Misteri Bocornya Sprindik

 
0
101
Lama Membaca: 4 menit
Misteri Bocornya Sprindik
Ch. Robin Simanullang | Ensikonesia.com | wes

[OPINI] – CATATAN KILAS – Integritas petinggi KPK dipertaruhkan. Misteri bocornya Sprindik berdampak ganda. Sebuah pelajaran berharga bagi KPK, untuk tidak masuk dalam pusaran pencitraan dan popularitas (interes politik).

Draf surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus suap proyek Hambalang bocor dan beredar luas. Ironisnya, orang yang diduga kuat membocorkan Sprindik itu adalah unsur pimpinan dan petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri.

Ketua KPK Abraham Samad sendiri merasa sedang difitnah soal bocornya Sprindik atas nama Anas tersebut. “Saya tidak pernah membocorkan sprindik, itu semua fitnah untuk menjatuhkan saya dari ketua KPK,” kata Abraham kepada pers, Kamis (21/2/13).

Inilah pelajaran berharga bagi KPK, untuk tidak gemar masuk dalam pusaran pencitraan dan popularitas. Jangan terseret dengan interes politik, iming-iming jabatan apa pun. Jangan lagi gemar disanjung dan sebaliknya gampang tersinggung jika dikritik dan diawasi. Jagalah integritas dan bekerjalah dengan senyap!

Dia mengaku, hanya bisa berdoa agar semuanya bisa terungkap dengan benar. Abraham juga berharap fitnah terhadap dirinya tidak lagi disebarkan oknum yang tidak bertanggung jawab. “Berhentilah saling memfitnah dan saling menjatuhkan,” ujarnya tanpa menyebut rinci siapa yang dimaksud menyebar fitnah tersebut.

Copy dokumen dengan kepala Surat Perintah Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi yang menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka tersebut mulai beredar di publik Sabtu 9 Februari 2013. Sehari sebelumnya, Presiden SBY selaku Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat mengambilalih semua kewenangan pengendalian PD dan memberi kesempatan kepada Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum untuk memfokuskan diri menghadapi masalah dugaan hukum di KPK.

Timbul dugaan bahwa pimpinan KPK sendiri yang memberikan copy draf Sprindik itu kepada ’orang istana’ atau intelijen atau pihak tertentu yang kemudian sengaja membocorkannya kepada media (publik) untuk tujuan tertentu. Jadi bukan pimpinan KPK yang langsung membocorkannya ke media. Dugaan itu muncul bukan tanpa sebab. Berawal dari berita sebuah media online yang merilis pernyataan Ketua KPK Abraham Samad Jumat, 8 Februari 2013, bahwa seluruh pimpinan lembaga antirasuah itu telah sepakat untuk menetapkan Anas, sebagai tersangka. Tetapi, siangnya, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas membantah isu itu. Busyro menegaskan, belum ada surat perintah penyidikan atas nama Anas Urbaningrum.

Banyak pihak yang sangat menyesalkan sikap Ketua KPK Abraham Samad yang mengomentari status hukum Anas di tengah tingginya keinginan para pihak untuk melengserkan Anas dari jabatan Ketua Umum Partai Demokrat.

Sesungguhnya, proses penerbitan sprindik itu hanya diketahui segelintir orang berposisi penting di KPK, yakni satuan tugas kasusnya, direktur penyelidikan, direktur penyidikan, deputi bidang penindakan, dan lima pimpinan KPK. Sehubungan dengan itu, KPK sudah membentuk tim menyelidiki bocornya sprindik itu. Ternyata, Sprindik yang beredar itu adalah milik KPK. Sprindik itu tergolong rahasia negara. Maka, pembocornya terancam sanksi etika dan pidana.

Karena pembocor Sprindik itu diduga adalah unsur petinggi dan pimpinan KPK sendiri maka KPK telah menyerahkan kasus itu kepada Komite Etik untuk menyelidiki siapa pihak internal yang membocorkan. Komite Etik yang terdiri dari lima orang itu dalam satu bulan akan menyelidiki berdasarkan rekomendasi dari temuan Tim investigasi Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK yang sudah selesai melaksanakan tugasnya.

Biasanya, Komite Etik KPK dibentuk apabila telah ditemukan dugaan pelanggaran etika yang dilakukan oleh petinggi KPK, meliputi Direktur Penyelidikan, Direktur Penyidikan, Deputi Penindakan, Satuan Tugas yang menangani kasus, dan lima pimpinan KPK sendiri.

Advertisement

Sementara, kuasa hukum Anas, Firman Wijaya mengatakan tengah mendiskusikan kemungkinan untuk memidanakan pimpinan KPK terkait bocornya sprindik itu. Mereka menyoroti kejanggalan dalam bocornya sprindik itu. Menurutnya, kasus bocornya sprindik dapat dituntut dengan delik penyalahgunaan jabatan.

Bocornya Sprindik itu telah menyulitkan KPK. Berat dugaan, hal ini merupakan produk kerja intelijen atau orang-orang tertentu yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan lingkaran kekuasaan atau pihak berkepentingan. Sangat sulit membayangkan hal ini hanya sekadar akibat kelalaian. Apalagi para petinggi KPK dianggap memiliki integritas tinggi dan telah melalui seleksi ketat.

Tetapi sangat disayangkan jika ternyata di antara petinggi KPK masih ada celah untuk dimasuki para intelijen atau pihak-pihak berkepentingan. Celah itu bisa saja muncul manakala petinggi KPK memiliki interes politik. Indikasi adanya interes politik ini antara lain bisa terlihat dari ada tidaknya niat pencitraan diri dengan menaikkan popularitas melalui media. Seyogyanya para petinggi KPK itu bertindak senyap! Tidak butuh pencitraan dan popularitas. Indikasi lainnya terlihat dari kemampuan pemimpin KPK dalam mengendalikan diri, misalnya masih senang disanjung dan masih mudah tersinggung.

Pimpinan KPK yang memiliki celah inilah kemungkinan mudah dibaca intelijen atau pihak berkepentingan dan memperdayanya. Tentu dengan tujuan tertentu yang berdampak ganda. Pertama, untuk digunakan dalam tujuan politik. Misalnya, menjatuhkan lawan politik. Jika pada zaman Orba stigma PKI dipakai menjatuhkan lawan politik, sekarang dugaan korupsi telah menjadi alat politik. Kedua, menyandera KPK, terutama petinggi KPK pembocor rahasia negara tersebut. Itu berarti mengendalikan dan memperlemah KPK. Paling tidak kedua tujuan ini, tampaknya terjadi dalam bocornya Sprindik tersebut.

Selain itu, bocornya Sprindik tersebut juga sangat menyulitkan KPK untuk meyakinkan publik bahwa tidak ada intervensi dalam kasus yang tengah ditanganinya (dalam hal ini kasus yang menimpa Anas Urbaningrum).

Pada gilirannya, bocornya Sprindik tersebut, akan memukul balik KPK. Kelak, temuan Komite Etik, setelah menemukan bukti petinggi KPK pembocor Sprindik tersebut misalnya, tentulah akan ditindak sesuai dengan etika dan hukum yang berlaku. Sehingga, KPK akan tergembosi oleh ulah petingginya sendiri. Tentu, komplotan koruptor sistemik yang berkolaborasi dengan para petinggi kekuasaan akan bertepuk tangan. Bagi mereka, sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Satu kali melakukan pekerjaan, mendapatkan beberapa hasil atau keuntungan sekaligus.

Inilah pelajaran berharga bagi KPK, untuk tidak gemar masuk dalam pusaran pencitraan dan popularitas. Jangan terseret dengan interes politik, iming-iming jabatan apa pun. Jangan lagi gemar disanjung dan sebaliknya gampang tersinggung jika dikritik dan diawasi. Jagalah integritas dan bekerjalah dengan senyap! Catatan Kilas Ch. Robin Simanullang | Redaksi TokohIndonesia.com

© ENSIKONESIA – ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA

Tokoh Terkait: Abraham Samad, Adnan Pandu Praja, Bambang Widjojanto, Busyro Muqoddas, | Kategori: Opini – CATATAN KILAS | Tags: KPK, robin, Sprindik, Komite Etik

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini