Sederhana dan Intelek

Widjajono Partowidagdo
 
0
223
Widjajono Partowidagdo
Widjajono Partowidagdo | Tokoh.ID

[DIREKTORI] Prof. Widjajono Partowidagdo, PhD semasa hidupnya dikenal sebagai sosok pria yang sederhana dan bersahaja. Ia menjadi Wakil Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Indonesia yang pertama yang diberi tugas untuk meningkatkan produksi minyak, gas listrik dan mineral nasional. Jabatan tersebut hanya diembannya selama enam bulan karena meninggal saat mendaki di Gunung Tambora, NTB (21/4/2012). Ia juga pernah menjadi anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Guru Besar Program Studi Teknik Perminyakan ITB hingga akhir hayatnya dan konsultan migas di beberapa perusahaan ternama.

Mengingat nama Prof. Widjajono Partowidagdo maka yang terlintas adalah kesederhanaan dan gaya rambutnya. Saat dipanggil menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Minggu (16/10/2011), tampak kesederhanaan terpancar dari wajah pria kelahiran Magelang, Jawa Tengah, 16 September 1951 ini. Dengan rambut terurai, ia mengenakan baju batik merah motif warna-warni lengan panjang serta celana warna hitam, dipadukan sepatu coklat agak kehitaman yang terlihat berdebu tidak disemir. Selain itu, ia juga menggunakan tas jinjing berwarna hitam dipadu warna coklat yang terlihat robek pada jahitan bagian atas.

Tapi siapa menyangka, meski berpenampilan sederhana, anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) ini ditunjuk menjadi wakil menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM). Guru Besar Program Studi Teknik Perminyakan ITB ini mendapatkan arahan dari presiden untuk meningkatkan produksi minyak, gas listrik dan mineral.

Prof. Widjajono Partowidagdo merupakan alumnus Teknik Perminyakan ITB yang lulus pada tahun 1975. Ia kemudian melanjutkan studinya ke Amerika Serikat dan meraih dua gelar Msc di universitas yang sama, yaitu MSc di bidang petroleum engineering dan satu lagi di bidang operations research dari USC, masing-masing pada tahun 1980 dan tahun 1982. Pada tahun 1986, ia kemudian melanjutkan studinya di universitas yang sama dan meraih gelar M.A di bidang ekonomi. Pada tahun 1987, ia memperoleh gelar Ph.D di bidang engineering masih dari universitas yang sama.

Menurut Widjajono ada tiga hal yang harus dibenahi terkait energi Indonesia, yakni investasi, diversifikasi, dan konservasi. Menurutnya Indonesia hingga saat ini masih menerapkan sistem fiskal yang menganut fixed system yang kurang fleksibel dalam dunia investasi energi sehingga turut andil besar dalam penurunan cadangan minyak Indonesia.

Ia mengawali karir di almamaternya sebagai pengajar di Teknik Perminyakan ITB sejak tahun 1976, pengajar Pasca Sarjana Studi Pembangunan ITB (1993-2011), pengajar Pasca Sarjana Studi Sumber Daya Mineral, ITB (1989-2011). Selain itu ia juga menjadi Ketua Pasca Sarjana Studi Pembangunan, ITB (1993-2004), kepala Kajian Ekonomi Energi pada Pusat Penelitian Energi (PPE), kelompok Kajian Pengembangan Energi (KPPE), ITB (1987-2004), pengajar Pasca Sarjana Teknik Manajemen Industri, ITB (1998-2000).

Juga pernah menjadi anggota Dewan Redaksi Jurnal Ekonomi Lingkungan (1991-1997), Pemred Jurnal Studi Pembangunan ITB (1998-2000), Konsultan Pertamina untuk Penawaran Kontrak Joint Operation Body (JOB) (1987-1990), Anggota Senat ITB (1994-1997), Koordinator Penelitian Model Pembangunan Berkelanjutan pada Pusat Antar Universitas untuk Ilmu Ekonomi, Universitas Indonesia (1989-1992), Penasehat Masyarakat Kelistrikan Indonesia (MKI) dan Asosiasi Panasbumi Indonesia, ITB, Anggota Pi Epsilon Tau (Honor Student Society) dari Society of Petroleum Engineers (SPE), Dosen Program Magister Teknik Pertambangan dan Teknik Industri, Guru Besar dalam Ilmu Ekonomi dan Pengelolaan Lapangan Migas pada Fakultas Ilmu Kebumian dan Tekmira, ITB (2004-sekarang), Produksi dan Manajemen Migas FIKTM, ITB (2005-2007), Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung (2006-sekarang), Ketua Kelompok Keahlian Pemboran, Anggota Dewan Energi Nasional (2009-sekarang), Sekretaris Komisi Permasalahan Bangsa.

Terkait tentang energi nasional seperti ditulis di laman situs www.itb.ac.id, menurut Widjajono, ada tiga hal yang harus dibenahi, yakni investasi, diversifikasi, dan konservasi. Menurutnya Indonesia hingga saat ini masih menerapkan sistem fiskal yang menganut fixed system yang kurang fleksibel dalam dunia investasi energi sehingga turut andil besar dalam penurunan cadangan minyak Indonesia. Ia mencontohkan cadangan dan produksi Malaysia, Australia mengalami peningkatan terus karena negara tersebut revenue-nya besar, pendapatan negara juga besar.

Sementara cadangan potensial di Indonesia belum banyak yang bisa menjadi cadangan terbukti. Sedangkan untuk menjadi cadangan terbukti, menurutnya diperlukan pengelolaan yang lebih lanjut. Masalahnya, untuk melakukan pengelolaan lanjut ini memerlukan iklim investasi yang bagus. Dalam hal ini, Indonesia belum memiliki iklim investasi yang bagus, akibat beberapa hal, seperti masih sulitnya pembebasan lahan, tumpang tindih lahan, izin, dan desentralisasi.

Selain itu, menurut pria yang satu angkatan dengan Purnomo Yusgiantoro mantan Menteri ESDM yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan ini, perlu dilakukan diversifikasi energi, menggunakan energi alternatif lain, seperti gas bumi, dan panas bumi. Kebijakan-kebijakan pemerintah seharusnya bisa mengakomodir diversifikasi energi, misalnya menaikkan harga gas bumi dengan pantas. Masalah Indonesia jaman dulu, pasar domestik selalu meminta gas bumi dengan harga yang sangat murah seperti 3 dollar per MMBTU. Akibatnya produsen menjual ke luar karena tidak menguntungkan bila dijual di dalam negeri.

Sementara di sisi lain, Indonesia masih bergantung pada bahan bakar minyak sebagai sumber energi utama. Indonesia dihadapkan pada fakta bahwa produksi energi minyak terus menurun sementara kebutuhan terus naik. Hal ini telah memaksa Indonesia untuk menutupi kekurangan dalam negeri dengan kembali mengimpor minyak. Iapun melihat hal itu sebagai kebijakan yang kurang tepat. Indonesia bukan negara yang kaya akan minyak, seperti negara-negara Timur Tengah, tapi mengimpor minyak.

Advertisement

Dibandingkan dengan bahan bakar yang lain, seperti gas, panas bumi, dan batu bara, bahan bakar minyak relatif mahal. Sehingga tidaklah masuk akal bila kita tidak kaya namun menggunakan barang yang mahal. “Kita itu ibarat orang miskin, tapi pakai barang yang kaya, artinya sedang berlagak kaya. Kalau orang miskin seperti itu, maka hidupnya pasti susah,” kata Widjajono yang pernah menjadi konsultan perusahaan migas British Petroleum ini.

Ia membandingkan listrik yang digenerate dari minyak menghasilkan 3 kwh listrik/liter. Dengan harga minyak Rp6000/liter sehingga harga per kwh nya menjadi sekitar Rp2000 (sekitar 22 sen dollar). Bila ditambah dengan biaya pembangkit, total akan menjadi 25 sen dollar/kwh. Sedangkan energi panas bumi, menurut peraturan pemerintah berada pada harga sekitar 9.7 sen dollar per kwh. Sementara gas sekitar 10 sen per kwh. “Ada gas dan panas bumi yang masih belum dipakai optimal, tetapi kita malah memakai bahan bakar yang jauh lebih mahal,” tegas pria yang pernah mendapatkan beasiswa dari Caltex ini.

