
Menkopolhukam Republik Indonesia Prof. Mahfud MD adalah Ketua Dewan Penggerak Masyarakat Ekonomi Syariah (MES). Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) merupakan organisasi yang bertujuan untuk mengembangkan dan mempercepat penerapan sistem ekonomi dan keuangan syariah (Islam) di Indonesia.
Disebut, MES menjadi wadah yang inklusif dalam menghimpun seluruh sumber daya yang ada dan membangun sinergi antar pemangku kepentingan. Kendati sesungguhnya eksklusif sesuai syariat Islam, namun dalam Anggaran Dasar disebut “Bahwa sesungguhnya Islam adalah konsep yang rahmatan lil’alamin, maka segala kegiatan yang berasaskan syariah Islam diyakini dapat berlaku bagi segenap bangsa Indonesia, terlepas dari keyakinan agama yang dianutnya.”
Selanjutnya Mukadimah AD MES menyebut, Selain itu, berbagai kegiatan penelitian, pengembangan, serta penerapan sistem ekonomi dan etika usaha yang sesuai dengan syariah Islam tentu membutuhkan wadah yang diharapkan dapat diakui sebagai acuan dan diikuti sebagai teladan bagi usaha percepatan pengembangan dan penerapan sistem ekonomi dan etika usaha yang sesuai dengan syariah Islam di lndonesia.
Maka dengan menyebut nama Allah Swt., Rabb Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, serta dengan memanjatkan segala puji bagi Allah Swt., Rabb Semesta Alam: Kami, Asosiasi, Lembaga Keuangan, Lembaga Pendidikan, Badan Usaha, dan Perorangan yang peduli atas berkembangnya sistem ekonomi dan etika usaha yang berlandaskan syariah Islam di Indonesia, dengan ini menyatakan berdirinya wadah silaturahim dengan nama Masyarakat Ekonomi Syariah.
Perkumpulan Masyarakat Ekonomi Syariah atau dikenal Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) merupakan organisasi nirlaba yang bertujuan mengembangkan dan membumikan ekonomi syariah sebagai sistem ekonomi yang berkeadilan dan berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam.
Sifat MES adalah menjadi wadah yang diakui sebagai acuan dan diikuti sebagai teladan bagi usaha percepatan pengembangan dan penerapan sistem ekonomi dan etika bisnis syariah di Indonesia, mandiri, bukan organisasi pemerintah, serta bukan organisasi politik dan bukan merupakan bagian darinya.
MES didirikan pada 1 Muharram 1422 H, bertepatan 26 Maret 2001, dan dideklarasikan esok harinya di Jakarta. Hingga kini, MES menjadi wadah yang inklusif menghimpun seluruh sumber daya yang ada dan membangun sinergi antar pemangku kepentingan dalam rangka membangun dan mengembangkan ekonomi syariah.
Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) merupakan organisasi masyarakat yang diharapkan dapat konsisten menjadi lokomotif pengembangan ekonomi syariah di Indonesia dan menjadi motor penggerak dalam upaya meneguhkan komitmen masyarakat di dalam membangun ekosistem ekonomi syariah yang unggul dan berkelanjutan.
Visi dan Misi MES adalah Ekonomi dan Keuangan Syariah yang Berkontribusi Signifikan dalam Ekosistem Perekonomian Nasional. Dengan Misi 2021 – 2023 Mendukung Indonesia menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia; 2024 – 2027 Memperkuat kontribusi ekonomi dan keuangan syariah dalam perekonomian nasional; 2028 – 2030 Mendorong implementasi sistem ekonomi dan keuangan syariah yang menyeluruh.
Sejarahnya, konsep ekonomi syariah mulai diperkenalkan kepada masyarakat pada tahun 1991 ketika Bank Muamalat Indonesia berdiri, yang kemudian diikuti oleh lembaga-lembaga keuangan lainnya. Saat itu, sosialisasi ekonomi syariah dilakukan oleh masing-masing lembaga keuangan syariah. Setelah dievaluasi bersama, disadari bahwa sosialisasi sistem ekonomi syariah hanya dapat berhasil apabila dilakukan dengan cara yang terstruktur dan berkelanjutan. Lembaga-lembaga keuangan syariah kemudian berkumpul dan mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk membentuk suatu organisasi yang dengan usaha bersama akan melaksanakan program sosialisasi secara terstruktur, sistematis, dan berkelanjutan. Organisasi ini dinamakan Perkumpulan Masyarakat Ekonomi Syariah, yang diterjemahkan dengan sebutan Islamic Economic Society dalam bahasa Inggris dan Mujtama’ al-Iqtishad al-Islamiy dalam bahasa Arab.
Berbeda dengan Sistem Ekonomi Kerakyatan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 (Ekonomi Pancasila), yang gagasannya pertama kali dicetuskan oleh Proklamator Drs. Mohammad Hatta. Gagasan Ekonomi Kerakyatan yang merupakan sebuah konsep politik (Pancasila) dalam bidang perekonomian, di mana pusatnya adalah rakyat secara keseluruhan dan bersifat egaliter. Suatu sistem perekonomian yang berlandaskan Pancasila yang berkekuatan pada ekonomi rakyat; merupakan kegiatan ekonomi yang dikerjakan oleh rakyat dengan pengelolaan berbagai sumber daya ekonomi secara swadaya dan mandiri, tergantung pada apa saja yang dapat mereka usahakan dan kuasai; sebagaimana telah dilakoni beberapa Pondok Pesantren, di antaranya Ponpes Modern Al-Zaytun dan beberapa pelaku ekonomi kerakyatan lainnya.
Namun dalam konteks ini Ekonomi Syariah atau Ekonomi Islam tersebut disebut juga berbasis Ekonomi Kerakyatan, yang melandasi pelaksaanannya bersifat adil, lebih berpihak pada ekonomi kerakyatan.
Susunan pengurus MES terdiri dari Dewan Pembina, Dewan Pakar, Dewan Penggerak, Dewan Penyantun, Badan Pengurus Harian dan Komite-Komite. Wapres Prof. Dr. (H.C). K.H. Ma’ruf Amin adalah sebagai Ketua Dewan Pembina; Perry Warjiyo, Ph.D. sebagai Ketua Dewan Pakar; Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD., S.H., S.U., M.I.P. Ketua Dewan Penggerak; M. Arsjad Rasjid P. M. Ketua Dewan Penyantun; dan H. Erick Thohir sebagai Ketua Umum Badan Pengurus Harian.
Indonesia Sudah Bersyariah
Sementara itu sebelumnya (Jumat 16/8/2019), Prof. Mahfud MD, selaku Ketum Gerakan Suluh Kebangsaan menyatakan tidak sepakat dengan istilah NKRI bersyariah. Sebab menurutnya, Indonesia tanpa dikatakan atau ditambahkan istilah syariah, sudah melaksanakan sesuai ‘syariah’. Apa maksudnya?

Sebagaimana dirilis Detikcom, Mahfud mengaku pernah berdialog dengan Presiden ke-3 RI BJ Habibie, Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, Presiden ke-6 RI Soesilo Bambang Yudhoyono, Wapres RI Jusuf Kalla terkait negara. Menurut Mahfud, para tokoh beranggapan Indonesia negara berketuhanan Yang Maha Esa, bukan negara agama tertentu.
Detikcom mengutip: “Kita sering dialog pikirannya sama negara ini nyaman, aman harus dipelihara bersama-sama sebagai negara kebangsaan, negara kebangsaan yang berketuhanan, bukan beragama tertentu, tapi berketuhanan Yang Maha Esa sehingga seluruhnya harus rukun dan damai,” kata Mahfud, di Hotel JS Luwansa, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (16/8/2019).
