
[OPINI] – PRESIDEN JOKOWI*: Demokrasi kita ini sudah terlalu kebablasan. Praktek demokrasi politik yang kita laksanakan telah membuka peluang terjadinya artikulasi politik yang ekstrim, seperti liberalisme, radikalisme, fundamentalisme, sektarianisme, dan terorisme, serta ajaran yang lain, yang bertentangan dengan ideologi kita Pancasila.
Pertama, banyak pertanyaan kepada saya. Presiden Jokowi dalam 4-5 bulan akhir ini, kita banyak disuguhkan oleh persoalan-persoalan bangsa yang banyak menjadikan tanda tanya kita. Apakah bangsa kita masih bersatu? Saya jawab bangsa kita masih bersatu.
Memang pemahaman konsep, pemahaman nilai-nilai kebangsaan inilah yang terus harus kita gaungkan. Dan dalam 4-5 bulan ini mengingatkan kita semuanya. Betapa masih banyak yang harus kita perbaiki. Betapa banyak yang masih harus kita benahi. Terutama dalam memahami konsep dan nilai-nilai kebangsaan yang semua rakyat harus tahu betul.
Betapa kita ini sangat beraneka ragam, betapa kita ini sangat majemuk. Dan keanekaragaman yang melekat pada bangsa Indonesia ini menjadi jati diri, menjadi identitas, sekaligus entitas Indonesia sebagai suatu bangsa. Keanekaragaman tersebut telah menyatu dalam kehidupan masyarakat dan menjadi simbol kerukunan dan keharmonisan dari rakyat.
Oleh sebab itu, harus kita jaga terus apa yang sudah menjadi anugerah dari Tuhan kepada kita. Sebagai bangsa yang besar, yang majemuk, yang beraneka ragam.
Banyak juga yang bertanya kepada saya: Apakah demokrasi kita ini sudah terlalu bebas dan sudah keblabasan? Saya jawab, iya. Demokrasi kita ini sudah terlalu kebablasan. Dan praktek demokrasi politik yang kita laksanakan telah membuka peluang terjadinya artikulasi politik yang ekstrim, seperti liberalisme, radikalisme, fundamentalisme, sektarianisme, dan terorisme, serta ajaran yang lain, yang bertentangan dengan ideologi kita Pancasila.
Dan penyimpangan praktek demokrasi itu mengambil bentuk nyata, ya seperti yang kita lihat akhir-akhir ini, politisasi SARA, ini harus kita ingatkan, kita hindari. Seperti tadi yang disampaikan oleh Pak Oso, bertebarannya kebencian, fitnah, kabar bohong, saling memaki, saling menghujat, yang ini kalau kita terus-teruskan bisa menjurus pada pecah belah bangsa kita.
Tetapi saya meyakini bahwa ini juga menjadi ujian, yang nantinya kalau ini bisa kita lalui dengan baik, akan menjadikan kita semakin dewasa, akan menjadikan kita semakin matang, akan menjadikan kita semakin tahan uji. Bukan justru melemahkan. Tetapi kalau kita, tenaga pikiran kita habis untuk hal-hal yang seperti ini, dan tidak kita hentikan, kita lupa pada pekerjaan utama kita yaitu mensejahterakan rakyat.
Kuncinya, kuncinya dalam demokrasi yang kebablasan adalah penegakan hukum. Aparat hukum harus tegas, tidak usah ragu-ragu. Jangan sampai kita lupa, terus-menerus berurusan dengan hal-hal dalam, seperti dalam 4-5 bulan ini, yang kita hadapi, sehingga energi kita habis dan lupa pada persoalan masalah ekonomi kita.
Tetapi ini perlu saya sampaikan cepat bahwa pada 2016, ekonomi kita dapat dikatakan sangat baik, karena kalau dibandingkan dengan negara-negara besar, pertumbuhan ekonomi kita 5,02 persen itu adalah, masuk pada 3 besar yang terbaik. Kita hanya kalah dengan India, kalah dengan Tiongkok. Nomor tiganya kita. Ini yang harus terus kita rawat dan kita jaga jangan sampai momentum pertumbuhan ini menjadi turun gara-gara kita kehilangan konsentrasi, kehilangan fokus dalam pembangunan negara ini.
Indonesia 2045
Kedua, juga di bidang pemerataan. Sebentar lagi akan kita keluarkan yang namanya, kebijakan pemerataan ekonomi, yang menyangkut tiga hal. Karena rasio kesenjangan kita memang sudah sangat lebar sekali. Kesenjangan antar wilayah, kesenjangan antara kaya dan miskin, gini rasio kita pada 2 tahun yang lalu pada posisi 0,41, tetapi alhamdulillah tahun kemarin sudah turun menjadi 0,39, sedikit-sedikit terus akan kita turunkan angka kesenjangan kita.
Tiga hal besar yang akan kita lakukan dalam kebijakan pemerataan ekonomi adalah, yang pertama masalah yang berkaitan dengan reforma agraria dan redistribusi aset. Kita akan membagi lahan-lahan yang tidak produktif kepada rakyat dalam bentuk konsesi-konsesi kecil kepada rakyat, kepada koperasi, kepada tanah-tanah adat, sehingga aset-aset negara ini terdistribusi dengan baik, dan menjadi sebuah property right bagi rakyat dalam rangka bisa mengakses ke akses-akses permodalan. Yang ini pada tahapan kedua setelah redistribusi aset dan reforma agraria, kita akan masuk pada akses permodalan.
PRESIDEN JOKOWI: “Kalau kita konsisten bekerja seperti sekarang ini, kita akan memasuki abad emas, karena kita akan masuk kapada 5 besar ekonomi terbesar di dunia, dengan pendapatan per kapita kurang lebih 29 ribu dollar AS.”
Dan yang ketiga, nantinya akan kita garap habis masalah yang berkaitan dengan pembangunan sumber daya manusia, yaitu vocasional training, training-training kejuruan dan sekolah kejuruan. Kalau ini kita konsisten melakukan, saya meyakini bahwa Indonesia, 100 tahun setelah merdeka, pada tahun 2045, perkiraan kita, baru 3 hari yang lalu saya minta kepada Menteri Keuangan untuk dihitung.
Berapa penduduk kita, penduduk kita nanti kurang lebih 309 juta, pada tahun 2045. Berapa PDB kita? PDB kita sekarang Rp 13 triliun. Nantinya pada 2045, perkiraan kita, PDB kita akan 9,1 triliun dollar AS. Artinya, kurang lebih 100, bisa 10 kali lipat dari yang kita punyai sekarang. Dan pada saat itulah Indonesia, kalau kita konsisten bekerja seperti sekarang ini, kita akan memasuki abad emas, karena kita akan masuk kapada 5 besar ekonomi terbesar di dunia, dengan pendapatan per kapita kurang lebih 29 ribu dollar AS. Tetapi, dengan catatan, kita bekerja seperti sekarang ini dengan pertumbuhan ekonomi di atas 5.
Inilah saya kira yang akan terus kita kerjakan, dan kita harapkan apa yang sudah kita kerjakan, pembangunan dari pinggiran, pembangunan dari desa, dan pembangunan dari perbatasan ini benar-benar akan kita teruskan.
*Petikan sambutan Presiden Joko Widodo dalam acara Pengukuhan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Hanura, di SICC, Bogor, Jawa Barat, 22 Februari 2016.
Pidato TokohIndonesia.com | rbh
© ENSIKONESIA – ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA