Terorisme, Musuh Islam dan Demokrasi

 
0
269
Terorisme, Musuh Islam dan Demokrasi
e-ti | tokohindonesia.com

[WAWANCARA] – Sesungguhnya terorisme bukan saja musuh bagi demokrasi, tapi juga musuh bagi Islam. Islam tidak membenarkan terorisme. Sebagai seorang muslim dan Menteri Pertahanan, Matori Abdul Jalil menegaskan bahwa antiterorisme tidak sama dengan anti-Islam. Terorisme adalah musuh Islam dan musuh demokrasi.

Dalam wawancara khusus dengan Tokoh Indonesia, Menhan Matori Abdul Jalil yang juga menjabat Ketua Umum DPP PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) Batutulis mengatakan dengan demokrasi, para pekabar atau juru daqwah mendapat kebebasan yang luar biasa. Kalau ingin berdakwah di Amerika, kita harus mengalahkan Amerika terlebih dahulu, kapan kalahnya? Tetapi karena Amerika adalah negara demokrasi sekarang di sana banyak masjid. Berikut petikan wawancara Tokoh Indonesia dengan Menhan Matori Abdul Jalil di Kantor Menhan, Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis 3/10/02. Ia didampingi Marsma TNI Kamto Soetirto, SE, SIP, Karohumas Dephan beserta stafnya.

Bagaimana visi Anda tentang bangsa dan negara ini (Negara Kesaturan RI)?

Saya menangkap mengapa pendiri bangsa kita memilih Pancasila sebagai dasar negara, bukan agama atau ideologi yang lain? Itu semata-mata oleh karena sebuah kesadaran yang kuat betapa beragamnya bangsa kita ini. Tetapi kalau kita mengertikan bangsa sebagai sebuah ukuran etnis, saya pikir kita tidak mungkin bersama dengan saudara-saudara kita dari Irian Jaya, yang memiliki perbedaan, ya dari warna kulitnya dan pandangan budaya yang berbeda dari yang lain.

Juga kalau kita melihat bangsa ini dari ukuran sebuah agama, tidak mungkin misalnya masyarakat Bali yang mayoritas beragama hindu dapat bersatu dengan orang-orang yang ada di pulau Jawa. Terlebih jika kita lihat satu pulau, contohnya di pulau Jawa sendiri, betapa beragamnya dari segi etnik dan agama. Dengan kenyataan ini, semakin meyakinkan saya bahwa Negara Indonesia berdasarkan Pancasila. Jikalau bangsa kita ingin eksis kita harus melihat bentuk ini adalah bentuk negara kita yang sudah final.

Dan dengan kesadaran akan keberadaan kita di tengah kehidupan dunia, kita masih hidup di pemikiran tradisional, namun jika pemikiran tradisional itu tidak mengdepankan hal-hal yang bersifat rasional dan ilmu pengetahuan, pemikiran tradisional itu akan menjadi suatu handicap atau penghambat sebuah bangsa untuk maju dan sederajat dengan bangsa lain.

Tujuan bangsa ini yaitu membawa kepada sebuah bangsa yang sederajat dengan bangsa lain dan mencerdaskan bangsanya menuju cita-cita ke arah sebuah masyarakat yang “toto tentrem” dan “kerto raharjo” yaitu dengan cara setiap orang harus bersikap sebagai pejuang dan pejuang di dalam bidangnya. Apakah ia di partai, pers, pegawai negeri, aktivis sosial. Hal-hal inilah yang senantiasa menjadi pemikiran saya, ketika saya masuk berpolitik dari bawah hingga sekarang.

Sebagai Menhan, bagaimana Anda melihat bangsa ini dari sisi pertahanan dan keamanan?

Dalam memandang bangsa ini dari sisi pertahanan dan keamanan, terlebih saya melihat dari kaca mata saya sebagai orang jawa. Bukan menjadi primodial. Namun karena saya dibesarkan di jawa, sehingga berbagai pengetahuan saya peroleh dari masyarakat adalah menjadi acuan pola berpikir saya. Jika kita melihat pergelaran wayang kulit, pertama kali ki dalang menyanjung sebuah negara dengan istilah panjang, punjung, pasir, wukir gemah ripah loh jinawi.

Saya melihat bangsa Indonesia seperti itu, panjang dan punjung itu artinya panjang, luas lebar. Pasir itu berarti pantai ini menunjuk kepada pantai sebagai tempat perdagangan. Kemudian perbukitan ini berarti pertanian, lalu kemah ripah ini berarti taman. Sumber alam kita begitu kaya dan subur sekali (lohjinawi) ini adalah sebuah fakta dan ini adalah anugerah bagi bangsa ini. Namun sesugguhnya ada 2 hal yang menjadi tugas besar bangsa ini yaitu terciptanya “toto tentrem” dan “kerto raharjo”

Toto tentrem itu adalah yang hubungan dengan keamanan (security) sedangkan kerto raharjo itu adalah kesejahteraan (prosperity). Sehingga kuncinya itu dua, pertama bagimana kita menjadikan kondisi yang keamanan yang bagus, sehingga akhirnya kesejahteraan tercapai. Tidak pernah dikatakan kerto raharjo dan toto tentrem. Tapi, toto tentrem terlebih dahulu, seperti kita mengatakan juga bahwa sandang pangan bukan pangan sandang. Ini berarti bahwa yang pertama adalah sandang sebagai manusia yang berbudaya.

Contohnya, bayi ketika baru lahir. Pertama kali diselimuti dengan kain baru kemudian diberi ASI. Ini tanda manusia itu beradab dan berbudaya. Lebih dulu tidak makan dibandingkan kita telanjang. Karena jika kita tidak telanjang kita dapat mencari makan. Seperti itu juga kalau kita bicara di dalam dunia ekonomi, bahwa antara stabilitas dengan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang bersifat absolute. Tidak mungkin ada investor yang berniat datang jika tidak ada keamanan yang pasti. Bagi saya ketika ditempatkan di dalam departemen ini merupakan sebuah amanah yang tidak ringan, bagaimana terciptanya keamanan yang berlanjut dengan tumbuhnya kesejahteraan.

Advertisement

Tentang demokrasi, security dan reformasi?

Kita, bangsa Indonesia, sedang mengemban tugas tugas besar yaitu Reformasi. Suatu proses yang kita sengaja demi terciptanya suatu sistem nasional yang demokratik, sebagaimana diharapkan oleh pendiri republik ketika membuat UUD 45. Namun kita perlu menyadari bahwa kematangan berdemokrasi Bangsa Indonesia itu belum cukup. Padahal jika kita ingin membangun suatu sistem bukan hanya sturkturnya saja yang dibangun, namun juga kulturnya harus dibangun. Lalu apakah sebenarnya demokrasi hanya merupakan kebebasan saja, sejarah dalam Revolusi Prancis mencatat bahwa domokrasi mencakup tiga hal: kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan.

Sehingga jika kita ingin membangun kultur demokrasi tiga nilai tersebut harus dibangun secara bersama. Tiga nilai memiliki pengertian: ketika saya merasa bebas, pada saat itu juga saya harus begitu yakin kalau orang-orang di sekitar saya juga merasakan hal yang sama. Namun jika yang bebas hanya saya saja, itu bukan demokrasi namanya.

Ketika kebebasan dirasakan bersama, maka yang muncul adalah kompetisi. Kompetisi yang sehat harus memiliki “rule of the game”. Seperti dalam pertandinagn sepak bola. Kedua tim diberikan kebebasan untuk mengolkan bola sebanyak mungkin. Tetapi tetap dalam aturan permainan. Nah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, itu disebut sebagai “rule of law”. Sehingga persaingan atau kompetisi itu didasari oleh hukum. Jika hukum sudah ada maka harus ada law inforcement (penegakan hukum). Ketika ada yang patut terkena “kartu kuning” diberikan “kartu kuning” dan jika patut terkena “kartu merah” harus diberi “kartu merah” juga.

Jadi siapa pemenangnya, setiap pihak menjadi puas ‘kan? Seperti di saat akhir pertandingan sepak bola mereka saling tukar-menukar kostum, bersalaman dan berpelukan. Munculnya persaudaraan. Persaudaraan itu ada karena adanya “fairplay”. Sehingga jika kita berdemokrasi dan reformasi itu adalah untuk bersatu.

Bagaimana Anda melihat isu terorisme dalam kaitannya dengan Islam dan demokrasi?

Jika kita melihat kasus terorisme dan radikalisme, apakah itu mendukung demokrasi atau yang menjadi musuh demokrasi? Mereka (teroris) adalah musuh kita. Seperti istilah pada masa lalu katakan “pokoke” (pokoknya-red) itu bukanlah semangat demokrasi. Setiap orang boleh saja melakukan perjuangan untuk ini atau itu dalam aturan yang berlaku, namun jika semuanya dilakukan dengan teror dan usaha tekanan, ya itu telah keluar dari aturan.

Saya sebagai orang yang beragama Islam dan mungkin yang dikenal juga sebagai salah satu pemimpin ummat (boleh kan?), saya memandang bahwa Islam sendiri tidak suka terhadap terorisme dan tidak membenarkan terorisme. Seperti ketika Nabi Muhammad SAW sendiri berdaqwah tidak pernah ada paksaan. Bahkan pamannya sendiri yang waktu itu hampir meninggal, ia tidak membuat paksaan. Dan saya yakin seluruh agama juga seperti itu. Sehingga sesungguhnya terorisme bukan saja musuh bagi demokrasi, tapi juga musuh bagi Islam.

Dengan demokrasi, para pekabar atau juru daqwah mendapat kebebasan yang luar biasa. Kalau ingin berdakwah di Amerika, kita harus mengalahkan Amerika terlebih dahulu, kapan kalahnya!. Tetapi karena Amerika adalah negara Demokrasi sekarang di sana banyak masjid. Contohnya, anak saya yang sekarang sedang berkuliah di San Fransisco dapat sholat Jum’at dengan baik. Sebaliknya juga dengan agama yang lain, jika ingin beribadah di tengah masyarakat Islam, ya itu adalah hak mereka juga. Sekarang tinggal bagaimana setiap agama itu meningkatkan iman umatnya masing-masing dalam agamanya.

Saya sebagai Menteri Pertahanan melihat isu teroris, menegaskan bahwa terorisme adalah sesuatu yang tidak dapat diterima. Dan antiterorisme bukan sama dengan anti-Islam.

Prinsip

(Tokoh Indonesia menulis profil Mator Abdul Jalil sebagai seorang politisi yang ‘penurut’ tapi kadang kala meledak-ledak. Dia tergolong politisi yang licin. Pada saat tertentu, dia terkesan sangat penurut kepada ‘Sang Guru’ yang disimbolkan sujud dan cium tangan setiap kali ketemu. Tapi dalam hal yang dianggapnya sangat prinsipil dia pun mampu melepaskan diri dari bayang-bayang ‘Sang Guru”).

 

Komentar Anda?

Saya percaya bahwa kita hidup dan memperjuangkan sesuatu itu tidak dapat dilakukan sendiri. “Makin banyak teman makin baik”. Oleh karena itu saya berusaha untuk membangun jaringan dengan siapa pun. Baik dengan tidak seagama atau satu daerah. Namun dengan siapa saja yang memiliki satu idealisme yang sama, mari bersama-sama! Dengan itu dapat terlihat apakah orang itu mengabdi kepada idelisme atau kepada kepentingan pribadinya ketika sedang mengambil keputusan yang menyangkut bangsa.

 

Jadi jika ketika saat prinsip kita berbeda, kita memang tidak boleh lagi bersama-sama. Namun secara pribadi hubungan tidak putus, sama sekali tidak. Tapi jika dalam satu hal berbeda, apalagi menyangkut bangsa dan negara, kita harus punya sikap.

Saya selalu berusaha apa yang saya lakukan itu konsisten dengan apa yang saya katakan atau ucapkan. Ketika memperjuangkan dermokrasi dengan konstitusi, saya harus turut di dalamnya. Karena di dalam Islam dikatakan bahwa “dosa besar dihadapan Allah adalah orang yang bisa bicara, tetapi tidak bisa melaksanakan yang diucapkan. Saya selalu ingat bagaimana saya harus menjadi orang yang memiliki malu teradap diri sendiri, manakala saya itu tidak konsisten dengan apa yang saya katakan. Seberat apapun dalam mengambil keputusan, tapi saya percaya kalau saya lakukan itu dengan ihklas, meskipun semua orang memusuhi, tapi insyaallah jika benar-benar ikhlas dan pas, itu Tuhan pasti menolong.

