Penyanyi Tenor Mahir Akupuntur
Christopher Abimanyu
[DIREKTORI] Sejak 1985, pria yang mahir memberi terapi akupuntur ini setia menekuni profesinya sebagai penyanyi seriosa. Ia berkolaborasi dengan berbagai orkes dan paduan suara, konduktor, penyanyi/grup pop hingga seniman musik etnik. Bersama beberapa rekannya, ia mengajar di ASC Studio Vocal (Christopher Abimanyu Singing Course), memberikan bimbingan pada berbagai paduan suara/vokal grup serta menjadi juri pada berbagai festival paduan suara.
Pemilik nama lengkap Christopher Abimanyu Sastrodihardjo ini mulai belajar vokal di tahun 1985 pada Ir. Sudaryanto. Ia juga mendapatkan bimbingan dari penyanyi sopran Marijke ten Kate serta Avip Priyatna. Untuk semakin mematangkan kemampuan olah vokalnya, ia tak segan terbang bermil-mil jauhnya hingga ke Austria untuk menimba ilmu pada Prof Richard Miller di Mozarteum, Salzburg.
Setelah merasa cukup memiliki bekal, ia mengikuti Festival Bintang Radio dan Televisi tingkat Jawa Barat dan nasional di tahun 1985. Di ajang tersebut, ia berhasil meraih juara I untuk kategori penyanyi seriosa. Dua tahun kemudian, Christopher Abimanyu kembali menorehkan prestasi dengan menjadi jawara dalam Festival Bintang Radio dan Televisi tingkat Jawa Barat dan Nasional kategori seriosa.
Sejak sukses menjuarai ajang bergengsi tersebut, bersama pianis Ine Lopulisa, ia kerap tampil dalam pagelaran konser di sejumlah kota besar di Pulau Jawa, mulai dari kota kelahirannya, Bandung, ibukota Jakarta, hingga kota Pahlawan Surabaya.
Selain bersama Ine, Christopher juga sering tampil bersama berbagai orkes-orkes dan paduan-paduan suara, serta sejumlah konduktor di Indonesia, salah satunya Addie MS. Bersama pimpinan Twilight Orchestra itu, ia membawakan beragam repertoir mulai lagu-lagu Indonesia, opera, hingga broadway. Ia juga pernah menjadi pengisi berbagai acara seperti: Popstravaganza, Musicademia, Campus Tour, ulang tahun perusahaan, serta acara-acara Bimasena yang beberapa kali dihadiri oleh Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri.
Christopher Abimanyu juga kerap berkolaborasi dengan seniman musik lainnya. Seperti saat ia tampil dengan diiringi pianis Lendi Sudarno dalam acara Art Song Series dan pernah membawakan siklus Die Schone Mullerin secara lengkap. Tak hanya dengan artis musik yang sealiran dengannya, ia juga beberapa kali bekerjasama dengan pemusik dari genre lain, mulai dari pop seperti Memes, Ruth Sahanaya, dan Titi DJ, hingga seniman musik etnik.
Seperti yang terjadi di tahun 2008, penyanyi bersuara tenor ini mendapat pengalaman baru ketika untuk pertama kalinya diminta membawakan tembang Jawa dengan gaya seriosa oleh kelompok musik pimpinan Djaduk Ferianto, Kua Etnika. Ketika itu, ia tampil dalam konser Vertigong bersama komposer Purwanto di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Christopher tampil sebagai bintang tamu dalam konser yang memadukan musik jazz dengan gamelan Jawa itu. Pria asal Yogyakarta ini didaulat untuk menyanyikan lagu Tumungkul yang berarti menunduk. “Lagu ini menggunakan Bahasa Jawa Inggil yang sangat halus sehingga awalnya kesulitan mengerti artinya,” katanya.
Sebagai orang yang pertama kali menyanyikan lagu Jawa dengan gaya seriosa, Christopher mendapat sambutan meriah dari penonton. Tepuk tangan bergemuruh ketika ia menyelesaikan lagu yang terdengar unik karena ‘perpaduan’ gamelan dan vokal tenornya.
Setidaknya ia memerlukan waktu hingga dua pekan untuk mempelajari materi lagu dan syair lagu itu. Untungnya, ia mendapat kebebasan untuk membawakan lagu tersebut sesuai gaya sendiri tanpa harus mengikuti pakem-pakem tertentu, sedangkan sang komposer hanya memberikan arahan tentang arti syairnya. “Saya diberi lagu rekaman suara Mas Purwanto sudah dengan musiknya. Saya senang terlibat dalam konser ini, artinya ada pengetahuan baru yang saya peroleh,” lanjutnya kala itu.
