Bersahaja dan Berani Antikorupsi
Basuki Tjahaja Purnama – Ahok
[ENSIKLOPEDI] Bersahaja, jujur, tegas dan berani melawan arus menjadi ciri khas politisi (pemimpin) berprinsip bersih, transparan dan profesional ini. Ir. Basuki Tjahaja Purnama, pria kelahiran Manggar, Belitung Timur, 29 Juni 1966, berdarah Tionghoa ini mencintai rakyat, bangsa dan negaranya (Republik Indonesia) dengan menolak melakukan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Pengusaha yang jadi politisi ini tak sudi makan gaji buta tanpa berbuat apa-apa untuk rakyat. Prinsip itu, ia lakoni baik saat menjadi anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur (2004-2009) dan Bupati Belitung Timur (2005-2010), anggota DPR RI (2009-2012), maupun sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta (2012-2014) dan Gubernur DKI Jakarta (2014-2017).
Saat menjadi anggota DPRD, misalnya, dia menunjukkan integritasnya dengan menolak ikut dalam praktik KKN serta menilep uang Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif. Ia juga menjadi satu dari sedikit anggota DPRD yang berani bertatap muka langsung dengan masyarakat untuk mendengar keluhan mereka.
Keberaniannya untuk bersih, transparan dan profesional itu menuai simpati dari masyarakat Belitung Timur yang mayoritas muslim. Ia kemudian terpilih sebagai Bupati Belitung Timur. Dia pun melakukan sejumlah gebrakan di antaranya memberikan layanan kesehatan gratis, pendidikan SMA dan Perguruan Tinggi secara cuma-cuma serta memperbaiki sarana dan prasarana publik. Penerima penghargaan Tokoh Anti Korupsi dari Gerakan Tiga Pilar Kemitraan (2007) ini pun tak segan-segan memberikan nomor ponselnya kepada masyarakat agar bisa senantiasa berkomunikasi dengannya.
Berani tampil beda juga ditunjukkannya saat menjadi anggota DPR RI periode 2009-2014. Tanpa basa-basi, ia melaporkan aktivitas kerjanya dan merinci setiap pendapatannya baik dalam kunjungannya ke daerah maupun luar negeri di situs pribadinya. Dari situ, publik bisa mengetahui lebih banyak perihal penggunaan anggaran di DPR yang kebanyakan tidak efisien dan tidak efektif. Akibat upaya transparansi yang dilakukannya itulah, ia dimusuhi dan dianggap ‘aneh’ oleh rekan-rekannya di DPR.
Keberaniannya untuk Bersih, Transparan dan Profesional itu menuai simpati dari masyarakat Belitung Timur yang mayoritas muslim. Ia kemudian berhasil terpilih sebagai Bupati Belitung Timur dan sempat melakukan sejumlah gebrakan diantaranya memberikan layanan kesehatan gratis, pendidikan SMA dan Perguruan Tinggi secara cuma-cuma serta memperbaiki sarana dan prasarana publik.
Sikap tampil apa adanya dan keberanian melawan arus itu, tidak bisa dilepaskan dari peran dan didikan kedua orang tuanya, Indra Tjahaya Purnama dan Buniarti Ningsih. Dari sang ayah, Basuki dididik agar menomorsatukan pendidikan. Maklumlah, sang ayah yang bekerja sebagai tukang gaji para buruh kaum Tionghoa tidak bisa merasakan bangku sekolah. Itulah sebabnya, ayahnya berupaya sekuat tenaga agar anak-anaknya bisa sekolah setinggi mungkin. “Sejak kecil kami didoktrin mesti sekolah. Bapak jual kepala jual apapun juga demi menyekolahkan kalian. Karena kalau tidak sekolah nggak mungkin berubah nasib dan kalian nggak mungkin bisa menolong orang banyak,” ujar pria yang biasa disapa Ahok ini saat diwawancarai TokohIndonesia.com, 18 November 2011.
Nilai hidup dalam membantu orang yang kesusahan memang satu hal yang diajarkan ayahanda tercinta di setiap kesempatan yang ada. “Bapak saya kalau mengajar anak itu sangat menarik entah kami sedang bermain bersama di tempat tidur atau saat makan bersama. Di situ beliau selalu ngajarin kita untuk menolong orang miskin,” kenang Ahok
Hal itu membakar semangat Ahok untuk tekun dan giat belajar. Hal itu sesuai dengan nama Tionghoanya yakni Chong Wan Xie yang artinya adalah puluhan ribu belajar. Makanya, Ahok kerap menjadi juara kelas. Melihat kepintaran putra sulungnya tersebut, ayahnya pun mengirim Ahok ke Jakarta guna melanjutkan SMA dan Perguruan Tinggi dengan mengambil jurusan Teknik Geologi di Fakultas Teknik Mineral di Universitas Trisakti.