Karena Al-quran mengatakan “kalau memang kamu membela Allah, membela kebenaran sesuai dengan kehendak-Nya, maka yang akan meneguhkan dirimu adalah Tuhan sendiri. Sebagai orang yang beriman saya yakin dengan mencari di dalam sabda-sabda Allah yang bisa memperkuat mentalitas saya ketika sedang menghadapi krisis dan selalu berani menyatakan prinsip kepada siapa saja.

Setidaknya ada dua event dimana Anda menunjukkan sikap. Pertama, menjelang Sidang Umum MPR 1999, saat Anda mendukung Megawati Sukarnoputri jadi presiden. Kedua, saat Anda menghadiri Sidang Istimewa MPR 2001 berseberangan dengan Gus Dur?

Ketika saat sidang umum istimewa, prinsip saya harus menegakan konstitusi bagaimana pun keadaanya. Sebab kelemahan saya dalam politik, saya tidak dapat berkompromi terhadap hal-hal yang bertentangan dengan apa yang saya yakini prinsipil dan konstitusional. Dan segala sesuatu itu datang dari Tuhan Jadi saya tak perlu takut dan kemudian menjual prinsip. Kesadaran ini ada terlebih-lebih ketika saya hendak dibunuh, ternyata tidak mati. Dari hal itu saya jadi yakin kematian itu bukan manusia yang mengira-ira. Boleh saja orang mau membunuh saya, tapi kalau Tuhan tidak menakdirkan saya mati pada hari itu, ya saya tidak mungkin mati. Bukan karena saya sakti tapi karena Allah.

Setiap kita lahir dalam keadaan telanjang, tidak berdaya, tetapi Tuhan menanamkan kasih kepada kita masing-masing, sehingga ibu kita merawat kita dan membesarkan kita. Kasih yang ada dalam ibu ini adalah datang dari Tuhan.

Saya jadi ingat ketika saya masih di desa ketika bersekolah SD dulu saya harus berjalan jauh untuk sampai ke sekolah melewati pematang sawah dan tidak memakai alas kaki sendal atau sepatu. Dan saat ini anak saya bisa bersekolah, saya bisa makan dan bisa naik mobil sendiri, masih kurang yakin apa kalau memang semuanya Tuhan itu yang kasih. Jadi dalam hidup ini tidak perlu takut, bukan berarti kita tidak perlu berikhtiar. Beriktiarlah, namun tidak pelu sampai menjual prinsip.

Sikap saya terhadap mendukung Ibu Mega menjadi presiden berlandasakan komitmen kita bersama untuk membangun demokrasi dan melaksanakan reformsi. Tetapi kalau sebuah partai yang menang pemilu malah menjadi pihak oposisi, itu ‘kan jadi lucu sekali. Semua hal kita kembalikan kepada niat kita. Kita melaksanakan rerformasi untuk mendapatkan posisi atau ingin membangun sistem nasional yang demokratis.

Lalu ketika akhirnya PKB secara resmi mencalonkan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi presiden, bagaimana posisi Anda saat itu?

Sikap saya tetap sama dan jelas bahwa ketua partai pemenang pemilu harus menjadi presiden. Walaupun belakangan banyak orang yang menghujat saya, tapi saya yakin yang saya lakukan ini benar. Kalau mereka menghujat saya, saya lebih memilih diam saja. Karena ajaran orang-orang tua mengatakan kalau kita melakukan yang baik suatu ketika juga nanti akan muncul dan ini juga berdasarkan pengalaman hidup saya. Keadaan kita saat ini juga oleh karena kondisi para elit politik kita yang belum dewasa. Saat ini yang ada hanya perkelahian “politik” saling menjelekkan dan kemudian menjadi sama-sama jelek.

Kembali ke masalah pertahanan nasional?

Isu pertahanan nasional masih belum selesai seperti di Aceh, Ambon, Irian Jaya dan yang lain. Dan ini juga menyulikan bagi sektor ekonomi, para investor jadi sukar untuk memberikan modalnya di Indonesia. Jika bangsa ini pecah, pecahnya tidak seperti bangsa Korea terbagi dua, tetapi pecah seperti kaca mobil, terpecah-pecah.

