh dari kehidupan Erry dan keluarga besarnya. Erry bukanlah satu-satunya di keluarga Firmansyah yang menjabat sebagai direktur sebuah perusahaan.

Adiknya, Rinaldy Firmansyah, adalah Direktur Utama PT Telkom Tbk yang merupakan emiten berkapitalisasi pasar terbesar di BEI. Adiknya lagi, Evi Firmansyah, baru saja dilantik sebagai Wakil Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN).

Selain mereka, ada kakak saya yang menjadi dosen,” katanya. Beberapa tahun lalu, Telkom yang juga tercatat sahamnya di Bursa Efek New York terlambat menyampaikan laporan keuangannya, yang merupakan kewajiban emiten. “Ketika ketemu Rinaldy di rumah, saya tanya kenapa laporan keuangan bisa terlambat,” ujar Erry.

Pada saat itu Rinaldy merupakan direktur keuangan Telkom. Apa juga bertanya tentang aksi korporasi?

“Wah…, tentu tidak, tidak boleh. Itu namanya insider trading,” katanya. Di pasar modal ada aturan ketat yang menyatakan, pihak-pihak terafiliasi dengan emiten dan mengetahui informasi orang dalam dan menggunakan informasi tersebut untuk bertransaksi saham dapat dikenakan sanksi.

Sanksi dapat berupa pidana atau denda cukup besar, maksimal Rp 15 miliar. Pihak terafiliasi termasuk anak, istri, suami, kakak, atau adik.

Menurut Erry, tidak ada resep khusus dari orangtua yang menjadikan anak-anak dalam keluarga Firmansyah memiliki karier cemerlang. Ibunya mendidik mereka biasa saja seperti kebanyakan keluarga lainnya. “Kalau saat belajar ya harus belajar, kalau waktunya main ya boleh main,” katanya.

Sang bunda, Hajjah Hasniar, yang lahir di Solok 17 April 1929, baru saja menghadap Penciptanya 12 Desember lalu pada usia 78 tahun. Erry menghabiskan masa kecilnya di daerah Jalan Ciawi, Kebayoran Baru. Ketoprak Ciragil yang tak jauh dari rumahnya merupakan makanan favoritnya.

Sebagai orang yang mengetahui seluk-beluk pasar modal, Erry juga memanfaatkan imbal hasil tinggi di pasar modal dengan berinvestasi pada reksa dana. Direksi dan karyawan BEI dan badan regulator lainnya dilarang berinvestasi langsung pada saham karena berpotensi benturan kepentingan antara fungsi sebagai regulator dan investor.

Bursa merupakan garis depan regulator yang mengetahui sepak terjang emiten, baik aksi korporasi maupun aksi buruk. “Istri saya yang mengatur investasi keluarga pada reksa dana,” ujarnya. Sementara almarhumah ibunya, menurut Erry, secara konservatif berinvestasi pada emas.

Target investor

Semakin banyak keluarga yang berinvestasi di pasar modal merupakan salah satu program kerja Erry sejak ia menjabat Dirut BEJ tahun 2002. Targetnya tidak muluk-muluk, hanya 2 juta investor perorangan hingga akhir 2008.

Namun, pada kenyataannya, beberapa tahun sudah berlalu, tapi angka itu belum tercapai. Ternyata tidak mudah menjaring 2 juta orang.

Belakangan, optimisme Erry meningkat seiring banyaknya produk pasar modal yang dapat diakses investor perorangan dengan nilai minimal investasi rendah.

“Saya berani klaim, saat ini jumlah investor perorangan mencapai satu juta orang. Itu termasuk yang berinvestasi pada saham langsung, membeli obligasi melalui Obligasi Ritel Negara Indonesia (ORI), atau secara tidak langsung melalui reksa dana atau unitlink asuransi,” ujarnya.

Jumlah 2 juta orang ini tentu sangat kecil jika dibanding total penduduk yang mencapai lebih dari 220 juta orang. Membaiknya kinerja pasar modal sering dituduh tidak menyumbangkan apa-apa terhadap sektor riil. Erry menampik anggapan ini.

“Orang dengan gampang bilang indeks tumbuh, tapi sektor riil tidak tumbuh. Tapi, kita lihat sekarang, berapa belanja modal Telkom, berapa belanja modal Astra. Lihat saja berapa banyak orang yang memakai hand phone, berapa banyak kios penjual pulsa menjamur. Tempat cuci motor tumbuh, bengkel juga tumbuh. Itu semua sektor riil,” katanya.

Emiten di BEI hanyalah 340-an dibandingkan ribuan perusahaan yang belum masuk bursa. “Jangan dikatakan bisa langsung menunjukkan pertumbuhan sektor riil. Pertumbuhan sektor riil dari pasar modal pasti ada, tapi jika indeks tumbuh 50 persen tidak mungkin sektor riil tumbuh 50 persen juga,” katanya lagi.

Tahun ini, indeks saham melesat 52 persen. Erry juga tidak ingin menggantungkan perkembangan pasar modal dengan peningkatan jumlah emiten, melainkan dengan mengeluarkan produk-produk derivatif. Pengalaman pahit sudah dirasakan, sukarnya mengembangkan produk derivatif seperti kontrak opsi saham dan indeks LQ 45 Futures.

“Ketika produk derivatif diluncurkan, perusahaan sekuritas anggota bursa awalnya memiliki komitmen. Karena saham tumbuh signifikan, sekuritas tidak mau pusing berusaha mensosialisasikan derivatif ke nasabah,” keluhnya. Selain itu juga ada dikotomi bursa mana yang boleh mengeluarkan produk derivatif, BEJ atau BES.

“Sehingga kita gamang dan rebutan pasar. Akhirnya tidak 100 persen total untuk produk itu. Selain itu juga komitmen dari perusahaan efek anggota bursa serta sosialisasi yang akan kita perbaiki ke depannya,” ujar Erry menyampaikan pekerjaan rumah yang harus dia selesaikan. (Joice Tauris Santi, Kompas, 2 Januari 2008) ti

Data Singkat
Erry Firmansyah, Direktur Utama PT Bursa Efek Jakarta (2002) / Lesatkan Bursa Efek Jakarta | Direktori | UI, direktur, komisaris, BEJ

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini