Gubernur di Masa Sulit

Sutiyoso
 
0
597

02 | Huru-Hara Mei 1998

Sutiyoso
Sutiyoso | Tokoh.ID

Era itu berubah pada tahun kedua periode pertama jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Diawali terjadinya huru-hara yang terjadi Mei 1998, pada akhir pemerintahan rejim Orde Baru yang telah 32 tahun berkuasa, untuk digantikan era reformasi. Huru-hara itu menelan korban jiwa 293 orang meninggal dunia dan kerugian material ditaksir Rp 15 triliun.

Kerusakan parah masih ditambah kondisi traumatis warga, dengan penjarahan pusat-pusat perbelanjaan dan di rumah-rumah mewah ditambah kasus perkosaan segala macam. Karena itu, Sutiyoso menjalankan masa jabatan pertama dengan anggaran keuangan yang sangat minim. Ia bekerja dari titik yang nadir. Target paling utamanya adalah mempertahankan Jakarta supaya tetap survival dulu.

Sutiyoso bekerja ekstra keras memimpin Jakarta agar tetap eksis untuk menjalankan beban-beban yang ditugaskan negara sebagai pusat pemerintahan, Ibukota Negara, pintu gerbang internasional, kota pariwisata, kota budaya dan sebagainya. Beban-beban tugas itu harus dijamin Sutiyoso bisa terlaksana dengan baik. Karena itu titik sentral kepemimpinan awalnya memulihkan keamanan dan ketertiban terlebih dahulu.

Dalam periode pertama jabatannya, Sutiyoso berupaya menangani setidaknya empat masalah penting yang menyangkut keamanan dan ketertiban, transportasi dan ekonomi, kependudukan serta kehidupan keagamaan.

Bang Yos melihat masalah keamanan dan ketertiban ibukota merupakan aspek strategis dalam rangka melakukan pemulihan perekonomian. Kerawanan yang cukup menonjol di bidang keamanan dan ketertiban, termasuk ancaman di Balai Kota, ketika itu, dinilainya merupakan upaya untuk mengacaukan kehidupan masyarakat ibukota dan upaya merusak citra ibukota Jakarta, sekaligus satu upaya untuk menciptakan instabilitas di negeri tercinta ini.

Masalah lain adalah akibat adanya perilaku euforia yang cenderung menganggap bebas melakukan apa saja, mengakibatkan tingkat kesemrawutan ibukota semakin tinggi. Demikian pula perilaku masyarakat ibukota yang melakukan pelanggaran ketertiban umum, cenderung memiliki sikap melawan aparat dalam setiap kali dilakukan upaya penertiban juga menjadi pekerjaan rumah Pemda DKI Jakarta ketika itu. Tidak mudah untuk memulihkan ketertiban dan keamanan itu.

Tapi berbekal pengalaman sebagai Panglima Kodam Jaya, dia berupaya memobilisasi aparat TNI/Polri untuk mau bekerjasama erat dengan aparat Pemda DKI Jakarta. Persoalannya ketika itu, TNI/Polri sendiri sedang ikut digebukin sama seperti pejabat yang lain. Sehingga, adalah lebih baik TNI/Polri itu tiarap saja di barak daripada digebukin.

“Tapi saya ajak, ayo berbuat sesuatu meski ini memang sulit,” kata Sutiyoso. Secara perlahan, kondisi keamanan dan ketertiban Jakarta pun berangsur pulih. Bahkan terbukti sukses mengamankan Ibukota melaksanakan Pemilu 1999 yang demokratis, transpraran, diikuti 95 persen pemilih tanpa satu tetesan darah pun tercurah. Padahal semula banyak orang menduga Pemilu pasti berdarah-darah. ch robin s – sh (Diterbitkan juga di Majalah Tokoh Indonesia Edisi 20)

Advertisement

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini