
[DIREKTORI] Direktur Utama PT (Persero) Angkasa Pura II ini berobsesi menjadikan Bandara Soekarno-Hata sebagai airport city berkelas internasional. Mantan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia, ini ingin mewujudkan gerbang utama Indonesia, itu tidak lagi sekadar tempat bagi orang yang hendak bepergian dengan pesawat, tetapi juga sekaligus sebagai tempat berbisnis dan rekreasi. Bandara Soekarno-Hatta akan dikelilingi oleh trade center, tempat konferensi, supermarket, pusat hiburan, fasilitas olahraga, hotel dan kantor-kantor.
Pria kelahiran Yogyakarta 19 September 1952, ini kepada TokohIndonesia DotCom memang mengakui bahwa ia sangat menyadari tidaklah mudah mewujudkan hal itu. Namun ia optimis dapat mewujudkannya dengan dukungan berbagai pihak. Ia pun bertekad bekerja keras untuk mewujudkan impian itu. Sebab impian itu bukanlah impian pribadinya tetapi merupakan impian bangsa ini untuk menjadikan gerbang utama Indonesia itu setara dengan bandara kelas dunia di beberapa negara lainnya.
Ia seorang eksekutif yang kreatif, inovatif dan pekerja keras. Tak jarang ia bekerja hingga larut malam. Maka tak heran bila ia dengan cepat dapat memahami dan menguasai seluk-beluk bisnis kebandarudaraan dan berbagai bisnis pendukungnya tak berapa lama setelah terpilih menjabat Dirut PT AP II tahun 2002. Kemauan belajar dan bekerja keras yang sudah menyatu dalam kehidupan kesehariannya telah menjadikannya terbiasa mampu dengan cepat menguasai bidang pekerjaannya di mana pun ia ditempatkan.
Pria yang hobi mengendarai Harley Davidson ini memang harus berkorban. Karena kesibukan pekerjaan dan besarnya tanggung jawab yang diembannya, Edie, biasa dia dipanggil, seringkali hanya bisa bertemu sekali seminggu dengan keluarganya yang kini masih bermukim di Bandung.
Sarjana akuntansi Universitas Gajah Mada dan Pascasar-jana ITB dengan predikat cum laude ini berharap bisa mema-jukan PT AP II. Perusahaan BUMN yang akan diprivatisasi ini mengelola 10 unit bandara yang semuanya berada di wilayah Indonesia bagian barat. Adapun ke-10 bandara yang dikelola tersebut yakni Bandara Soekarno-Hatta, Halim Perdanakusuma, Hussein Sastranegara (Bandung), Sultan Mahmud Badaruddin II (Palembang), Polonia (Medan), Bandara Kijang (Riau), Supadio (Pontianak), Sultan Iskandarmuda (Banda Aceh), Sultan Syarif Kasim II (Pekanbaru) dan Bandara Tabing (Padang).
Menurut rencana, Bandara Soekarno-Hatta akan diperluas menjadi kira-kira 3.000 hektar dari sebelumnya seluas 1.800 hektar yang akan memakan waktu 20 tahun. Jika tahun 2002, bandara ini hanya menampung 15 juta lebih penum-pang, kelak diharapkan akan mencapai 100 juta. Bila diban-dingkan dengan bandara lainnya, Changi (Singapura) yang 30 juta dan Bangkok (Thailand) yang mencapai 35 juta, jumlah 15 juta belumlah seberapa. Menyinggung soal target 2004, arus penumpang diharapkan dapat mencapai 18 juta orang.
Tahap pertama proyek perluasan dan pembangunan ini akan dimulai dengan memperluas terminal 1 dan 2 yang direncanakan akan rampung dalam waktu tiga tahun. Anggaran sebesar Rp 800 miliar sampai Rp 1 triliun diharapkan dapat menyatukan kedua terminal yang selama ini masih terpisah.
Begitu selesai, PT AP II akan membangun jalur kereta api khusus bandara yang akan menghubungkan bandara dengan Stasiun KA Manggarai, Jakarta. Rencananya, stasiun akan dibangun di bawah kedua terminal yang digabung. Pengadaan kereta api khusus ini dibuat mengikuti negara-negara seperti Kuala Lumpur, Changi, Shanghai, dan Schipol yang sudah lebih dulu membangunnya. Jalur kereta api khusus bandara ini akan dibangun bekerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia dan PT Industri Nasional Kereta Api (INKA).
