Dihukum Mati di Singapura
Usman bin Haji Mohammad Ali
Pahlawan Nasional – Usman bin Haji Mohammad Ali alias Janatin (bersama Harun) yang ditugaskan dalam Operasi Dwikora bentukan Presiden Soekarno, berhasil meledakkan bangunan MacDonald House yang terletak di tengah kota Singapura. Namun naas, keduanya berhasil ditangkap dan dihukum gantung pada 17 Oktober 1968. Mereka kemudian dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia.
Usman bin Haji Muhammad Ali alias Janatin lahir di Desa Jatisaba, Kabupaten Purbalingga, 18 Maret 1943. Usman memasuki dinas militer sebagai anggota Korps Komando (sekarang Marinir) Angkatan Laut Republik Indonesia pada 1 Juni 1962. Sebagai seorang prajurit yang memiliki kewajiban untuk membela negara, ia dengan berani memikul tugas sebagai pasukan yang merintis operasi-operasi militer di daerah musuh. Tugas pertama berhasil dia kerjakan yaitu mengikuti Operasi Sadar di Irian Barat untuk memastikan penyerahan kekuasaan berjalan lancar.
Memasuki tahun 1960-an, Indonesia dihadapkan pada serangkaian masalah dalam negeri yang cukup pelik. Perdebatan ideologi dan dasar negara serta serangkaian pergolakan daerah di tahun 1950-an berhasil diselesaikan oleh pemerintah pusat. Prestasi ini pulalah yang kemudian menaikkan pamor Angkatan Darat (AD) dan Presiden pertama RI, Soekarno yang dengan berani memaklumkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Meski demikian, muncul dua kekuatan baru yang saling berseberangan. Perseteruan itu melibatkan PKI dan AD. PKI mengusung ideologi Marxisme/komunisme, sedangkan AD anti Marxisme/komunisme. Presiden Soekarno yang dikenal sebagai seorang solidarity maker berusaha membangun suatu keseimbangan kekuatan (balance of power) dari kedua kekuatan itu.
Salah satu strategi menepis pertentangan dalam negeri adalah mengalihkan perhatian politik masyarakat ke politik konfrontasi dengan Malaysia yang dapat dipandang sebagai sarana pemersatu kekuatan-kekuatan politik dalam negeri. Pada saat Usman baru saja memulai tugasnya dalam dunia militer, Pemerintah Indonesia menjalankan politik konfrontasi terhadap Pemerintah Malaysia, termasuk Singapura.
Salah satu keberatan Indonesia terhadap Federasi Malaysia adalah bahwa negara baru itu “akan memberikan hak kepada Kerajaan Inggris untuk melanjutkan penempatan pangkalan militernya dan mengizinkan pemerintah itu apabila diperlukan untuk memelihara perdamaian di Asia Tenggara”. Pernyataan itu akan memungkinkan campur tangan kekuatan asing di wilayah Asia Tenggara.
Konfrontasi itu dikenal dengan nama Dwi Komando Rakyat (Dwikora). Dalam rangka mengobarkan Dwikora, Presiden Soekarno mengimbau para pemuda untuk ikut menjadi relawan. Pemerintah Indonesia membentuk Sukarelawan Dwikora. Sebagai seorang anggota Sukarelawan, Usman ditempatkan di Pulau Sambu, Kepulauan Riau. Anggota sukarelawan yang berpangkalan di pulau tersebut sudah sering masuk ke Singapura secara diam-diam.
Pada Maret 1965, Usman mendapat tugas untuk memasuki Singapura bersama dengan Harun (anggota KKO) dan Gani bin Arup. Mereka berangkat pada 8 Maret 1965 dengan menggunakan perahu karet dan membawa 12,5 kilogram bahan peledak, bertugas melakukan sabotase dalam kota Singapura. Sasaran tidak ditentukan dengan pasti, jadi harus dicari sendiri.
Kemudian pada 10 Maret 1965, mereka berhasil meledakkan bangunan MacDonald House yang terletak di tengah kota. Masyarakat Singapura gempar. Alat-alat keamanan dikerahkan untuk mencari dan menangkap orang yang meledakkan bangunan tersebut. Dengan susah payah Usman dan Harun berhasil mencapai daerah pelabuhan sedangkan Gani bin Arup mencari jalan lain. Mereka merampas sebuah motor boat dan berangkat kembali ke Pulau Sambu.
Sayang usaha pelarian dengan motor boat gagal karena mengalami kerusakan mesin. Pada 13 Maret 1965, keduanya ditangkap oleh patroli kapal musuh, dibawa kembali ke Singapura dan kemudian diadili. Pengadilan Singapura menjatuhkan hukuman mati. Berbagai usaha dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk meminta pengampunan atau keringanan hukuman, tetapi tidak berhasil.
Pelaksanaan hukuman di tiang gantungan dilaksanakan pagi hari, 17 Oktober 1968 di penjara Changi, Singapura. Jenazahnya dibawa ke Indonesia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Atas jasa-jasanya kepada negara, Serda KKO TNI Usman bin Haji Mohammad Ali alias Janatin dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 050/TK/Tahun 1968, tgl 17 Okt 1968. Namanya sudah diabadikan dalam bentuk nama jalan yaitu Jalan Prajurit KKO Usman dan Harun, Kwitang, Jakarta Pusat (di depan Markas Korps Marinir) dan nama Kapal Republik Indonesia yaitu KRI Usman-Harun. (red, roy)