Unik, Menko Perekonomian Gagal
Sofyan A. Djalil
[DIREKTORI] Dr. Sofyan Djalil terbukti gagal total mengemban jabatan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Presiden Joko Widodo akhirnya mencopotnya pada Rabu 12 Agustus 2015. Namun uniknya, aneh tapi nyata, kendati sudah terbukti gagal, Presiden masih memercayainya menjabat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Sebelum Sofyan Djalil diangkat menjadi Menko Perekonomian, beberapa pengamat sesungguhnya sudah mengingatkan Presiden Jokowi bahwa Sofyan Djalil tak layak jadi Menko Perekonomian[1] karena prestasinya selama jadi menteri sebelumnya[2] dianggap biasa saja bahkan gagal. Menurut pengamat ekonomi politik dari Universitas Tirtayasa, Dahnil Anzar. Sofyan kurang layak memangku jabatan yang sangat strategis itu. Dahnil justru heran, kenapa Sofyan dipilih sebagai Menko Perekonomian.
Dulu selama menjadi Menteri BUMN dan Menkominfo, saya kira kinerjanya tidak ada yang luar biasa,” kata Dahnil kepada wartawan, Minggu (26/10/2014). Dijelaskannya, saat Sofyan menempati posisi Menteri BUMN, ia tak mampu menahan laju tender offer yang dilakukan Ooredoo (dulu Qatar Telecom) di Indosat sehingga investor asing itu menguasai 65 persen saham operator tersebut.
Belum lagi keputusan Sofyan menempatkan Sarwoto Atmosutarno sebagai Dirut Telkomsel kala itu yang malah menjadikan operator tersebut menggunakan perangkat dari Israel. Sementara di Telkom, Rinaldi Firmansyah yang ditunjuk sebagai Dirut kala itu tak membuat kinerja operator itu mengkilap. Bahkan keputusan memilih mitra peluncuran satelit dari Rusia, menjadikan Telkom gagal meluncurkan satelit Telkom III beberapa tahun lalu,” Dahnil Anzar membeberkan.
Menurutnya Dahnil, penempatan Sofyan lebih pada pertimbangan politik ketimbang kompetensi dan kapasitas. Pendapat senada dikemukakan pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Idil Akbar, yang mengatakan jika melihat jejak rekam Sofyan, baik sebagai Menteri BUMN atau kala jadi Menkominfo, tak ada yang begitu membanggakan.
Idil Akbar sependapat menilai bahwa penempatan Sofyan lebih dilihat sebagai bentuk imbal jasa politik kepada JK. Pasalnya, ada tiga sosok yang ‘mewakili’ kubu JK, yakni Sofyan, Rahmat Gobel dan Rudiantara. Saya kira penempatan Sofyan Djalil, Rahmat Gobel dan Rudiantara, menjadi salah satu upaya JK mengendalikan Jokowi dan pemerintahan,” kata Idil Akbar.[3]
Selain itu, catatan TokohIndonesia.com, mengindikasikan Sofyan Djalil incompatible Tri Sakti Bung Karno. Misalnya, ketika menjabat Menteri BUMN, dia berencana memprivatisasi 100 BUMN. Untung rencana ini tidak jadi karena Presiden SBY tidak memercayainya lagi jadi menteri. Sehingga dengan indikasi tersebut, wajar saja bila dia kurang compatible untuk mengendalikan perekonomian sesuai dengan visi Presiden Jokowi. Situasi ekonomi pun salah urus dan jadi karut marut.
Akhirnya, pria kelahiran Acah Timur, 23 September 1953, itu pun terpaksa dicopot. Dia digantikan Darmin Nasution, mantan Gubernur Bank Indonesia dan Dirjen Pajak. Tetapi, Sofyan Djalil masih diberi jabatan strategis sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Sofyan yang tampak bangga ketika dirotasi dan dilantik kembali jadi Menteri PPN/Kepala Bappenas menggantikan Andrinof Chaniago di Istana Negara, Jakarta, Rabu (12/8/2015), mengungkapkan dirinya mendapat kabar untuk dilantik sebagai Menteri PPN/Kepala Bappenas yang baru pada Selasa (11/8/2015) malam.
Dengan bangga Sofyan mengatakan atas dipercayanya lagi dia menjabat sebagai Menteri PPN/Kepala Bappenas akan memberinya tambahan pengalaman di jajaran menteri pembantu presiden, dan tidak dianggap sebagai turun jabatan. “Saya kan tambah pengalaman. Turun jabatan apa, ini kan artinya tugas, ini sudah empat kali jabatan menteri, Menkominfo, BUMN, Menko Perekonomian dan sekarang Menteri PPN,” ujar Sofyan.