Pada saat ini bangsa kita masih dihormati oleh negara-negara tetangga kita. Karena walaupun kita miskin, bodoh tetapi kita masih bangsa yang besar. Coba bayangkan para pekerja TKI yang ada di Malaysia sekitar 500 ribu, jumlah itu melebihi jumlah penduduk Brunei yang hanya 350 ribu. Pertambahan penduduk kita, tiap tahunnya kira-kira 1% itu membuat tiap tahunnya penduduk bertambah sekitar 2 juta, sedangkan penduduk Singapura sendiri hanya 3 juta. Sehingga mereka masih tetap takut dengan kita. Tetapi misalnya kita pecah menjadi sepuluh, sudah kecil, miskin, bodoh lagi. Hal-hal seperti ini yang sesungguhnya harus kita diskusikan bersama. Hal-hal yang besar menyangkut bangsa ini. Bukan berdebat tantang hal yang berputar-putar di situ saja sedangkan keadaan rakyat tetap kelaparan dan bangsa ini terancam disintegrasi.

Sebagai Menhan, untuk mengatasi masalah tersebut langkah-langkah yang Anda atau pemerintah lakukan?

Reformasi harus tetap jalan terus dengan menjaga integrasi bangsa ini secara fisik atau ideologi. Kemudian pemulihan perekonomian. Tugas pertahan saat ini sangat berbeda dengan keadaan pada masa orba. Pada waktu itu walaupun pendanaan bagi segi pertahanan kurang, namun keadaan di dalam negeri itu kondusif selama 32 tahun.

 

Hal ini terjadi karena sikap represif aparat terhadap setiap gejolak dalam masyarakat sehingga dengan demikian penanggulangan yang semestinya mahal dapat menjadi lebih murah. Tetapi keadaan sekarang berbeda, di mana kita saat ini sedang menegakkan kebebasan demokrasi. Kita tidak bisa membatasi orang untuk membuat satsiun TV baru, radio baru, majalah baru dan web site baru. Sehingga dengan demikian konsekuensinya pendanaan pertahanan negara juga harus bertambah, sebab harga sebuah demokrasi itu mahal apalagi hal keamanan. Kemudian didukung juga dengan SDM aparat yang baik, sarana dan prasarana yang memadai serta kesejahteraan aparat hukum yang di baik.

Kemudian dalam pelaksaan operasional menegakan keamanan harus berdasarkan hukum, sehingga berbagai perundang-undangan yang diperlukan harus ada (contohnya rancangan tentang undang-undang anti-terorisme). Sehingga penekanan kita ke dalam adalah menciptakan aparat keamanan dan pertahan yang handal serta profesional dalam anggaran yang cukup untuk kepentingan dalam negeri.

Saat ini antara jumlah aparat keamanan dan pertahanan dengan situasi dan kondisi bangsa kita saat ini adalah tidak sepadan. Dari kurang lebih 220 juta penduduk, jumlah aparat kemanan dan pertahanan hanya sekitar 300 ribu. Kemudian sarana dan prasarana yang sangat minim. Alhamdulillah saat ini pemerintah mulai memperhatikan hal itu.

Itu merupakan langkah-langkah kita kerjakan ke dalam. Sedangkan langkah keluar, kita menggalang kerjasama dengan negara demokrasi lainnya. Jadi jika ada upaya untuk melakukan konfrontasi dengan Malaysia atau Amerika, itu bagi saya merupakan tindakan kontra-produktif. Kita harus juga realistis bahwa keadaan kita saat ini berbeda dengan kondisi pada waktu merebut kemerdekaan, sehingga penanganan yang kita ambil juga harus berbeda. Seperti saya dan anak saya sudah berbeda, pada waktu masih muda kalau saya mempuyai celana yang sudah rusak saya jahit kembali, tapi anak-anak sekarang beli celana baru yang robek di lutut. Kenapa kita harus baik terhadap tetangga atau masyarakat internasional, karena jika tidak, kita akan banyak mengalami kesulitan sendiri.

Bentrokan TNI dan Polri, bagaimana korelasinya dengan pemisahan kedua institusi pertahanan dan keamanan ini?

Mengenai bentrokan antara TNI dan Polri di Binjai, saya menghimbau jangan kita beranggapan bahwa TNI dan Polri itu semua jelek nilainya. Hanya karena masalah yang sebenarnya kurangnya perhatian kesejahteraan aparat dan kondisi psikologi di antara lembaga ini. Yang satu mengalami power syndrome dan yang satu lagi merasa berkuasa berlebihan. e-ti

***TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Tokoh Terkait: Matori Abdul Djalil, | Kategori: Wawancara | Tags: Menteri, Pertahanan, kabinet, gotong-royong

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini