Setia Menjaga Aset Sejarah

Abi Sofyan
 
0
272
Abi Sofyan
Abi Sofyan | Tokoh.ID

[WIKI-TOKOH] Entah apa jadinya Museum Sultan Mahmud Badaruddin II dan Museum Monumen Perjuangan Rakyat tanpa peran Abi Sofyan. Kemungkinan nilai sejarah yang tersimpan dalam dua bangunan simbol kejayaan Palembang pada era kesultanan dan revolusi itu akan memudar perlahan, bahkan “terkubur” seiring berjalannya waktu.

Suatu hari, menjelang tenggelamnya sang surya, Abi Sofyan masih sibuk menemani serombongan mahasiswa dari sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta yang mengunjungi museum. Mengenakan seragam pegawai negeri sipil, lengkap dengan topi bertuliskan “Pemandu Wisata” serta sebuah tongkat besi di tangan kanannya, dengan suara lantang ia menginformasikan sejarah kesultanan.

Aura semangat tak kenal lelah terpancar dari wajah keriput Abi ketika menjelaskan sejarah Kesultanan Palembang Darussalam kepada para mahasiswa itu. Saat menceritakan sosok Sultan Mahmud Badaruddin II yang terkenal berani menentang penjajah Belanda, nada bertutur Abi justru makin berapi-api. Ia seakan ingin meneriakkan semangat nasionalisme sang pahlawan kepada para mahasiswa pendengarnya.

Abi juga memiliki daya ingat yang baik. Dia dengan runtut berkisah tentang jatuh-bangunnya Kesultanan Palembang. Sesekali diselipkannya humor untuk tetap menarik perhatian pengunjung museum.

Ia seakan paham betul, bagaimana mengatur intonasi suara agar pengunjung mau mendengarkan penuturannya tentang sejarah perjuangan rakyat Palembang. Rupanya, hampir 30 tahun Abi mengabdikan hidupnya sebagai pemandu wisata di Museum Sultan Mahmud Badaruddin II dan Museum Monumen Perjuangan Rakyat.

Di sisi lain, ia prihatin melihat fenomena kaum muda yang makin tak meminati museum sebagai salah satu tempat belajar.

“Mereka lebih suka ke mal daripada mempelajari kekayaan sejarah bangsanya sendiri. Jumlah pengunjung selama liburan sekolah terus menurun. Tahun lalu sekitar 500 orang, sedangkan tahun ini turun drastis, hanya sekitar 100 orang,” katanya.

Ia juga prihatin dengan anggapan sebagian orang yang menganggap profesi pemandu wisata hanya berorientasi demi mendapatkan uang dari wisatawan ketimbang membagi informasi terkait koleksi museum.

“Faktanya, tidak semua pengunjung memberikan uang kepada pemandu wisata. Saya juga tak pernah meminta bayaran. Saya mendapat honor dari pemerintah,” ucapnya.

Di Palembang, Abi turut mengorganisasi para pemandu wisata yang wilayah kerjanya di kawasan Benteng Kuto Besak. Mereka saling berbagi pengetahuan sejarah secara berkala. Ia menamakan komunitas pemandu wisata itu Asosiasi Pemandu Wisata Benteng Kuto Besak. Lewat komunitas ini pula antara lain diatur jam dan wilayah kerja para pemandu.

Advertisement

Berbagi pengetahuan

Abi berkeyakinan, pemandu wisata itu profesi yang mulia. Seorang pemandu wisata harus mempunyai sifat dasar tidak pelit dan tak egois. Mereka juga dituntut selalu berbagi kepada orang lain.

“Pemandu wisata museum, misalnya, punya kelebihan pengetahuan sejarah. Tentunya saya tak boleh pelit membagi ilmu itu kepada pengunjung. Kalau pengetahuan ini tak disebarkan, nilai luhur bangsa yang seharusnya bisa dijadikan contoh akan terkubur sia-sia,” ujarnya.

Abi lalu berkisah tentang sejarah Palembang, mulai Kerajaan Sriwijaya yang membawa peradaban Buddha dengan kekuatan maritimnya, lalu digantikan peradaban Islam pada masa Kesultanan Palembang Darussalam (tahun 1550-1823), hingga sejarah masa revolusi kemerdekaan. Ini perang rakyat Sumatera Selatan melawan Belanda pada 1 Januari 1947.

Ia bercerita sambil menunjukkan benda bersejarah peninggalan era kesultanan, seperti tulisan kuno, silsilah, singgasana, senjata, dan pakaian tradisional, sampai beragam senjata ringan-berat dari peperangan melawan penjajah.

Meski tak bisa dikatakan banyak, Abi mengaku senang karena kedua museum tersebut sangat berguna bagi para mahasiswa yang sedang melakukan penelitian sejarah. Prasasti Talang Tuo (606 Caka atau 684 M) dan patung Buddha peninggalan Kerajaan Sriwijaya disebutkannya sebagai benda bersejarah yang banyak menarik minat peneliti.

Bahasa asing

Informasi sejarah rakyat Palembang itu dia dapatkan antara lain lewat berbagai pelatihan. Abi pun tergolong rajin membaca berbagai literatur tentang sejarah Palembang. Bahkan, dalam usia yang tak muda lagi, ia tetap setia menyertai para peneliti untuk saling berbagi informasi sejarah.

Selain itu, Abi juga belajar bahasa Inggris dan Mandarin secara otodidak. “Kota Palembang tak hanya dikunjungi wisatawan domestik, tetapi juga turis internasional. Kebanyakan turis asing berasal dari Singapura, China, dan Thailand. Ada juga sedikit turis dari Jepang, Amerika, dan Eropa,” katanya.

Abi lalu bercerita tentang kebahagiaannya saat Pemerintah Provinsi Sumsel menggulirkan program “Visit Musi 2008”. Selama setahun program berjalan, selama itu pula dia mengalami masa-masa tersibuknya sebagai pemandu wisata.

“Selama setahun itu, sekitar 5.000 wisatawan domestik dan 3.000 turis asing mengunjungi kedua museum ini. Selama menjadi pemandu wisata, tahun 2008 adalah waktu tersibuk kami,” katanya.

Sayangnya, usaha Abi untuk menambah pengetahuan sejarah dan membagikannya kepada sebanyak mungkin pengunjung museum belum dihargai sepenuhnya oleh pemerintah setempat. Selama hampir 30 tahun menjadi pemandu wisata, ia masih berstatus sebagai PNS honorer Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kota Palembang. Meski begitu, Abi mengaku tidak patah semangat.

Ketika ditanya berapa penghasilannya sebagai tenaga honorer, Abi tidak mau menyebutkan nominalnya. Alasan dia, tidak etis menyebutkan honor yang diberikan pemerintah.

“Tidak usah bicara honor, saya sudah senang kalau semakin banyak orang, terutama anak muda, yang berminat mempelajari sejarah bangsanya sendiri,” ujarnya.

Sayang, untuk sementara ini, harapan Abi itu tampaknya bertolak belakang dengan kenyataan. e-ti

Sumber: Kompas, Kamis, 29 Juli 2010 | Penulis: Bonivaius Dwi Pramudyanto

Data Singkat
Abi Sofyan, Pemandu Wisata / Setia Menjaga Aset Sejarah | Wiki-tokoh | museum, Pemandu, Wisata

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini