Sukses Menjual Kreativitas
Gunadi Sugiharso
[DIREKTORI] Sebelum berubah menjadi LOWE pada Februari 2002, perusahaan iklan papan atas ini dikenal dengan nama Citra Lintas. Kalangan yang mengenal dan berhubungan dengan Citra Lintas, pasti akan mengakui keunggulan perusahaan ini dalam hal kreativitas. Oleh karena kreativitaslah, Citra Lintas bisa memimpin perolehan belanja iklan beberapa tahun terakhir. “Kami akan terus kreatif,” kata Gunadi Sugiharso, Chairman dan CEO Citra Lintas yang kini berganti nama LOWE.
Menurut Gunadi, yang lahir di Pekalongan, 31 Desember 1944, LOWE merupakan perusahaan iklan yang didirikan oleh Sir Frank Lowe di Inggris pada 1981. Nama perusahaan iklan itu diambil dari namanya dan dikenal luas dengan nama LOWE & Partners.
Hanya dalam waktu singkat, perusahaan ini telah berkembang pesat dan terkenal karena kreativitasnya. Ini dibuktikan dengan diraihnya sejumlah penghargaan atas krativitas iklan yang dibuatnya. Penghargaan paling bergengsi adalah ketika LOWE memenangkan Grand Prix Award secara berturut-turut pada 1999 dan 2000 festival iklan sedunia di Cannes, Prancis.
Dari Lintas ke LOWE
LOWE & Partners telah menjadi perusahaan iklan kaliber internasional ketika bergabung dengan Interpublic Group of Companies, suatu perusahaan publik di Amerika Serikat, yang memfokuskan dirinya pada bidang komunikasi pemasaran. Perusahaan iklan kaliber internasional yang tergabung dalam grup ini antara lain McCann, Erickson, FCB, Amiratis Puris Lintas, Initiative Media, Draft, dan Zipatoni.
Pada 1999, Interpublic yang berpusat di Amerika melihat potensi yang besar jika Ammirati Puris Lintas digabungkan dengan LOWE & Partners. Penggabungan kedua perusahaan tersebut menjadi Lowe Lintas & Partners. Namun akhir 2001, para pendiri perusahaan memperoleh gagasan untuk meluncurkan nama baru yang lebih efisien dan gampang diingat: LOWE.
Iklan Favorit: Geng Hijau
Untuk mengetahui apa saja produk perusahaan iklan ini barangkali bisa dijelaskan seperti ini. Kalau kita senang menonton program acara televisi seperti RCTI, SCTV, atau INDOSIAR, kita akan menyaksikan film iklan Pepsodent yang menceritakan tentang dua anak yang suka menikmati permen favorit, terutama saat jauh dari pengawasan ibunya.
Mereka tahu hal itu tidak baik untuk gigi mereka dan mereka juga menyadari betapa khawatirnya si ibu akan apa yang mereka makan, saat mereka berada di luar pengawasan ibu. Naluri seorang ibu untuk melindungi, menjadi pengawas dari kebiasaan makan agar kesehatan mulut tetap terjaga.
Kenyataan ini digambarkan dengan baik dalam iklan Pepsodent. Iklan yang didukung bintang cilik Tasya cukup populer. Iklan Pepsodent memiliki beberapa seri cerita dan cukup menarik untuk ditonton.
Iklan favorit lain adalah iklan rokok Sampoerna Hijau, suatu produk rokok yang pangsa pasarnya sedang menurun. Iklannya semula tidak memiliki fokus dan tidak menarik. LOWE berhasil menggambarkan suatu kebersamaan dan kesederhanaan pada Geng Hijau. Kalau dibandingkan dengan iklan rokok lain yang menonjolkan pria yang kuat dan pahlawan dalam situasi yang tidak masuk akal.
Menurut data dari Sampoerna, omset penjualan rokoknya meningkat tajam setelah pemuatan iklan Gang Hijau di berbagai media televisi.
Film-film iklan yang diproduksi LOWE memiliki ciri khusus, yaitu pada kreativitasnya. Pemirsa televisi yang biasanya akan berganti saluran jika terjadi break iklan, justru untuk iklan Pepsodent dan Sampoerna Hijau, mereka akan menyaksikan terus. Iklannya memberikan suguhan humor yang sederhana.
