Aktris Senior yang Pandai Melukis
Mien Brodjo
[ENSIKLOPEDI] Aktris senior yang pernah menjadi atlet loncat indah di ajang Asian Games ini mulai merintis karirnya di dunia teater dan film sejak tahun 60-an. Ia pernah tampil dalam film Arie Hanggara (1985) dan sinetron Dokter Sartika (1989-1991). Di usia senja, ia semakin aktif melukis dan berpameran. Banyak karya lukisannya yang sudah menjadi koleksi lembaga-lembaga kenegaraan serta tokoh-tokoh ternama.
Siti Sukatminah Brodjoewiryo, perempuan Jawa yang kemudian lebih dikenal dengan nama Mien Brodjo ini lahir di Yogyakarta, 8 Maret 1937. Meski lahir di zaman kolonial, keluarga Mien terbilang cukup beruntung. Sang ayah bekerja sebagai Mantri Pamicis untuk pemerintah Belanda. Jabatan ayahnya yang setingkat dengan Kepala Dinas Perpajakan itu membuat Mien dan keluarganya dapat hidup berkecukupan.
Namun semua itu tak berlangsung lama setelah tampuk kekuasaan Belanda atas Indonesia beralih ke tangan Jepang. Boleh jadi itulah masa-masa paling sulit yang dirasakan Mien dan rakyat Indonesia kebanyakan. Masih jelas terekam dalam ingatannya bagaimana rakyat kesulitan mencukupi kebutuhan hidup, banyak dari mereka yang mati kelaparan dan kalaupun masih kuat bertahan hidup, tubuh mereka kurus kering dan hanya berbalut baju yang terbuat dari karung goni.
Ayah Mien pun harus rela kehilangan pekerjaan. Untuk menghidupi anak-anaknya, ibunda Mien ikut membantu mencari nafkah dengan menjadi penjual kain batik. Tanpa keluh kesah, ia ikhlas memperjuangkan kelangsungan hidup Mien dan saudara-saudaranya. Semangat itulah yang selalu dikenang Mien dari sosok wanita yang telah melahirkan dan membesarkannya itu.
Selama menekuni dunia lukis, Mien sudah memamerkan karyanya di Malaysia hingga Perancis. Sementara di dalam negeri, Mien menggelar pameran lukisannya di tahun 2008 bersamaan dengan peluncuran buku biografinya yang berjudul Setelah Angin Kedua terbitan Grasindo karya Sri Iswati dan Putri Takarini R. Selain itu, sudah cukup banyak karya lukisannya yang menjadi koleksi lembaga-lembaga kenegaraan serta tokoh-tokoh ternama. Misalnya Kedutaan Besar Malaysia, Martha Tilaar, duta besar Kuwait, Putu Wijaya, dan Buce Malawu.
Meski hidup di tengah kecamuk perang, Mien tetap dapat menikmati masa kecil dengan bermain bersama teman-teman sebayanya. Beranjak remaja, bakat Mien pada dunia seni peran mulai terlihat. Mien yang telah menyadari bakat seninya sejak usia belia awalnya ingin masuk sekolah seni. Sayang, ia tak berhasil mengantongi izin dari orangtuanya yang takut masa depan anaknya suram jika berkarir sebagai seniman. Untunglah, meski kecewa, Mien bukan anak yang berlarut-larut dalam kesedihan. Ia tetap menjalani pendidikannya di SGPD (Sekolah Guru Pendidikan Jasmani) dengan bertanggung jawab. Keseriusannya pun dibuktikan dengan nilai-nilai yang cukup memuaskan terutama di bidang senam dan renang.
Walau sibuk dengan segudang kegiatan di sekolahnya, hasrat Mien untuk menggeluti dunia seni tak terhenti begitu saja. Di sela-sela waktu luangnya, ia sering bertandang ke Asdrafi (Akademi Seni Drama & Film Indonesia). Di kampus yang telah mencetak banyak tokoh berpengaruh di dunia perfilman seperti Teguh Karya dan Putu Wijaya itu, Mien banyak menyerap pengalaman berharga. Ia juga kerap diajak bermain dalam sejumlah pementasan drama, yakni Domba-Domba Revolusi besutan Kusno Sudjarwadi, Malam Pengantin di Bukit Kera, serta Malam Jahanam arahan sutradara Motinggo Busye.
Namun karena terlalu asyik dengan kegiatannya di panggung teater, nilai akademis di sekolahnya mulai menurun. Saat akan naik kelas 4 yang merupakan jenjang terakhir pendidikan di SGPD, Mien ditempatkan pada kelas yang diisi siswa dengan nilai terendah. Meski kecewa, Mien bertekad membuktikan bahwa dirinya mampu menjadi yang terbaik. Ia kemudian mulai belajar dengan tekun. Alhasil, ia berhasil meraih gelar sarjananya sekaligus keluar sebagai lulusan terbaik kedua SGDP tahun 1957.
Kendati lulus dengan baik, Mien lebih memilih untuk meneruskan karirnya di bidang akting. Ia lebih senang tampil dalam pementasan drama di kota kelahirannya, Yogyakarta. Ketika itu ia banyak bergaul dengan seniman-seniman teater kenamaan, misalnya WS Rendra, Kusno Sudjarwadi, Putu Wijaya, dan masih banyak lagi.
