
Ingin Menjadikan Advokat Profesi Terhormat
Denny Kailimang Denny Kailimang: Kuncinya, Manusia Berhati NuraniKonten ini Hanya untuk Subscriber

Denny Kailimang dikenal sebagai advokat yang berani menangani/membela kasus-kasus yang kontroversial. Meski demikian, jiwa idealismenya tidaklah pudar. Dia ingin keadilan dan kepastian hukum bisa ditegakkan di republik ini. Termasuk bagaimana supaya organisasi-organisasi advokat bisa bersatu, menjadikan advokat sebagai profesi terhormat.
Bila Anda mendengar nama advokat Denny Kailimang, Anda pasti langsung ingat sejumlah kasus besar kontroversial yang pernah dia tangani. Misalnya AM Fatwa dalam kasus Tanjung Priok (1998), kasus penembakan mahasiswa Trisakti 1998, Mensekneg Akbar Tandjung dalam kasus Bulog Gate II (2002), Presiden Soeharto dalam kasus gugatan perdata pemerintah terhadap Yayasan Supersemar (2008), Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar dalam kasus pembunuhan terhadap Nasrudin Zulkarnaen (2009), Anas Urbaningrum dalam kasus korupsi proyek Hambalang (2012), dan sebagainya.
Selain itu, Denny Kailimang juga cukup sering masuk dalam pemberitaan media cetak dan online karena bersuara lantang pada hal-hal yang terkait dengan penegakan hukum. Salah satunya, dia pernah menyarankan Presiden SBY memecat Kapolri Jenderal Timur Pradopo jika tidak menyerahkan kasus simulator SIM ke KPK. Atau saat dia bersuara agar KPK mengusut asal-usul uang Ferdy Sambo setelah beredar informasi bahwa Ferdy Sambo berupaya memberikan amplop kepada petugas Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Termasuk meminta Kapolri menyerahkan pengusutan dugaaan keterlibatan Ferdy Sambo di Konsorsium 303 ke KPK.
Pria kelahiran Ujung Pandang, 26 November 1948 ini memang sejak muda sudah fokus pada dunia hukum. Setamat SMA di tahun 1969, Denny Kailimang melanjutkan studi di Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, Bandung. Saat menjadi mahasiswa, Denny Kailimang termasuk aktif dalam kegiatan organisasi khususnya Senat Mahasiswa. Dia pernah dipercaya sebagai Sekjen Senat Mahasiswa Universitas Parahyangan (1972) dan Wakil Ketua Senat Mahasiswa Universitas Parahyangan (1973-1974).
Setelah meraih gelar Sarjana Hukum di tahun 1975, Denny Kailimang menimbang-nimbang tentang jalur apa yang akan dia ambil ke depan. Apakah dia akan masuk politik, birokrasi atau mandiri? Menyadari bahwa pribadinya termasuk sosok yang bebas dan dinamis, Denny Kailimang akhirnya memilih mandiri dengan menjadi advokat. “Jadi saya ini seorang aktivis di kampus, jadi kalau sarjana hukum itu kan cuma beberapa pilihan saja. Mau masuk politik, masuk birokrasi atau mau masuk mandiri. Mandiri kan berarti menjadi advokat. Itulah yang saya alami. Karena saya sangat dinamis, maka saya condong masuk advokat,” katanya kepada wartawan Tokoh Indonesia saat wawancara di kantornya Menara Kuningan, Selasa, 14 Februari 2023.
Pilihannya untuk menjadi advokat juga dipengaruhi oleh tokoh idolanya bernama Yap Thiam Nin, seorang pengacara yang mengabdikan seluruh hidupnya berjuang demi menegakkan keadilan dan hak asasi manusia (HAM). Semasa kuliah, Denny Kailimang juga rajin mengikuti perkembangan di dunia hukum. Dia pernah menjadi panitia dari Fakultas Hukum Parahyangan Bandung bekerja sama dengan Unpad menggelar diskusi-diskusi hukum.
Setelah kurang lebih sepuluh tahun menekuni profesi advokat dan mengasah kemampuan terutama di bidang litigasi baik pidana maupun perdata, Denny Kailimang bersama koleganya mendirikan kantor hukum bernama Law Office Lontoh & Kailimang di Jakarta tahun 1986.
Di tengah-tengah kesibukannya sebagai advokat, Denny Kailimang mengambil program pendidikan S2 di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung. Gelar Magister Hukum berhasil dia raih di tahun 2004. Dua tahun kemudian, 21 September 2006, Denny Kailimang bersama advokat Hary Ponto dan Patricia Lestari membentuk Advocate Office of Kailimang & Ponto dimana dia sebagai founder and senior partner.
Denny Kailimang juga aktif dalam beberapa kegiatan organisasi dan dipercaya dengan posisi-posisi strategis. Dia pernah menjadi Ketua Umum Asosiasi Advokat Indonesia (AAI 2000-2005, 2005-2010), Ketua Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi 2005-2010), Ketua Komisi Pengawas Advokat Peradi (2021-2026), dan Committee Secretary dari Jakarta Lawyers Club (JLC). Denny Kailimang juga merupakan anggota Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal dan aktif membantu ASEAN Law Association-Komite Nasional Indonesia (ALA KNI).
Pada tahun 2009, suami dari Nancy Alwan ini terjun ke dunia politik dengan menjadi kader Partai Demokrat. Dia pernah menjadi Ketua Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat (2010-2014), Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Demokrat (2014-2018) dan Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat (2018-2020).
Sebagai wujud kecintaannya terhadap dunia pendidikan, Denny Kailimang mengajar di beberapa tempat. Dia mengajar mata kuliah hukum acara pidana di Fakultas Hukum Universitas Katolik Atmajaya Jakarta dan mengajar pada program-program pendidikan khusus profesi advokat yang diselenggarakan oleh organisasi advokat seperti Peradi dan AAI.
Denny Kailimang juga aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial termasuk menjadi Direktur Pusat Bantuan Hukum sejak 1979 dan menjadi Pembina John Paul II Foundation. Pada penghujung tahun 2018, John Paul II Foundation, sebuah yayasan yang berpusat di Texas, Amerika Serikat mengapresiasi peran Denny Kailimang dalam memberikan pelayanan yang tulus kepada gereja melalui komunitas. Saat itu, Denny Kailimang menerima koin khusus dari Kardinal Krisztoff Weliszko, penasihat John Paul II Foundation.
Sebagai sosok yang sudah malang melintang di dunia advokat sejak 1978, ada beberapa hal yang masih mengganjal pikiran dan hati Denny Kailimang. Salah satunya adalah, dia ingin profesi advokat dipandang sebagai profesi terhormat. Terhormat karena para advokat bisa bersatu dalam menjalankan profesi sesuai dengan kode etik yang sudah ada. Sebab kenyataannya saat ini, para advokat malah bertikai dan mendirikan organisasi advokatnya masing-masing. Kode Etik Advokat Indonesia yang sudah lahir sejak tahun 2002 juga belum sepenuhnya dijadikan panduan oleh sebagian besar advokat.
Menurut penuturan Denny Kailimang kepada wartawan TokohIndonesia, organisasi advokat awalnya hanya ada satu yaitu Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradin) lalu berganti nama menjadi Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) pada tahun 1985. Namun, dalam perjalanannya, Ikadin mengalami keretakan karena Ikadin hanya ingin anggotanya mendapat izin praktik dari Menteri Hukum dan HAM, bukan dari Pengadilan Tinggi. Dari situ, lahirlah Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI) sekitar tahun 1987.
Pada tahun 1990-an, keretakan di Ikadin terus berlanjut hingga sebagian advokat mendirikan organisasi advokat masing-masing seperti Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) dimana Denny Kailimang pernah jadi Sekjen (1990-1995), Ketua (1995-2000), dan Ketua Umum dua periode (2000-2005, 2005-2010).
Ada pula Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM).
Melihat perpecahan di kalangan advokat itu, Denny Kailimang terus berusaha mempersatukan mereka. Upaya Denny Kailimang bersama beberapa advokat lainnya membuahkan hasil dengan dibentuknya Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) tahun 2002 sebagai wadah Kesepakatan Bersama Organisasi Profesi Advokat. Saat itu ada tujuh organisasi advokat yaitu Ikadin, AAI, IPHI, AKHI, SPI, HAPI dan HKHPM. Di KKAI, Denny Kailimang dipercaya sebagai Wakil Ketua Umum.
Kehadiran KKAI menghembuskan harapan baru di kalangan organisasi advokat sekaligus berhasil membuat tiga terobosan yaitu rekrutmen advokat diselenggarakan KKAI bersama MA (sebelumnya rekrutmen advokat dari Pengadilan Tinggi), lahirnya Kode Etik Advokat Indonesia di tahun 2002 dan Undang-Undang No.18/2003 Tentang Advokat di tahun 2003.
Dalam perjalanan KKAI, lahir lagi satu organisasi advokat bernama Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) sehingga total ada delapan organisasi advokat. Delapan organisasi advokat ini kemudian sepakat membentuk Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dengan membuat akte pendirian pada 8 September 2005. Dipilih Otto Hasibuan sebagai Ketua Umum dan Harry Ponto sebagai Sekretaris Jenderal. Di Peradi, Denny Kailimang dipercaya sebagai Ketua (2005-2010) dan Ketua Komisi Pengawas Advokat Peradi (2021-2026).
Namun sayang seribu sayang, soliditas Peradi mulai goyah ditandai dengan lahirnya Kongres Advokat Indonesia (KAI) dimana Adnan Buyung Nasution sebagai penasihat. Perseteruan Peradi dan KAI terus berlanjut apalagi KAI meminta MA agar calon-calon Advokat KAI bisa disumpah di Pengadilan Tinggi. Pada awal tahun 2010, Peradi dan KAI memutuskan berdamai disaksikan Ketua Mahkamah Agung Harifin Tumpa dan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar. Perdamaian itu sulit dilupakan oleh Denny Kailimang karena dia sendiri yang mengambil pulpen dari saku Menkumham.