Mentalitas Kreatif
Ada cerita menarik ketika Lintas akan berganti nama LOWE. Ini terjadi akhir Februari 2002 lalu. Untuk membuat acara pergantian Lintas ke LOWE, manajemen menyusun suatu acara yang unik. Yang tahu dan menyusun acara unik ini hanya sekitar 8 orang.
Pada suatu hari, 25 Februari 2002, karyawan disuruh kumpul di kantor LOWE di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Berita yang disebarkan melalui SMS singkat saja. Karyawan harap berkumpul pukul delapan pagi karena di kantor ada masalah.
“Ini berita yang mengejutkan buat para karyawan,” kata Gunadi serius. Para karyawan yang mendapatkan SMS sehari sebelumnya mencoba menghubungi para pimpinannya, tetapi semua akses ditutup. Keesokan harinya, para karyawan datang ke kantor dan terkejut karena kantor mereka di jaga dua petugas polisi dan pintu masuknya disegel. Ada pengumuman yang mengatakan bahwa seluruh karyawan diminta berkumpul di Bulungan. Untuk keperluan itu, Direktur Personalia telah menyediakan metromini untuk membawa mereka menuju Bulungan, Jakarta Selatan.
Di dalam stadion olah raga Bulungan, para karyawan dengan rasa was-was telah duduk menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya dengan perusahaan mereka. Para pendiri perusahaan, termasuk Gunadi, menyuguhkan wajah yang muram memberi kesan bahwa perusahaan sedang berada dalam keadaan sulit.
Pada saat semua sudah berkumpul, Robby Djohan, salah satu pendiri perusahaan diminta untuk tampil ke podium untuk memberikan penjelasan. Robby Djohan dengan raut muka muram memberikan sambutan.
Robby menjelaskan, perusahaan sedang berada di simpang jalan dan meminta kepada Pimpinan Perusahaan untuk memberi penjelasan . Gunadi dan Eleanor menjelaskan bahwa tidak ada jalan lain kecuali harus terus bekerja keras, kreatif, dan disiplin. Intinya Gunadi dan Eleanor menjelaskan bahwa perusahaan sedang melakukan simulasi dan yang ditutup adalah nama LINTAS.
Hari ini nama perusahaan akan diubah dari LINTAS menjadi LOWE. Dan sejak saat itu, Lintas pun berganti nama dengan LOWE.
Begitu mendengar bahwa inti acara itu hanyalah pemberitahuan perubahan nama dari Lintas ke LOWE, para karyawan pun terharu dan bersorak bertepuk tangan. Namun, masih ada di antara mereka yang sempat menangis terharu.
“Kami harus terus menerus meningkatkan kreativitas dan tidak boleh cepat puas diri. Good is the enemy of the great, kata Gunadi.
Itulah sebabnya ia mengambil slogan yang berbunyi: Creativity Pays. Kreativitas akan menghasilkan sesuatu buat klien dan juga buat diri sendiri.
Menurut Gunadi, seluruh karyawannya harus memiliki mentalitas yang kreatif. Untuk itu, perusahaan memberikan training-training seperti: Berpikir kreatif dan Mentalitas Kreatif.
Tetap di Urutan Pertama
LOWE tahun lalu ketika masih bernama Lintas merupakan perusahaan iklan yang berada di urutan pertama perolehan iklan 2000 dan 2001. Dari sepuluh perusahaan iklan terkemuka, LOWE tahun 2000 meraup belanja iklan sebesar Rp 409 miliar . Urutan kedua adalah Matari yang meraup belanja iklan sekitar Rp 152 miliar. Selanjutnya urutan ketiga Indo Ad dengan hasil sekitar Rp 144 miliar.
Menurut Gunadi, prospek bisnis periklanan di Indonesia tetap saja menarik dan semarak. Kue iklan yang diperebutkan perusahaan-perusahaan periklanan yang dicatat oleh ACNielsen, tahun 2001 adalah sekitar Rp 9,7 triliun. Jumlah ini meningkat tajam dari tahun 2000 yang berjumlah sekitar Rp 7,8 triliun.
“Prospek periklanan Indonesia di masa depan sangat besar. Jumlah penduduk Indonesia yang merupakan negara dengan populasi penduduk nomor empat di dunia, merupakan pasar yang sangat potensial dan menarik banyak investor” kata Gunadi. Ia selanjutnya memprediksi pertumbuhan sektor periklanan akan mencapai lebih dari 20 persen/tahun. Namun khusus 2002 ini, menurut Gunadi diperkirakan hanya sekitar 15 persen.