Ia mengatakan ada contoh bagaimana negara yang disebut Islam itu dioperasikan. Menurutnya negaranya tetap islami, namanya bukan negara Islam, tapi penyelenggaraannya Islami.
Islami yang dimaksud adalah mengandung nilai-nilai kebaikan, toleran, tidak sewenang-wenang, tidak korupsi sehingga tidak suka melanggar hukum, tidak merusak lingkungan. Dengan begitu, Mahfud tak sepakat dengan istilah NKRI bersyariah, karena tanpa istilah tersebut Indonesia sudah bersyariah.
“Sehingga saya katakan kalau ada ide Indonesia bersyariah, itu berlebihan, karena di Indonesia ini tanpa dikatakan pun sudah bersyariah. Bersyariah dalam arti mengikuti ajaran Islam yang tulus toleran, bersahabat, melindungi HAM, menegakkan hukum, memilih pemimpin yang adil, itu lah bersyariah namanya. tidak usah disebut bersyariah,” kata anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu.
Mahfud mengibaratkan penyebutan istilah Indonesia bersyariah dengan pedagang ikan yang memasang plang di pasar ikan. Menurutnya, para pembeli sudah tahu pedagang tersebut akan menjual ikan, tanpa harus menuliskan label ‘menjual ikan’.
Selengkapnya Detikcom mengutip: “Karena kalau Anda menyebut Indonesia bersyariah itu sama dengan memasang plang kami menjual ikan padahal sudah di dalam pasar ikan. Pasti yang dijual ikan, sudah dtulis bahwa Anda penjual ikan, ini pasar ikan, itu berlebihan. Bagi orang tertentu itu menimbulkan emosi yang salah. Padahal dari sudut konsep itu berlebihan,” ungkapnya.
“Sudah tidak perlu itu dikatakan Indonesia bersyariah, karena itu (Indonesia) dasarnya dan semangatnya sudah syariah,” tegas Mahfud MD.
NKRI Syariah
Sebelumnya, sebagaimana dirilis MerahPutih.com 2 Desember 2017, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab, pada saat Reuni Aksi 212 yang walau tidak dihadirinya secara langsung karena masih berada di Arab Saudi, ia memberikan pesan lewat teleconference; Habib Rizieq menyerukan NKRI Bersyariah. Menurutnya, gagasan itu bukan bertujuan untuk mengganti Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, atau bahkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar negara. “Banyak yang menganggap NKRI Syariah ingin mengganti Pancasila, membubarkan NKRI, itu semua bohong dan fitnah yang dibuat oleh anti syariat Islam,” kata Habib Rizieq.

Kemudian, seruan Habib Rizieq tersebut ditindaklanjuti dalam Ijtimak Ulama IV di Hotel Lorin Sentul, Bogor, Senin (5/8/2019) sebagaimana dirilis CNN Indonesia. Ijtimak Ulama IV menghasilkan empat poin pertimbangan dan delapan poin rekomendasi. Salah satunya meminta umat Islam untuk sama-sama mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bersyariah. Pada poin pertimbangan, Ijtimak Ulama IV menyebut seluruh ulama menyepakati penegakan khilafah adalah kewajiban agama Islam.
“Bahwa sesungguhnya semua ulama ahlussunah waljamaah telah sepakat penerapan syariah dan penegakan khilafah serta amar ma’ruf nahi munkar adalah kewajiban agama Islam,” kata Penanggung Jawab Ijtimak Ulama IV Yusuf Muhammad Martak.
Salah satu dari delapan rekomendasi Ijtimak Ulama IV adalah mewujudkan NKRI syariah sesuai Pancasila. Bunyi rekomendasi nomor 3.6: “Mewujudkan NKRI syariah yang berdasarkan Pancasila sebagaimana termaktub dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 dengan prinsip ayat suci di atas ayat konstitusi agar diimplementasikan dalam kehidupan beragama berbangsa dan bernegara.”
(TSL – TokohIndonesia.com)