Dalam perjalanan Peradi selanjutnya, pada Munas I di Pontianak tahun 2010, Denny Kailimang sempat maju sebagai salah satu calon ketua umum, selain Otto Hasibuan dan Henry Yosodiningrat. Namun melihat situasi yang tidak kondusif di Peradi dan untuk kebaikan bersama, Denny Kailimang memutuskan mundur sebagai calon ketua umum pada putaran kedua pemilihan. Sehingga Otto Hasibuan kembali terpilih sebagai Ketum Peradi periode 2010-2015.
Belakangan, ketidakpuasan pihak-pihak tertentu terhadap kepemimpinan Otto Hasibuan, membuat Peradi pecah menjadi tiga kubu. Yaitu Peradi pimpinan Fauzie Hasibuan, Peradi Suara Advokat Indonesia (SAI) pimpinan Juniver Girsang dimana Denny Kailimang masuk dalam kubu ini, dan Peradi Rumah Bersama Advokat (RBA) pimpinan Luhut Pangaribuan.
Peradi pimpinan Fauzie Hasibuan (Peradi Soho) yang pro Otto Hasibuan merubah Anggaran Dasar (AD) tentang Ketua Umum sehingga seseorang bisa menjadi Ketua Umum lagi setelah jeda satu periode. Otto Hasibuan kemudian terpilih menjadi ketua umum untuk ketiga kalinya pada Munas III Peradi di Bogor.
Denny Kailimang berusaha mendamaikan tiga kubu Peradi tersebut namun gagal. Upaya mendamaikan mulai menemukan titik terang setelah Menkopolhukham dan Menhukham, memfasilitasi pertemuan dengan jajaran pimpinan dari ketiga kubu Peradi tersebut. Namun upaya ini pun gagal.
Sekarang, meski Peradi (yang sudah pecah menjadi tiga kubu itu) mengklaim sebagai wadah tunggal (single bar), namun organisasi-organisasi advokat pendiri Peradi tetap eksis (multi bar). Bahkan sekarang terus bermunculan organisasi-organisasi advokat lainnya bak jamur di musim hujan. Organisasi-organisasi tersebut bisa melaksanakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), Ujian Profesi Advokat (UPA), dan mengajukan calon advokat ke Pengadilan Tinggi untuk disumpah.
Tidak bersatunya organisasi-organisasi advokat di Indonesia sampai sekarang, membuat Denny Kailimang prihatin. Mimpi untuk hadirnya organisasi advokat yang single bar, sebagaimana yang tertuang dalam UU No.18/2003 tentang Advokat, ibarat jauh panggang dari api. Mirisnya lagi, banyak organisasi advokat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang ditetapkan dalam UU Advokat. Denny Kailimang berharap organisasi-organisasi itu bisa ditertibkan. “Bagi saya tentu ada penertiban, kemudian ada organisasi yang ditertibkan. Yang kita harapkan bahwasanya organisasi advokat inilah yang harus mempunyai peran dalam pembinaan dari advokat. Jadi dia yang mengarahkan, karena dia yang menuntun dan mengawasi advokat,” ujarnya.
Denny Kailimang ingin profesi advokat sama seperti profesi lainnya yang sudah tertib baik dalam pelaksanaan profesi maupun pengawasan. Semua advokat bekerja menaati Kode Etik Advokat Indonesia. “Jadi harapan saya organisasi advokat ini, aturan-aturannya di-review lagi lah, menjadikan advokat itu profesi terhormat,” katanya lagi.
Kini, meski sudah berusia hampir tiga perempat abad, Denny Kailimang masih aktif menekuni profesinya bahkan bersuara pada kasus-kasus hukum yang sedang ramai dibicarakan masyarakat. Denny Kailimang dan istri, bersama tiga anak-anaknya tetap low profile dalam menjalani kehidupan.
Dalam mendidik anak-anak, Denny Kailimang memberi kebebasan kepada anak-anaknya untuk memilih jalan hidup masing-masing. Dari tiga orang anak, hanya anak nomor dua, Rendy A. Kailimang, SH., MH, yang mengikuti jejak ayahnya dan menjadi junior partner di Kantor Advokat Kailimang & Ponto. Rendy Kailimang juga aktif dalam organisasi advokat dengan menjadi Bendahara Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Suara Advokat Indonesia (SAI) Jakarta Selatan (2015-2019, 2022-2026).
Sedangkan anak tertua Ray A. Kailimang memilih menjadi Direktur di Korrner Mitra Prakasa (designer interior) dan anak bungsu Rima A. Kailimang memilih menjadi psikolog. (cid, e-ti)