Di lain pihak, Indonesia sering dinyatakan sebagai negara kaya akan minyak. Menurutnya ada beberapa anggapan yang keliru mengenai energi di Indonesia. Pertama, Indonesia adalah negara yang kaya minyak, padahal tidak. Namun memiliki banyak memiliki energi lain, seperti: batubara, gas, CBM (Coal Bed Methane), panasbumi, air, BBN (Bahan Bakar Nabati) dan sebagainya. Kedua, harga BBM (Bahan Bakar Minyak) harus murah sekali tanpa berpikir bahwa hal ini menyebabkan terkurasnya dana pemerintah untuk subsidi harga BBM, ketergantungan kepada BBM yang berkelanjutan, ketergantungan kepada impor minyak dan BBM yang makin lama makin besar, serta makin sulitnya energi lain berkembang. Ketiga, investor akan datang dengan sendirinya tanpa perlu bersikap bersahabat dan memberikan iklim investasi yang baik. Keempat, peningkatan kemampuan nasional akan terjadi dengan sendirinya tanpa keberpihakan Pemerintah.

Ia berpendapat bahwa untuk menyelamatkan ketahanan energi nasional, strategi energi di Indonesia seharusnya mengurangi sebanyak mungkin penggunaan BBM dan sebanyak mungkin menggunakan sumber energi lain. Dalam arti mengembangkan sebanyak mungkin energi yang tidak dapat diekspor, yaitu panasbumi, batubara kualitas rendah, lapangan gas kecil dan menengah, CBM, dan Energi Terbarukan yang kita miliki. Menurut penulis buku Migas dan Energi di Indonesia ini adalah lebih baik mengimpor gas daripada mengimpor minyak atau BBM.

Sementara itu, untuk penggunaan energi nuklir dikatakan sebagai energi yang sangat aman dan murah. Menurutnya, hal itu juga tidak benar. Ia juga mencontohkan Chernobyl dan Three Mile Island, di Amerika Serikat, 27 dari 104 reaktor nuklirnya pernah bocor (Tobi Raikkonen, 12 Maret 2010). Selain itu, menurut USA Today 17 Juli 2007, di Jepang terjadi kebocoran nuklir 1997-2007 sebanyak 8 kali. Ia menilai bahwa penanganan limbah Uranium adalah sangat mahal dan berbahaya kalau ditangani tidak benar.

Namun demikian, jikapun penggunaan nuklir tersebut tetap dikembangkan pada 2020, untuk merealisasikannya sebaiknya Indonesia bekerjasama dengan Singapura dan Malaysia. Dan semakin lebih baik lagi, jika melibatkan negara-negara ASEAN lainnya. Pembangunannya bisa ditempatkan di salah satu pulau yang kosong di Indonesia. Alasannya, semakin banyak negara yang mengawasi, semakin aman, dan semakin banyak yang menggunakan akan makin lebih murah.

Meninggal di Gunung Tambora

Widjajono Partowidagdo atau yang akrab disapa dengan Wid ini semasa SMA memang dikenal sangat hobi mendaki gunung. Kebiasaanya tersebut makin menjadi saat menjadi mahasiswa yang aktif di organisasi pencinta alam, Mapala (Mahasiswa Pencinta Alam) di kampusnya, ITB. Saat menjabat sebagai wakil menteri, kebiasaannya mendaki gunung masih terbawa. Pernah di sela kunjungan kerjanya dalam sosialisasi Bahan Bakar Minyak di Manado (23/3/2012), ia masih sempat menaklukkan Gunung Klabat di Minahasa Utara.