Tidak seperti kebanyakan putra daerah lainnya yang memanfaatkan saat liburan semester dengan mengunjungi tempat-tempat wisata yang terkenal seperti Bandung atau Malaysia, Ahok justru diwajibkan pulang ke kampung halamannya di Bangka Belitung. “Tugas kamu hanya belajar dan nanti kalau kamu besar akan jalan-jalan,” katanya mengenang sambil tertawa.
Pada tahun 1989, ayah beranak tiga ini berhasil menggondol gelar Insinyur Geologi. Dari sini Ahok memutuskan untuk kembali ke daerah asalnya di Bangka Belitung. Dengan berbekal ilmu yang ada, Ahok mendirikan perusahaan CV. Panda yang bergerak di bidang kontraktor pertambangan PT. Timah. Dua tahun menyelami seluk beluk dunia kontraktor, Ahok sadar tidak akan mampu merealisasikan visi pembangunan yang diinginkannya. Sebab, salah satu syarat menjadi pengelola mineral, selain modal dari investor, diperlukan juga manajemen yang profesional.
Demi meluluskan tekadnya tersebut, penggemar chinese food ini memutuskan untuk mengambil gelar S-2 dengan konsentrasi ilmu Manajemen Keuangan di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta. Suami dari Veronica, ST ini akhirnya mendapatkan gelar Master in Bussiness Administrasi (MBA) atau Magister Manajemen (MM). Dengan modal S-2-nya tersebut, Ahok duduk sebagai staf direksi bidang analisa biaya dan keuangan proyek di PT. Simaxindo Primadaya Jakarta.
Tak lama kemudian, di tahun 1992, Ahok memutuskan untuk pulang kampung dan fokus mengelola perusahaan yang didirikannya yakni PT. Nurindra Ekapersada yang kemudian menjadi cikal bakal pembangunan pabrik Gravel Pack Sand (GPS) pada tahun 1995. Sesuai dengan visinya yakni dapat menghasilkan sumber daya manusia yang tangguh, ia berharap bahwa pabrik yang berlokasi di Dusun Burung Mandi, Desa Mengkubang, Kecamatan Manggar, Belitung Timur itu dapat menjadi proyek percontohan dalam memberikan kesejahteraan kepada para pemegang saham, karyawan dan rakyat. Bahkan dapat memberikan kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah Belitung Timur dengan memanfaatkan sumber daya mineral yang ada.
Pada tahun 1994, Ahok dibantu salah satu tokoh pejuang kemerdekaan (Alm) Wasidewo, membangun pabrik pengolahan pasir kwarsa pertama di Pulau Belitung dengan menggunakan teknologi Amerika dan Jerman. Dari pembangunan ini, tumbuh suatu kawasan industri dan pelabuhan dengan nama KIAK (Kawasan Industri Air Kelik).
Sayang, langkahnya sebagai pengusaha harus terhenti di tahun 1995 setelah pabriknya ditutup akibat perlawanannya terhadap pejabat yang dianggapnya bertindak sewenang-wenang. Dengan hati yang diliputi penuh kekecewaan, Ahok memutuskan untuk meninggalkan Tanah Air dan hijrah ke luar negeri. Tetapi sang ayah tidak tinggal diam melihat keinginan anaknya itu. Ia mengatakan bahwa suatu hari rakyat akan memilih Ahok untuk memperjuangkan nasib mereka.
Sang ayah yang punya nama Tinghoa Zhong Kim Nam itu memberikan gambaran kepada putra sulungnya itu. “Kalau jadi pedagang dengan uang 1 milyar, kita membantu orang miskin sesuai dengan UMR 500 ribu, hanya dapat membantu 2000 keluarga, selesai. Coba kalau kita menjadi Bupati dengan 100 milyar bisa menghasilkan 500 ribu tiap orang dan tidak ada lagi orang miskin gara-gara sakit atau tidak ada lagi orang bodoh gara-gara tidak bisa kuliah atau sekolah,” kisah Ahok mengutip ucapan sang ayah.
Pepatah Tiongkok yang mengatakan, “Orang miskin jangan melawan orang kaya dan orang kaya jangan nantang pejabat”, juga membuat semangat Ahok semakin berkobar dalam membantu rakyat kecil. Apalagi, ia melihat kenyataan dimana banyak orang miskin sakit dan sulit mendapatkan layanan kesehatan yang memadai. Maka pada tahun 2003, alumnus Usakti Jakarta ini memutuskan untuk terjun ke dunia politik dengan ikut mendirikan Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB) dimana dr.Syahrier sebagai ketua DPC Belitung Timur. Saat diadakan pemilu tahun 2004, Ahok ikut mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Dengan menerapkan politik tanpa uang kepada rakyat, ia berhasil duduk menjadi anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur periode 2004-2009.
