
[SELEBRITI] Saat masih berusia enam tahun, ia mulai menarik perhatian publik dengan membintangi berbagai iklan produk dan sinetron. Ia kemudian dikenal sebagai penyanyi cilik ternama yang membawakan lagu Anak Gembala, Barisan Musik, Jangan Takut Akan Gelap, hingga Paman Datang. Di usianya yang semakin dewasa, ia berharap adanya regenerasi dari anak-anak Indonesia supaya lagu anak-anak tetap ada.
Mantan penyanyi cilik yang kini sudah beranjak dewasa, Tasya, memulai karir keartisannya saat masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak (TK). Saat itu secara tak sengaja, seorang ibu mendatangi dan menawarinya untuk menjadi bintang iklan. Tasya kemudian diantarkan ke sebuah biro iklan, di sana ia terlebih dahulu melewati proses casting hingga akhirnya berhasil mendapatkan kontrak.
Iklan pertama yang dibintanginya adalah sebuah produk susu. Sejak saat itu, Tasya laris manis menjadi model iklan berbagai macam produk, mulai dari asuransi, department store, keju, permen, hingga bedak.
Tahun 1998, anak bungsu dari tiga bersaudara ini mulai mencuri perhatian publik saat membintangi iklan Pepsodent. Gayanya yang menggemaskan membuat sebuah rumah produksi menawarinya bermain sinetron. Tasya yang waktu itu masih berusia enam tahun terlihat sangat menghayati perannya dalam sinetron berjudul Takdir. Setelah debut aktingnya di sinetron tersebut, Tasya kembali memamerkan kemampuannya di bidang seni peran dengan membintangi film televisi Kupu-Kupu Ungu dan Nyanyian Burung, yang mengantarkannya meraih penghargaan Goled Award pada Festival Film Anak di Kairo, Mesir. Judul-judul sinetron lain yang pernah ia bintangi adalah Matahariku, Tasya dan Jangan Menangis Adinda.
Walaupun disibukkan dengan jadwal syuting iklan dan sinetron yang padat, putri pasangan Gatot Permadi dan Isverina ini masih menyempatkan diri untuk mengikuti les menyanyi di Bina Vokalia, serta sekolah vokal yang dikelola Elfa Secioria. Di tahun 2000, ia kemudian mengikuti audisi Sony Music dan menandatangani kontrak untuk satu tahun. Tasya mendapat kesempatan untuk menunjukkan kemampuan bernyanyinya dengan masuk dapur rekaman. Album perdananya adalah Libur Tlah Tiba, yang mengunggulkan lagu berjudul sama, ciptaan A.T Mahmud. Album tersebut meledak di pasaran dengan angka penjualan yang mencapai 350 ribu kopi, sebuah angka yang terbilang luar biasa untuk ukuran album anak-anak.
Setahun kemudian, ia merilis album kedua yang bertajuk Gembira Berkumpul. Dalam album ini, ia masih melibatkan pencipta lagu anak ternama, AT. Mahmud. Yang sedikit berbeda, di album keduanya ini, Tasya berkolaborasi dengan Duta Sheila on 7 dalam lagu ciptaan Eross berjudul Jangan Takut Akan Gelap.
Dalam rangka menyambut bulan Ramadhan tahun 2002, alumni SMU Al Izhar ini meluncurkan sebuah album relijius yang diberi tajuk Ketupat Lebaran. Kemudian, di tahun 2003, ia mengeluarkan album keempatnya yang bertitle Istana Pizza. Album ini mempunyai konsep penyampaian dongeng dengan lagu. Dongeng yang ingin disampaikan oleh Tasya melalui albumnya ini adalah tentang Istana Pizza yang indah. Istana ini dipimpin oleh Raja Pizza dan Ratu Pizza. Mereka memiliki putri bernama Anapizza. Sang putri ini memiliki sahabat yang bernama Spagetto. Raja Pizza memiliki seorang penasehat yang bernama Peri Nini Merica yang akhirnya menjadi musuh Raja Pizza. Namun, atas kebaikan hati Anapizza, kejahatan yang dilakukan oleh Peri Nini Merica berhasil ditumpas. Tak hanya A.T Mahmud, Trie Utami juga turut menyumbang satu lagu berjudul Penghuni Hutan.
Setelah Istana Pizza, adik dari Muhammad Fatha Permana dan Dhenia Lizariani Hafsha ini meluncurkan The Very Best of Tasya. Album yang dirilis tahun 2005 itu berisi 14 lagu terbaik Tasya dari album sebelumnya, antara lain Anak Gembala, Barisan Musik, Jangan Takut Akan Gelap, hingga Paman Datang.
Banyaknya anak-anak yang menyanyikan lagu orang dewasa membuat Tasya merasa prihatin. Akibatnya, lagu anak pun terpinggirkan karena industri musik lebih fokus menggarap segmen pasar remaja atau dewasa. Menurutnya kenyataan itu sangat jauh berbeda ketika ia dulu menjadi penyanyi cilik. “Sekarang ini kita kesulitan menyebut nama-nama penyanyi cilik karena memang langka. Jika ada keberadaannya juga tidak populer,” ujar Tasya.
Hal ini bisa dilihat dari menjamurnya acara musik di berbagai televisi swasta Indonesia tapi hampir semua menampilkan musik untuk orang dewasa. Fakta tersebut tentu saja semakin menutup ruang musik dan aspirasi anak-anak pada siaran di televisi. Yang lebih memprihatinkan, acara yang dikhususkan untuk anak-anak juga diisi oleh lagu-lagu dan musik dewasa. Fenomena tersebut, menurutnya perlu dijadikan perenungan berbagai pihak karena anak-anak kerap menjadi korban.
Selain itu, minimnya regenerasi penyanyi cilik membuat anak-anak kehilangan panutan.
“Secara umum anak-anak Indonesia dari sisi musik, sudah tidak punya suatu idola atau panutan. Karena idola mereka seperti saya, Joshua, Tina Toon sudah nggak ada, karena aku juga udah beranjak dewasa,” ujar Tasya.
Dijadikan contoh sebagai penyanyi yang membesarkan lagu anak-anak membuat Tasya merasa bangga. Namun ia tetap berharap adanya regenerasi dari anak-anak Indonesia supaya lagu anak-anak tetap ada. “Kalo aku jadi contoh pastinya aku bangga, aku berharap ada regenerasi anak-anak Indonesia sehingga bukan aku terus yang dipanggil setiap ada acara anak-anak,” ujar penggemar boneka Barbie itu.
Soal kurang pamornya lagu anak-anak ke anak-anak sendiri, Tasya mengatakan mungkin kurangnya pengenalan lagu tersebut dari orang tua atau guru. “Mungkin dari orang tua dan guru juga harus mengajarkan lagu tentang anak-anak sehingga sesuai dengan umurnya,” pungkas Tasya.
Tasya juga amat menyayangkan pengaruh tayangan televisi terhadap perkembangan anak-anak belakangan ini. Ia berpendapat, tayangan tersebut berpengaruh langsung pada akselerasi tingkat kecerdasan, kreativitas, sosialisasi, dan pemaknaan nilai budaya pada diri anak-anak.
“Kita berharap anak-anak dapat berperilaku sesuai fakta sosial budaya di sekelilingnya, tidak tertipu fatamorgana ilusi yang tidak akan pernah ada dalam kehidupan sehari-hari mereka. Kebayang kan bila anak-anak disodori terus imajinasi tentang dinamika percintaan, perselingkuhan atau dinamika kehidupan orang dewasa,” lanjutnya.
Pada 20 Juni 2007, Tasya bersama Ricky Subagja, Marshanda, Dian Nitami, dan Farhan diangkat sebagai ‘Duta Kampanye Minum Susu’. Dalam sebuah kesempatan, Tasya sempat berkisah tentang kegemarannya meminum susu. “Ya, bayangin aja minum susu waktu itu lebih dari dua kali dalam sehari. Makanya pipiku jadi keliatan tembem,” ucapnya. Disebutkan juga, bahwa ia tidak dapat minum susu langsung dari tempat atau melalui gelas. Tasya baru bisa minum jika menggunakan sedotan. “Aku nggak bisa langsung minumnya. Harus pake sedotan, baru bisa minum,” sambungnya.
Hobinya minum susu bukan tanpa sebab, selain rasanya yang lezat, ia juga ingin tinggi badannya berkembang. Pasalnya, saat masih duduk di bangku SMP, ia masih terlihat pendek dibanding teman sebayanya. “Susu yang aku minum mesti berkalsium tinggi dan aku tunjang pula dengan olah raga skipping. Tapi aku akui juga mungkin ini pengaruh genetik. Sebab orang tuaku nggak tinggi-tinggi amat. Yang pasti aku terus berusaha,” pungkas Tasya yang tak merasa minder dengan teman-temannya lantaran beda tinggi badan.
Hobinya minum susu mungkin juga berpengaruh pada kemampuan berpikirnya karena semasa sekolah Tasya dikenal sebagai siswi yang cerdas. Buktinya, ia mendapat beasiswa untuk menimba ilmu di Nanyang Technological University, salah satu universitas favorit di Singapura. Tapi kesempatan emas itu justru disia-siakannya dan lebih memilih kuliah di Indonesia.
Tasya diterima di Jurusan Akutansi Universitas Indonesia melalui jalur penelusuran minat dan kemampuan (PMDK). Dengan begitu, dia tidak perlu bersusah payah lagi mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) perguruan tinggi negeri. “Alhamdulillah lolos PMDK. Senang sekali rasanya,” ujar gadis penyuka warna pink itu.
Ia tidak menyesal sedikit pun menyia-nyiakan beasiswa dari Nanyang. Baginya, tetap berada di Indonesia merupakan pilihan yang tepat. Pasalnya, dia berharap, karirnya di dunia entertain bisa terus berkembang.
“Namanya juga pilihan. Jadi, harus ada yang dikorbankan. Takutnya nanti, kalau ke Singapura saya nggak bisa bagi waktu antara kuliah dan karir di dunia entertain. Saya kan masih mau eksis,” tuturnya.
Mengenai jurusan akutansi yang dipilihnya, Tasya terpengaruh ayah dan dua kakaknya yang berprofesi sebagai akuntan. “Tadinya mau masuk kedokteran, tapi kuliahnya terlalu padat. Takut nggak bisa bagi waktu dengan karir,” tegasnya. e-ti | muli, red