Saat itu Presiden Jokowi mereshuffle Kabinet Kerja. Selain Sofyan Djalil yang dicopot dari Menko Perekonomian dan ‘dimutasi’ menjadi Menteri PPN, Presiden Jokowi juga melantik lima menteri kabinet kerja yang baru lainnya, yakni Thomas Lembong sebagai Menteri Perdagangan mengantikan Rahmat Gobel, Darmin Nasution sebagai Menteri Kordinator Ekonomi menggantikam Sofyan Djalil, Pramono Anung sebagai Sekertaris Kabinet menggantikan Andi Widjajanto, Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menko Polhukam menggantikan Tedjo Edhi Pudjianto, dan Rizal Ramli sebagai Menko Kemaritiman menggantikan Indroyono Soesilo.
TokohIndonesia.com mencatat harapan publik kiranya Sofyan Djalil berhasil mengemban tugas sebagai Menteri PPN/Kepala Bappenas dan sungguh dia bisa compatible dengan visi Trisakti Bung Karno dan visi Nawa Cita Jokowi. Tidak malah terjebak visi yang berbeda dan interes pribadi dan/atau kepentingan orang atau pihak tertentu yang memberinya akses menjabat menteri.
Misteri Telepon Lino
Kekuatiran sempat muncul, antara lain, ketika Menteri Sofyan Djalil menelepon Richard Joost Lino saat Bareskrim Polri menggeledah kantor PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, Jumat (28/8/2015) siang. Sehingga beberapa Anggota DPR, di antaranya Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmon Junaidi Mahesa mempertanyakan alasan Sofyan Djalil menelpon Richard Joost Lino saat Bareskrim Polri menggeledah kantor PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II. Desmon mencurigai ada hubungan khusus antara Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dengan Direktur Utama Pelindo II itu.[4] “Kalau sampai teleponan dengan Sofyan Djalil, kita musti waspada. Ada apa? Apakah ada bagi keuntungan? Kalau tidak ngapain telepon?” kata Desmon.
Sofyan Djalil membenarkan telah menelepon RJ Lino saat Kantor Pelindo II digeledah. “Saya yang telepon Pak Lino, karena saya empati dan ingin tahu apa yang terjadi,” kata Sofyan Djalil. Namun, Sofyan mengaku tidak tahu sama sekali kalau pembicaraan teleponnya tersebut juga didengarkan langsung oleh banyak wartawan kala itu.
Lino memang sengaja mengeraskan volume telepon genggamnya dan memperdengarkan kepada wartawan saat ditelepon Sofyan Djalil. Kepada Sofyan Djalil, Lino menjelaskan bahwa polisi mencari file dokumen terkait 10 crane yang tak berfungsi sehingga mempengaruhi proses dwell time alias bongkar muat di pelabuhan.
Lino mengaku menghormati tindakan polisi yang melakukan penggeledahan. Namun penggeledahan ini tak bisa dilakukan karena dia merasa belum pernah dimintai keterangan oleh polisi. ” Ibu Rini sudah telepon Kapolri. Ini contoh enggak baik untuk negeri ini. Kasih tahu Presiden, Pak, kalau caranya begini saya berhenti saja besok. Saya sama sekali disappointed. Saya sama sekali disappointed,” kata RJ Lino gagah. Berikut percakapan lengkap keduanya, dikutip dari Detikcom.
RJ Lino: Halo Pak Sofyan, selamat siang Pak.
Sofyan: Kenapa Pak RJ Lino?
RJ Lino: Begini, ini saya baru pulang rapat di luar, tiba-tiba saya kaget kok begitu banyak polisi ada di kantor.
Sofyan: Ada apa?
RJ Lino: Ada penggeledahan. Mungkin mereka cari file. Ya saya hormatilah tugas mereka. Tapi ya saya tidak bisa begini-ini. Harusnya dipanggil dulu, ditanya dulu, dicek dulu ada apa gitu ya.
Sofyan: Hmmm…
RJ Lino: Kemudian seperti crane itu yang 10 buah itu. Itu very small investment dari investment yang besar yang kita lakukan. Kemudian itu kan sudah proses itu sudah diperiksa berkali-kali, BPK sudah periksa dan sudah clear juga, proses lelang sampai semuanya.
Sofyan: Yang dulu itu?