Untuk menyalurkan hobi berteaternya, Mien kemudian bergabung dalam kelompok sandiwara Sanggar Bambu pimpinan Soenarto Pr di Rotowijayan, Yogyakarta. Karir Mien mulai menunjukkan kemajuan setelah untuk pertama kalinya tampil dalam film layar lebar. Ia menandai debut perdananya sebagai aktris dengan membintangi film garapan sutradara Sunjoto yang berjudul Tangan Tangan Jang Kotor pada tahun 1963. Meski hanya kebagian peran sebagai pemain pembantu, Mien tampil cukup meyakinkan untuk ukuran seorang aktris pendatang baru. Tak butuh waktu lama, empat tahun berselang, ia mulai mendapat kepercayaan tampil sebagai pemeran utama dalam film keduanya yang berjudul Mutiara Hitam. Sejak itu, ia terus berkarya membintangi puluhan judul film.
Di luar film, sosok lembut dan keibuan ini juga aktif bermain di drama sandiwara di TVRI, salah satunya adalah sinetron Dokter Sartika. Dalam sinetron produksi Studio 17 milik Tatiek Maliyati WS itu, Mien berperan sebagai Ibu Maruto, mertua Dokter Sartika yang diperankan Dewi Yull. Figurnya yang lemah lembut serta dialek khas perempuan Jawanya membuat Mien dirasa sebagai sosok yang paling pas memerankan tokoh tersebut.
Di mata para koleganya di dunia seni peran, Mien yang pernah menjadi atlet loncat indah di ajang Asian Games ini merupakan pribadi yang hangat dan tidak banyak tingkah. Ia juga amat menjunjung tinggi kedisiplinan dan sportivitas, bisa jadi hal itu dipengaruhi dari latar belakang pendidikannya sebagai sarjana olahraga. Ia pun mampu menjalankan perannya baik sebagai aktris maupun sebagai ibu rumah tangga.
Di usia senjanya, Mien yang pernah bekerja sebagai redaksi pelaksana mingguan Sport & Berita Yudha dan pembantu pimpinan bidang rekreasi Pusat Kesegaran jasmani & Rekreasi ini mulai menepi dari dunia akting yang telah membesarkan namanya. Mien terakhir kali tampil berakting di tahun 2009 dalam sinetron televisi bersama Rano Karno. Pada saat itulah, ia mulai merasakan fisik yang tak kuat lagi untuk bekerja. Tak hanya kondisi fisik, daya ingatnya pun mulai menurun padahal sebagai aktris, Mien dituntut untuk dapat menghafal berlembar-lembar skenario. Puluhan tahun berkecimpung di dunia akting tak jarang menimbulkan rasa rindu untuk kembali berkarir, namun ia mengurungkan niatnya itu mengingat keterbatasan fisiknya.
Meski demikian, ia tetap berkarya. Kesehariannya diisi dengan kegiatan melukis yang memang sudah sejak lama telah menjadi hobinya. Mien mulai serius menekuni seni lukis sejak awal tahun 2000. Ia mengaku mulai melukis ketika bergabung dengan Sanggar Bambu (kelompok seniman perupa terkenal Yogyakarta) karena sering mengikuti ayahnya pentas teater ketika Sanggar Bambu berpameran lukisan. Ceritanya kenal Sanggar Bambu, dulu eyang masih suka teater, waktu mahasiswa kalau ada pameran lukisan Sanggar Bambu tante berteater ke Madiun, Banyuwangi, berkeliling Jawa Timur sampai ke Bali,” cerita Mien Brojo seperti dikutip dari situs jogjanews.com.
Berawal dari Sanggar Bambu itulah rasa ketertarikannya dengan seni lukis semakin besar. Bahkan ketika sudah pindah ke Jakarta dan menjalani karir sebagai bintang film dan serial televisi. Saat syuting sinetron Dokter Sartika yang berlokasi di Pangalengan, Mien mengisi waktu luangnya di sela-sela break syuting dengan melukis indahnya pemandangan yang terhampar di sekelilingnya. Salah seorang rekannya di Sanggar Bambu kemudian menyarankan Mien untuk memamerkan hasil karyanya.
Selama menekuni dunia lukis, Mien sudah memamerkan karyanya di Malaysia hingga Perancis. Sementara di dalam negeri, Mien menggelar pameran lukisannya di tahun 2008 bersamaan dengan peluncuran buku biografinya yang berjudul Setelah Angin Kedua terbitan Grasindo karya Sri Iswati dan Putri Takarini R. Selain itu, sudah cukup banyak karya lukisannya yang menjadi koleksi lembaga-lembaga kenegaraan serta tokoh-tokoh ternama. Misalnya Kedutaan Besar Malaysia, Martha Tilaar, duta besar Kuwait, Putu Wijaya, dan Buce Malawu.
Sejauh ini, Mien mengaku masih mencari aliran seni lukis yang sesuai dengan keinginannya. “Sekarang belum punya sesuatu yang pas tapi masih realis. Kalau naturalis sudah berat buat saya. Tapi sekarang mengikuti tren, background aja yang saya bikin modern. Belum bisa melepaskan, yang fresh langsung belum bisa,” terang aktris senior yang sekarang tinggal di kampung Suryowijayan ini. muli, red