Jejak Langkah si Kabayan
Kang Ibing
[SELEBRITI] Pelawak, penggiat kesenian tanah Pasundan, serta penyebar syiar Islam ini kerap memerankan Kabayan, tokoh legendaris dalam cerita rakyat Pasundan yang terkenal lugu tapi cerdik. Dengan dialeknya yang khas, sosoknya memberi warna tersendiri dalam panggung hiburan Tanah Air.
Di dunia hiburan, seniman Sunda legendaris bernama asli Raden Aang Kusmayatna Kusumadinata lebih dikenal dengan nama Kang Ibing. Pria kelahiran Sumedang, 20 Juni 1946 ini seorang tokoh yang peduli terhadap budaya Sunda. Sebagai seniman, ia mengawali karir sebagai pembawa acara Obrolan Rineh, sebuah nama program acara obrolan yang santai secara kocak dan sarat kritik di Radio Mara Bandung.
Pria yang mengaku tak pernah bermimpi apalagi bercita-cita menjadi orang terkenal, terlebih jadi seorang bintang film ini memulai karir sebagai pelawak profesional sejak tahun 1970, saat tergabung dengan grup lawak De’Kabayan yang terdiri dari Aom Kusman dan Suryana Fatah.
Selain sebagai pelawak, pria yang melekat dengan gaya bicara berintonasi khas Sunda ini juga dikenal aktif dalam berbagai kesenian Sunda lainnya. Kepeduliannya pada dunia seni telah terlihat saat ia masih duduk di Fakultas Sastra Unpad Jurusan Sastra Rusia. Saat itu, ia pernah menjabat sebagai Ketua Kesenian Daya Mahasiswa Sunda (DAMAS), Penasihat Departemen Kesenian Unpad. Di samping itu ia juga pernah menjadi Asisten Dosen di kampus yang sama.
Kang Ibing mulai menunjukkan kebolehannya dalam berakting di tahun 1975. Saat itu ia ditunjuk sebagai pemeran utama dalam film Si Kabayan. Sebuah film bergenre drama komedi legendaris yang disutradari Tutty Suprapto. Konon sang sutradara menjatuhkan pilihannya kepada Kang Ibing karena tertarik saat mendengarkan gaya humornya ketika menjadi penyiar di Radio Mara.
Perannya sebagai Kabayan, tokoh legendaris cerita rakyat Pasundan yang terkenal lugu tapi cerdik itu sukses mengantarkannya pada puncak popularitas. Tawaran sebagai bintang film dan iklan pun mulai berdatangan. Namun Kang Ibing bukanlah sosok yang mudah terbuai ketika pamornya tengah naik. Sebagai manusia biasa, ia menyadari semua yang telah berhasil dicapainya adalah titipan dari Yang Maha Kuasa semata.
Di samping itu, Kang Ibing juga menyebut bahwa semua keberhasilan yang diraihnya dalam berbagai profesi itu semuanya berkat doa restu dari kedua orang tuanya, juga istri dan anak-anaknya.
Dari pemahaman demikian, maka ia pun tak segan untuk berbagi untuk sesama. Salah satunya dengan berbagi dalam hal spiritual atau keagamaan. Belakangan, Kang Ibing sering diminta oleh berbagai pihak untuk menyampaikan ceramah. Sebagai pendakwah, jadwalnya pun lumayan padat.
Meski sudah dikenal banyak orang, ayah tiga anak ini tidak pernah memilih-milih dalam memberikan siraman rohani, baik di masjid yang ada di lingkungan pedesaan, kota, perkantoran, ataupun kampus di wilayah Indonesia. Bahkan di luar negeri, seperti ke Australia.
Latar belakangnya sebagai seorang pelawak bisa jadi turut mempengaruhi para pengikutnya dalam mendengarkan ceramah-ceramah yang dia sampaikan sehingga jauh dari kata membosankan. Karena dalam ceramahnya, Kang Ibing selalu mengangkat tema sederhana yang dekat dengan kehidupan sehari-hari serta disisipkan dengan humor-humor yang segar dan cerdas.
Di saat sedang tidak disibukkan dengan tawaran melawak atau berdakwah, putra pasangan Raden Suyatna Kusumahdinata dan Raden Kusdiyah ini mengisi waktu luangnya dengan beternak domba. Bahkan tempat tinggalnya yang terletak di Kompleks Pandan Wangi Ciwastra Bandung dilengkapi dengan kandang hewan kesayangannya itu.
Karena kecintaannya pada hobinya itu, ia bahkan tak segan-segan mengambil rumput sendiri di pematang sawah yang terdapat di sekeliling komplek perumahannya. Kandang domba memang cukup melekat pada sosoknya, bahkan jika ada yang bertanya dimana rumahnya, tukang becak yang mangkal di sekitar komplek perumahan tempat tinggalnya akan menunjukkan, bahwa rumah Kang Ibing itu adalah rumah yang di depannya ada kandang domba.
Sebagai seniman yang giat melestarikan budaya Sunda, Kang Ibing merasa prihatin terhadap generasi muda Sunda zaman sekarang. Menurutnya, para pemuda itu pada umumnya sudah kurang mengenal jati dirinya sebagai orang Sunda. Hal tersebut menurutnya dapat terlihat dari banyaknya anak muda dewasa ini yang malu berbahasa Sunda. Lebih jauh Kang Ibing mengatakan bahwa kenyataan itu disebabkan tidak adanya infilterisasi budaya luar yang masuk sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran nilai tersebut.
Ceramah dan senda gurau dengan dialek Sunda Kang Ibing akhirnya tak bisa lagi didengar para penggemarnya karena sang seniman itu telah tutup usia pada 19 Agustus 2010 lalu. Suami dari Nieke Wahyuningsih itu meninggal dunia di UGD Rumah Sakit Al Islam akibat mengalami pendarahan setelah terjatuh dari lantai kamar mandi rumahnya. Belakangan dari hasil pemeriksaan, Kang Ibing diketahui terkena serangan jantung. Penyakit ini dideritanya sejak 15 tahun yang lalu. Sebelum meninggal, Kang Ibing mengeluh mual, pusing, kemudian muntah. Jenazah disemayamkan di rumah duka di Jl. Kencana Wangi No.70 Komplek Pandan Wangi Kelurahan Buahbatu, Kecamatan Buahbatu, Bandung untuk selanjutnya jenazah dimakamkan di Gunung Puyuh Sumedang. e-ti | muli, red