“Ini antara lain disebabkan masih adanya ketidakpastian di bidang politik dan ekonomi, dan ditambah lagi bencana alam seperti banjir yang melanda Indonesia awal Februari lalu yang merusak jalan-jalan. Kerusakan jalan-jalan mengganggu arus distribusi barang. Selain itu, resesi ekonomi global juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional.” Kata Gunadi yang sudah berkerja di Grup LINTAS selama 28 tahun.
Universitas Periklanan Indonesia
Seandainya ada suatu universitas yang khusus di bidang periklanan, maka Lintas atau sekarang namanya LOWE boleh dibilang salah satunya. Perusahaan ini sejak berdiri 1974 masih berada di bawah PT Unilever dan kemudian berdiri sendiri pada 1983 dengan masuknya Robby Djohan, Soedarpo, dan Idham, telah meluluskan tenaga-tenaga profesional periklanan.
“Kami mendidik sebagian besar sarjana yang baru lulus dan setelah mereka berhasil mendapatkan pengalaman, banyak di antara mereka yang di “bajak” perusahaan iklan lain” kata Gunadi yang memiliki tiga orang putri. Dari wajahnya yang berseri-seri tersirat rasa bangga karena telah mencetak ahli-ahli periklanan.
“Ya, sekarang banyak di antara mereka telah menjadi pemimpin di perusahaan iklan atau media” tambah Gunadi.
Karena banyak mencetak ahli-ahli periklanan, LOWE sebenarnya layak disebut semacam “Universitas Periklanan Indonesia.”
Menurut Gunadi, Indonesia masih membutuhkan tenaga-tenaga profesional dalam bidang periklanan, terutama untuk mengantisipasi pertumbuhan bisnis yang setiap tahun bertumbuh. Selain itu juga untuk mengantisipasi globalisasi.
Ia juga menunjuk pada membaiknya perekonomian Amerika Serikat. Jika perekonomian Amerika pulih, ini akan berdampak juga pada perekonomian Indonesia. Yang penting pemerintah harus mengambil tindakan yang menuju pada perbaikan,” kata pria yang gemar membaca buku menutup wawancara dengan SH di ruang kantornya. (audrey g tangkudung)
***
Mengawali Karier dari AE
Gunadi Sugiharso, lahir di Pekalongan, 31 Desember 1944. Ia menikah dengan Juliati Tedjasasmita dan memperoleh tiga orang putri. Yang pertama adalah Arty, kedua Monica, dan bungsu Karina.
Sebenarnya, Gunadi punya obsesi menjadi insinyur, sehingga ia masuk Fakultas Teknik Sipil Universitas Parahyangan, Bandung pada 1963. Tertarik pada dunia iklan dan media komunikasi karena sejak menjadi mahasiswa aktif mengelola majalah mahasiswa..
Pada 1972, bersama beberapa kawan mendirikan biro iklan Publica Advertising di Bandung. Pada saat itu ekonomi masih sulit. Biro iklan Publica belum bisa berkembang sehingga ia hijrah ke Jakarta.
Pada 1974, PT Unilever mencari tenaga Account Executive (AE) dan ia pun melamar. Ia mengikuti tes dan lulus menjadi karyawan LINTAS Jakarta, yang merupakan departemen periklanan Unilever Indonesia.
“Saya akhirnya tertarik pada dunia periklanan. Bidang periklanan relatif masih baru, belum banyak ahlinya. Kalau insinyur kan sudah banyak ahlinya,” kata Gunadi, yang senang dengan olah raga golf dan berwisata petualang. Setelah di LINTAS Jakarta, ia pun mulai berhubungan dengan beberapa produk consummer goods, seperti Johnsons & Johnsons, Bayer, dan Ovaltine, selain produk-produk Unilever.
Pada 1979 hingga 1983 ia ditunjuk menduduki posisi sebagai salah satu Direktur yang menangani bidang media. Dan setelah Lintas keluar dari PT Unilever, beberapa tahun terakhir ini Gunadi menduduki posisi Presiden Direktur dan Chairman Grup Lintas yang kini berubah namanya menjadi LOWE. e-ti | repro SH