Sebagai orang yang pertama kali menyanyikan lagu Jawa dengan gaya seriosa, Christopher mendapat sambutan meriah dari penonton. Tepuk tangan bergemuruh ketika ia menyelesaikan lagu yang terdengar unik karena ‘perpaduan’ gamelan dan vokal tenornya.
Penampilannya di atas panggung saat itu juga terlihat berbeda dari biasanya. Ia hanya berkemeja dan celana panjang hitam, terlihat lebih santai dibandingkan penampilannya dalam konser musik orkestra yang berkemeja dipadu setelan jas warna hitam atau putih, lengkap dengan dasi kupu-kupu.
Lain lagi dengan pengalamannya di Bandung pada Januari 2009. Meski telah lama malang melintang di panggung tarik suara, bukan jaminan bagi seorang penyanyi tampil penuh percaya diri. Hal itu pun pernah ia alami saat tampil berkolaborasi bersama rocker Andi Rif/. “Saya benar-benar dibuat berkeringat tampil di kota kelahiran sendiri. Ini sangat aneh dan saya sendiri tidak mengerti, padahal Bandung kota kelahiran saya,” ujarnya mengomentari penampilannya di panggung saat itu.
Selama ini, Christopher mengaku tidak punya kiat khusus agar suaranya tetap prima saat tampil di panggung. Jika banyak penyanyi yang amat selektif memilih makanan terutama yang dianggap bisa merusak kualitas suara, hal itu tak berlaku bagi Christopher. Ia mengaku tidak pernah takut untuk menyantap makanan yang bisa saja merusak vokalnya, misalnya gorengan. Menurutnya, vokal bisa dijaga asalkan tubuh tetap sehat.
Lebih lanjut ia bercerita bahwa kualitas vokalnya sama sekali tak pernah terganggu akibat memakan gorengan. “Kalau makan gorengan terus sakit, ya jangan. Tapi, kalau saya makan gorengan, enggak apa-apa tuh,” ujarnya dengan enteng. “Paling kolesterolnya naik, terus sakit, nah itu yang enggak boleh,” sambungnya dengan bercanda.
Di sisi lain, ia memiliki teknik khusus merawat suara agar bisa leluasa menyantap gorengan. “Cara merawat suara itu adalah menjaganya dengan teknik yang benar. Itu belajarnya memang lama karena kita harus bisa mengendalikan emosi dengan benar, karena kalau enggak, bakal rusak atau hilang,” paparnya.
Karenanya, ia paling memerhatikan olah pernapasannya. “Jadi, untuk pernapasan, kita itu harus mengerti benar. Suara keras itu bisa timbul karena didukung otot-otot sekitar perut. Jadi, kita harus benar-benar menjaganya,” terang pria berewok ini.
Untuk sampai ke tahap tersebut, ia membutuhkan waktu tak kurang dari 20 tahun. “Kalau mau sampai benar, paling tidak 15 tahun. Kalau mau jadi tenor seperti saya, ya 20 tahun,” terangnya lagi. “Pokoknya, kalau nyanyi itu harus sehat,” tegasnya.
Selain handal menjadi penyanyi, Christopher juga memiliki kemampuan memberikan terapi akupuntur. Ia mengaku pernah secara khusus mempelajari teknik pengobatan tradisional dari Negeri Tirai Bambu tersebut.
“Dulu saya alergi sinusitis parah dan pada suatu saat saya nyanyi dalam kondisi sinusitis begitu. Akhirnya, saya coba datang ke akupunturis Om Gunawan untuk diobati beberapa kali,” ceritanya. “Nah, terus, setelah itu saya bilang ‘Om, boleh belajar enggak?’ Terus, dia bilang ‘Boleh, tapi sama keponakan saya saja, yang dokter’,” lanjutnya seperti dikutip dari situs kompas.com.
Sejak saat itu, ia mulai mendalami terapi akupuntur dengan serius. “Dari situ saya belajar dari dokter itu. Saya juga ikut membantu di kliniknya, yang kalau orang enggak mampu berobat di situ bayarnya serelanya. Saya belajar di klinik itu cukup lama, sampai pada akhirnya saya belajar benar di Bandung dan punya ijazah negara juga,” kenangnya. eti | muli, red