RJ Lino: Bukan lagi Pak. Bukan yang saya dipanggil KPK itu. Dulu di KPK saya masih ikut campur untuk mutusin, karena enggak jalan. Kalau ini saya sama sekali enggak tahu. Jadi mulai dari proses lelang, kemudian…
Sofyan: Memang ada yang lapor?
RJ Lino: Saya kira ini ada karyawan JICT yang laporlah ini biasa. Yang ini mulai proses lelang sampai diputusi pemenang kontrak saya tidak ngerti apa-apa.
Sofyan: Ya. Yaya.. terus?
RJ Lino: Saya tidak pernah teken kontrak. Terus terang saya tadi SMS Pak Luhut Pandjaitan (Menko Polhukam-red). Beliau lagi rapat. Saya protes besar. Saya bilang, kalau begini caranya, saya berhentilah sekarang.
Sofyan: Terus bagaimana sekarang?
RJ Lino: Kalau seperti ini caranya, saya berhenti saja. Enggak bisa negeri ini Pak.
Sofyan: Ditelepon Pak Tito? Pak Kapolda? (Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian-red).
RJ Lino: Enggak, tadi saya telepon Pak Luhut. Bukan Kapolda, Pak. Tadi dari Bareskrim Polri yang ke sini. Pak Sofyan ya, kalau Presiden tidak bisa clear hari ini, besok berhentilah.
Susah negeri ini seperti ini. Kita kayak dihukum media. Begitu datang, media begitu banyak. Saya seperti dibuat seperti kriminal. Come on Pak. I’m make this company so rich. Kok malah saya dihukum begini. Enggak fair Pak. Bapak tolong kasih tahu Presiden deh, kalau caranya seperti ini, saya berhenti.
Sofyan: Ibu Rini Sumarno (Menteri BUMN) gimana?
RJ Lino: Ibu Rini sudah telepon Kapolri. Ini contoh enggak baik untuk negeri ini. Kasih tahu Presiden, Pak, kalau caranya begini saya berhenti saja besok. Saya sama sekali disappointed. Saya sama sekali disappointed.
Sofyan: Dasarnya apa?
RJ Lino: Dasarnya katanya ada korupsi sama money laundering. Come on. Jadi Pak Sofyan tolong kasih tahu Presiden, kalau tidak clearkan hari ini, saya berhenti besok. Saya tidak mau kerja seperti ini. Negeri ini tidak bisa seperti ini.
Entah ada hubungannya dengan ‘keperkasaan’ percakapan telepon ini, Kabareskrim Komjen Budi Waseso pun dicopot dan dimutasi menjadi Kepala BNN (Badan Narkotika Nasional) karena dianggap berbuat gaduh. Kendati Kepala Kepolisian Jenderal Polisi Badrodin Haiti tak terima jika anak buahnya, disebut membuat kegaduhan hanya karena menggeledah PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II. Menurut dia, apa yang dilakukan oleh Bareskrim Polri adalah murni untuk penegakan hukum.[5]
DPR pun akhirnya membentuk Pansus untuk mengusut tuntas kasus Pelindo II tersebut. Diharapkan Pansus Pelindo II ini bisa mengungkap kebenaran, jangan hanya menjadi dagelan politik. Sehingga nama baik Sofyan Djalil bisa dimunculkan. Penulis: Ch. Robin Simanullang | Bio TokohIndonesia.com
(Footnotes)
1] Sofyan Djalil Dinilai Tak Layak Jadi Menko Perekonomian, Tribunnews.com, Minggu, 26 Oktober 2014;
http://www.tribunnews.com/nasional/2014/10/26/sofyan-djalil-dinilai-tak-layak-jadi-menko-perekonomian
2] Sebelumnya, 2004-2007 dia pernah menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informasi. Lalu ‘dimutasi’ menjabat menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada 2007-2009 masih di Kabinet Indonesia Bersatu era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
3] Sofyan Djalil Dinilai Tak Layak Jadi Menko Perekonomian, Tribunnews.com, Op.Cit.
4] DPR Curigai Percakapan Telepon Sofyan Djalil dengan RJ Lino, Tri Wahyuni, CNN Indonesia, Minggu, 30/08/2015; ttp://www.cnnindonesia.com/nasional/20150830114030-12-75420/dpr-curigai-percakapan-telepon-sofyan-djalil-dengan-rj-lino/
5] Kapolri Tak Terima Buwas Dianggap Bikin Gaduh, viva.co.id, Kamis, 3 September 2015; http://nasional.news.viva.co.id/news/read/669215-kapolri-tak-terima-buwas-dianggap-bikin-gaduh