
[DIREKTORI] Ia termasuk novelis roman terproduktif di zamannya. Berkat karyanya, banyak penggemar novel di Indonesia yang tertular menjadi penulis.
Bicara soal novel populer Tanah Air, tentunya nama Mira W tak bisa begitu saja dilupakan. Ia dikenal sebagai penulis yang produktif menghasilkan novel-novel bertema cinta nan romantis. Pengarang bernama asli Mira Widjaya ini menjelma menjadi salah satu legenda novel terpopuler di Indonesia. Puluhan judul novel telah membanjiri dunia novel populer, bahkan beberapa di antaranya sudah dicetak ulang berkali-kali.
Bagi dokter lulusan Universitas Trisakti Jakarta ini, menulis adalah kegemaran, sedangkan dokter adalah panggilan jiwa. Mira W mengawali karir menulisnya dari menulis sebuah cerpen yang dimuat di majalah-majalah ibukota seperti Femina, Kartini, Dewi dan lain-lain sejak tahun 1975 dengan nama M.Wijaya.
Keberhasilannya yang pertama tersebut telah melecut semangat wanita kelahiran Jakarta 13 September 1951 ini untuk terus menulis. Dua tahun berselang setelah sukses menulis cerpen, ia menulis cerita bersambung (cerber) di majalah Dewi dengan judul Dokter Nona Friska. Cerber itu kemudian dibukukan dengan judul Kemilau Kemuning Senja dan pernah difilmkan dengan judul yang sama. Novelnya yang kedua berjudul Sepolos Cinta Dini, pernah dimuat sebagai cerber di harian Kompas tahun 1978, kemudian dibukukan oleh Gramedia.
Darah seni yang mengalir di tubuh Mira boleh jadi diwarisinya dari sang ayah, Othiel Widjaya, yang di masanya dikenal sebagai seorang produser film. Tak pelak, sejak kecil Mira sudah akrab dengan dunia seni. Ia terbiasa melihat film-film garapan sang ayah.
Cerpen pertamanya yang berjudul Benteng Kasih dimuat dalam majalah Femina tahun 1975 dengan imbalan Rp3.500. Karena saking bahagianya, honor pertama yang ia dapat tidak digunakannya melainkan diabadikannya dalam sebuah frame kaca dan dipajangnya.
Karena kebiasaan tersebut, Mira kecil bisa membedakan mana film yang benar-benar bagus dan mana yang tidak. Sehingga ia tak hanya menjadi penonton namun juga bisa menjadi seorang kritikus film. Meski telah mengenal dunia film sejak kecil, bungsu dari lima bersaudara ini masih enggan untuk menulis skenario atau pun terjun di dunia film. Kemampuan bekerja di dunia film justru menurun pada kakak sulungnya yang kini telah menjadi sutradara.
Mira lebih menyukai dunia sastra. Ia sudah belajar menulis sejak masih kanak-kanak, meski hanya beberapa lembar. Suatu saat, salah seorang guru menyukai tulisan Mira dan kemudian membacakan cerita itu di depan kelas. Tanpa sepengetahuannya, cerita itu dikirimkan ke sebuah majalah anak-anak. Upaya gurunya itu tak sia-sia, cerita karya Mira pun dimuat. Mengetahui hal itu, Mira kecil sangat senang, lalu lembaran majalah yang memuat tulisannya itu pun diguntingnya dan disimpan untuk jimat. Sepenggal kisah manis itulah yang menjadi titik balik seorang Mira W dalam memacu semangat menulisnya.
Bagi Mira, menulis bukanlah pekerjaan yang sulit. Karena proses kreatif yang selama ini ia lakoni pun tergolong tidak rumit. Cukup menyimpan ide dalam pikiran. Kemudian ditata dan dibenahi dari awal hingga akhir. Ia wujudkan dalam bentuk tulisan, lalu ia beri nama tokoh, watak, dan latar belakang yang jelas. Setelah itu cerita itu ia endapkan hingga ia benar-benar yakin. Setelah semua betul-betul matang, karya itu ia perhalus dalam bentuk kata-kata. Jika sudah selesai, ia pun mulai mencari judul yang sesuai.
Dalam setiap cover novelnya, bunga menjadi ciri khas Mira W. Bunga dipilih untuk menyesuaikan dengan judul novelnya yang puitis dan romantis, seperti Jangan Dustai Cintaku, Bukan Cinta Sesaat, Jangan Ucapkan Cinta, dan masih banyak lagi. Romantisme yang menjadi unsur utama tulisan Mira W membuat pembacanya yang sebagian besar wanita begitu menunggu buku-bukunya.
Proses kreatif Mira W cukup sederhana dan mudah. Baginya, itu semua berkat bakat dalam tahap belajar. Walaupun telah menghasilkan banyak karya, wanita yang juga berprofesi sebagai dosen merangkap dokter klinik Universitas Prof.Dr.Moestopo ini mengaku masih belajar pada karya-karya beberapa penulis terkenal seperti NH. Dini, YB Mangunwijaya, Agatha Christie, Pearl S. Buck, dan Harold Robbins.
Novel-novel karya Mira W yang mengangkat tema percintaan dan romantisme yang banyak diminati masyarakat juga pernah dibuat ke dalam versi film dan sinetron. Beberapa novelnya yang pernah difilmkan di antaranya: Di Sini Cinta Pertama Kali Bersemi, Kemilau Kemuning Senja, Permainan Bulan Desember, Dari Jendela SMP, Tak Kupersembahkan Keranda Bagimu dan Ketika Cinta Harus Memilih. Sedangkan Bukan Cinta Semusim, Cinta Pertama Kali Bersemi, Seandainya Aku Boleh Memilih, hingga Cinta, pernah disinetronkan dengan pemeran utama Desy Ratnasari dan Primus Yustisio. Novelnya, Di Sini Cinta Pertama Kali Bersemi, mencapai oplah 10.000 dan mengalami lima kali cetak ulang.
Di setiap novelnya, Mira W selalu menampilkan seorang perempuan sebagai tokoh utamanya. Meski demikian, Mira mengaku tak bermaksud menyampaikan pesan tertentu bagi kaumnya.
Tema percintaan yang menjadi spesialisasi Mira memang terkesan sederhana dan ringan karena dekat dengan kehidupan sehari-hari. Meski begitu, banyak kritikus menilai karya Mira sebagai sastra pop yang tidak sembarangan. Salah satu kehebatan Mira W adalah banyak penggemar novel di Indonesia yang ternyata tertular menjadi penulis. e-ti | muli