Sebagai anggota panitia anggaran di DPRD, pria berkacamata ini mampu menunjukkan integritasnya dengan menolak ikut dalam praktik KKN serta menilep uang SPPD fiktif. Lewat sepak terjangnya itu, ia langsung dikenal dan menjadi satu dari sedikit anggota DPRD yang berani bertatap muka langsung dengan masyarakat untuk mendengar keluhan mereka sementara anggota DPRD lain lebih sering mangkir dalam tugas.
Setelah 7 bulan menjadi anggota DPRD, muncul banyak dukungan dari rakyat yang mendorongnya menjadi Bupati. Maju sebagai calon Bupati Belitung Timur di tahun 2005, Ahok mempertahankan cara kampanyenya, yaitu dengan mengajar dan melayani langsung rakyat dengan memberikan nomor telepon genggam yang juga dipakainya untuk berkomunikasi dengan keluarganya. Menurutnya, dengan cara ini, ia mampu mengerti dan merasakan langsung situasi dan kebutuhan rakyat. Cara kampanye yang tidak “tradisional” ini dan tanpa politik uang membawanya berhasil menjadi Bupati Belitung Timur periode 2005-2010 dengan mengantongi 37,13 persen suara. Lebih menarik lagi, Ahok berhasil menjadi bupati non muslim di sebuah kabupaten yang terkenal sebagai basis Masyumi yang tak lain merupakan kampung dari mantan Menteri Sekretaris Negara, Yusril Ihza Mahendra.
Bermodalkan pengalamannya sebagai pengusaha dan juga anggota DPRD yang mengerti betul sistem keuangan dan budaya birokrasi yang ada, Ahok membenahi sistem keuangan dan birokrasi di Kabupaten Belitung Timur. Hanya dalam waktu 16 bulan saja, pria yang gemar berolahraga ini mampu membangun sisi jaminan sosial di luar pensiun. Di bidang kesehatan, bekerjasama dengan PT. Askes, masyarakat setempat dapat menikmati kesehatan gratis meliputi rawat jalan, rawat inap sampai kelas 3, ICU, operasi cesar serta penyediaan ambulans. Untuk masalah pendidikan, diadakan sekolah gratis dari tingkat SMA dan Perguruan tinggi bahkan memberikan beasiswa kepada yang berprestasi. Sedangkan untuk sarana dan prasarana dilakukan pengaspalan jalan sampai ke pelosok-pelosok daerah serta perbaikan pelayanan publik lainnya.
Selama menjadi bupati, ia dikenal sebagai sosok yang anti sogokan baik di kalangan lawan politik, pengusaha, maupun rakyat kecil. Ia memotong semua biaya pembangunan yang melibatkan kontraktor sampai 20 persen. Dengan demikian, ia memiliki banyak kelebihan anggaran untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat.
Kesuksesan ini terdengar ke seluruh Bangka Belitung dan mulailah muncul suara-suara untuk mendorong Ahok maju sebagai Gubernur di tahun 2007. Namun sayang, karena banyaknya manipulasi dalam proses pemungutan dan penghitungan suara, ia gagal menjadi Gubernur Babel. Setelah gagal menjadi Gubernur Bangka Belitung, Ahok terpilih sebagai Sekjen Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB).
Dalam perjalanan karir berpolitiknya, Ahok akhirnya memutuskan untuk bergabung dan mencalonkan diri sebagai caleg dari Golkar dalam pemilu legislatif tahun 2009. Ia ditempatkan pada nomor urut keempat dalam daftar caleg padahal saat itu di Babel hanya tersedia 3 kursi. Meski demikian, Ahok berhasil masuk ke Senayan dengan mengantongi suara terbanyak dalam perolehan kursi DPR berkat perubahan sistem pembagian kursi dari nomor urut menjadi suara terbanyak.
Sebagai anggota dewan, Ahok tetap berusaha tampil apa adanya, vokal, anti korupsi, bersih, transparan dan profesional. Ia tak sungkan-sungkan melaporkan aktivitas kerjanya, merinci setiap pendapatan baik dalam kunjungannya ke daerah maupun luar negeri dan bisa diakses secara terbuka di website pribadinya. Ahok juga aktif memperjuangkan perbaikan pada sistem rekrutmen kandidat kepala daerah untuk mencegah koruptor masuk dalam persaingan pilkada dan membuka peluang bagi individu-individu idealis untuk masuk merebut kepemimpinan di daerah. Dibantu para staf ahlinya, Ahok mengumpulkan informasi dan mengadvokasi kebutuhan masyarakat.
Keberhasilan Ahok di jalur politik juga tidak bisa dilepaskan dari dukungan keluarga besarnya. Kendati, bisa main mata dalam soal pendapatan namun Ahok memilih untuk tetap di jalur yang benar dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Walaupun terkesan tidak masuk akal, tapi itulah yang terjadi sebenarnya. Menurutnya, banyak hal dalam hidup yang harus kita pertimbangkan dengan matang, misalnya, kebutuhan akan mobil dalam sebuah keluarga lebih banyak didasarkan bukan pada kebutuhan melainkan gengsi semata. Walaupun, ia juga menginginkan bisa mempunyai mobil sesuai selera dan pas untuk keluarga, namun ia tak mampu membeli ditambah ia harus berpikir dua kali antara memiliki mobil dengan masalah biaya pendidikan untuk anak-anaknya. “Saya belum bisa membeli mobil hingga hari ini bukan berarti tidak sanggup, tapi lebih pada dasar prioritas mana yang lebih penting,” ujarnya.
Tampil sederhana juga dilakoni Ahok setiap hari. Ahok mengaku tidak pernah pusing memikirkan pakaian dan sepatu yang dipakainya hanya itu-itu saja setiap waktu. “Mengapa kita pusing, semuanya tetap dicuci kok, bersih, jadi mengapa harus pusing karena omongan orang lain. Bahkan anak saya yang terbesar kalau pergi ke gereja dan ke mana saja hanya punya satu celana dan sepatu yang itu-itu saja, kalau udah sempit baru beli. Rumah saya yang juga warisan dari orangtua, hanya 10×20 meter persegi luasnya, itu tidak terlalu besar untuk ukuran saya. Namun saya dan anak-anak, apalagi yang terkecil itu lebih suka main berlama-lama di kamarnya. Intinya yang penting dalam hidup kita tidak boleh pelit sama orang lain secara sosial,” ujar pria yang rajin ke gereja dan aktif dalam berbagai kegiatan sosial ini.
Berbekal keteguhan untuk tampil sebagai pemimpin yang bisa menjadi teladan, Ahok memilih ikut bersaing dalam pilkada Gubernur DKI Jakarta yang akan digelar tahun 2012. “Kalau di Bangka Belitung ibaratnya kita bangun tembok pendek, siapa yang tahu? Coba kalau Jakarta yang saya lakukan ini pasti 80% media akan meliput dan tentu akan menggoncang Indonesia,” kata pria yang kini sedang sibuk menggalang 500 ribu KTP DKI gratis sebagai salah satu program utamanya. Ia yakin bahwa karakter teruji mampu mengalahkan segalanya. “Rakyat sedang menanti karakter teruji. Jadi kalau ingin menguji karakter sejati orang, beri dia kekuasaan,” kata Ahok mengutip pernyataan dari Abraham Lincon.
Bagi Ahok, membangun Rumah Indonesia di atas empat fondasi dasar yakni Pancasila, UUD, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika, adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar lagi. Sesuai dengan cita-cita proklamator Indonesia, dengan fondasi tersebut maka tidak akan ada lagi perbedaan suku dan agama apapun, yang ada hanya berdasarkan konstitusi.
Dengan pemahaman tentang Rumah Indonesia itulah, Ahok menilai, masalah Jakarta hanya bisa diatasi oleh pemimpin yang jujur untuk rakyat. “Buktikan saja lewat harta atau pajak yang dibayarkan, sudah sesuai dengan yang dilaporkan, belum? Atau adakah transparansi soal anggaran uang pakaian sampai lembar ke-3? Apakah mencantumkan uang makan Gubernur dan Bupati di website? Jadi, kalau saya Gubernur, semua itu akan saya tempel begitu dilantik,” tukasnya.
Ahok juga sudah mempunyai rencana akan membenahi sistem tranportasi dengan memperbanyak jumlah busway sampai seribu unit yang diperuntukkan khusus bagi orang cacat, anak-anak dan perempuan. Bahkan monorel serta kereta gratis yang menghubungkan Blok M sampai Monas juga akan diadakan. “Mungkin kedengarannya terkesan naïf tapi saya sudah memikirkan konsep tersebut matang-matang. Saya akan kerjasama dengan pihak swasta, yang penting rakyat mendukung,” ujarnya. bety, guh, red