Di Stasiun KA Menggarai rencananya akan disiapkan fasilitas yang sekaligus berfungsi sebagai terminal city check-in. Artinya, ketika penumpang masuk di stasiun terpadu KA Manggarai, mereka sudah bisa check-in tiket pesawat lalu naik KA menuju bandara dan mereka bisa langsung masuk ruang tunggu pesawat di bandara. Dengan adanya kereta api ini, masyarakat bisa tiba ke bandara dalam waktu 20 menit dan terhindar dari masalah kemacetan dan banjir yang sering terjadi di jalan tol bandara.
Proyek pembangunan Bandara Soekarno Hatta yang sudah masuk dalam program Kementerian Negara BUMN ini juga diikuti oleh rencana PT AP II mengembangkan bandara bertaraf internasional lainnya yaitu Bandara Kuala Namu, menggantikan Bandara Polonia, Medan. Bandara Kuala Namu dinilai sangat strategis untuk bisa bersaing dengan Singapura, Kuala Lumpur dan Bangkok karena lokasinya berada di bawah lintas udara internasional yang menghubungkan benua Australia, Asia dan Eropa.
Pengembangan Bandara Soekarno-Hatta dan bandara lainnya yang dikelola PT AP II, memang terkait dengan upaya mendongkrak pendapatan perusahaan. Di samping itu, manajemen PT AP II juga membentuk beberapa usaha patungan, antara PT Angkasa Pura Schiphol (PT APS) dalam bidang jasa konsultan kebandarudaraan, PT Gapura Angkasa dalam bidang pengelolaan ground handling, dan PT Purantara Mitra Angkasa Dua (PT PMA Dua) untuk layanan jasa boga pesawat udara (inflight catering).
Selain itu, dalam meningkatkan pelayanan penanganan kargo, PT AP II juga merencanakan pembangunan Air Cargo Transhipment Village dalam satu kawasan berikat (bonded zone). Di dalamnya akan dibangun pula perkantoran, pergudangan ekspor-impor dan industri lunak yang memproduksi barang-barang bercirikan air cargo. Pembangunan Air Cargo Transhipment Village ini menjadi bagian dari persiapan konsep bandara Soekarno-Hatta sebagai hub cargo.
Tantangan Global
Persaingan bisnis di usaha jasa bandara semakin ketat, terutama bagi bandara bertaraf internasional. Apalagi bisnis bandara itu sangat erat kaitannya dengan banyak faktor seperti keamanan dan ekonomi baik secara nasional, regional maupun global. Semenjak pemerintah memberlakukan kebijakan open sky, PT AP II harus memacu diriya untuk meningkatkan pelayanan dan melakukan berbagai pembenahan karena banyak bandara telah meningkatkan statusnya menjadi bandara internasional.
Perubahan ekonomi global dan suhu politik dunia yang memanas di negara-negara Amerika, Eropa dan Asia, misalnya, mengambil peranan yang sangat penting. Peristiwa seperti Tragedi WTC di Amerika Serikat, 11 September 2001, peristiwa pengeboman di Bali, 12 Oktober 2002, wabah virus SARS, dan Perang Irak misalnya, secara tidak langsung mempengaruhi kinerja PT AP II dalam bidang pendapatan. Akibat peristiwa ini banyak perusahaan penerbangan internasional yang mengurangi frekuensi penerbangannya ke Indonesia dan banyak masyarakat yang membatalkan perjalanannya ke luar negeri.
Namun, dalam kondisi sosial, politik dan ekonomi di Indonesia yang belum stabil serta situasi dunia ketika itu, PT AP II masih meraih laba bersih sebesar Rp 371 miliar tahun 2002. Tapi untuk tahun 2003 pendapatan maupun laba bersih AP II dipastikan turun. Porsi terbesar pendapatan justru diperoleh dari luar jasa pelayanan pesawat (non aeronautica) seperti airportax, properti dan lainnya.
Hal ini tidaklah mengherankan karena bandara Changi, Schipol, Frankfurt atau Charles de Gaulle juga mengalami sukses besar dari sektor pendapatan nonaeronautica. Sedangkan pendapatan dari pelayanan pesawat (aeronautica) sangat kecil. Di samping itu, besarnya pendapatan PT AP II didominasi oleh pendapatan dari penerbangan internasional terutama pelayanan terhadap perusahaan penerbangan asing yang menggunakan tarif dolar AS.
Karena itu, ketika jumlah penumpang turun, pendapatan bandara juga ikut anjlok. Tahun 2003 misalnya, target laba AP II yang tadinya diproyeksikan Rp 550 miliar, diperkirakan turun tajam menjadi hanya sekitar Rp 300 miliar. Penurunan pendapatan akibat pengaruh domestik dan global ini mungkin menjadi salah satu pertimbangan pemerintah untuk menunda dulu privatisasi PT AP II hingga tahun 2004. e-ti | sum-atur