Di usianya yang sudah kepala enam, semangatnya untuk mendaki gunung masih berkobar. Padahal pada usia tersebut, kegiatan mendaki gunung tidak dianjurkan lagi karena kegiatan ini sangat ekstrim dan memerlukan kebugaran dan kekuatan fisik. Meski demikian, sebagai pendaki gunung sejati, ia seolah ingin membuktikan bahwa usia bukanlah rintangan.

Namun tidak ada yang menyangka kalau Gunung Tambora Nusa Tenggara Barat menjadi pendakiannya yang terakhir, Sabtu (21/4/2012). Suami dari Nina Sapti Triaswati yang membawa misi sosial bertajuk Female Trakkers for Lupus saat pendakian ini meninggal karena kelelahan dan mengalami sesak napas karena kekurangan oskigen di ketinggian 2.500 meter di atas permukaan laut. Ia meninggal sebelum berhasil menaklukkan Gunung Tambora yang memiliki ketinggian 2.851 meter tersebut.

Semasa hidupnya, Prof. Widjajono Partowidagdo tidak hanya pernah mencoba mendaki deretan gunung yang ada di Indonesia tapi juga hingga mancanegara. Dalam pendakiannya, ia berhasil menaklukkan kurang lebih 50 gunung di antaranya Gunung Kerinci, Rinjani, Semeru, Tujuh, Agung, dan Latimojong. Sementara itu berapa gunung mancanegara yang terkenal yang pernah ditaklukkannya yakni gunung tertinggi di Argentina, Gunung Aconcagua. Kemudian ia juga pernah mencoba menaklukkan Gunung Elbrus, Rusia. Setelah itu, Widjajono berhasil mendaki puncak Gunung Himalaya pada tahun 2007. Mengenai Gunung Elbrus, Widjajono masih penasaran dan ingin kembali mendakinya namun ajal keburu menjemputnya.

Kepergian salah satu Guru Besar terbaik teknik perminyakan ITB ini menjadi pukulan bagi para sahabatnya. Khususnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengangkatnya sebagai Wamen. Presiden SBY sangat terkesan dengan Widjajono saat menghadapi polemik perubahan APBN 2012. Menurut Presiden, Widjajono berani menjelaskan kebijakan mengenai energi nasional, khususnya penghematan bahan bakar minyak (BBM) kepada publik meskipun kebijakan tersebut dikritik banyak pihak. Presiden menilai Widjajono memiliki idealisme yang tinggi selama enam bulan berada di pemerintahannya.

Presiden berharap agar idealisme dan pemikiran Widjajono mengenai energi nasional diikuti oleh semua jajaran pemerintahan. “Almarhum dengan penuh tanggung jawab dan keberanian menjelaskan secara jernih soal kenaikan BBM. Tidak ada pamrih dan kepentingan pribadi. Beliau bertanggungjawab sebagai abdi negara. Itu catatan abadi dan tidak pernah saya lupakan,” turur Presiden SBY ketika melawat ke rumah duka di Jl. Ciragil II No 28 Kemayoran Baru, Minggu, 22 April 2012.

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik menilai wakilnya Widjajono Partowidagdo sebagai orang teguh pada prinsip dan terbuka dengan gagasan baru. Jero yang satu angkatan dengan Widjajono ini menceritakan pengalamannya, suatu hari Widjajono Partowidagdo pernah menerima amplop dan langsung menanyakannya secara detail darimana asalnya dan apa alasan di balik pemberian tersebut. Selain jujur dan tulus, senada dengan Menteri Jero Wacik, Wakil Presiden Komunikasi Korporat PT Pertamina (Persero) Mochamad Harun menilai Widjajono sebagai seorang yang sederhana, bersahaja, dan lurus dalam berpendapat. Sementara Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menilai Widjajono yang juga merupakan dosen S2-nya di ITB sebagai putra terbaik yang gigih memperjuangkan sektor migas nasional.

Begitu juga dengan Tjatur Sapto Edy, ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), sangat terkesan dengan gaya santai dan egaliter dari sosok Mas Wid, begitu Sapto menyapanya. Menurutnya, Wid yang menjadi co-promotonya saat menulis tesis S2-nya, terus mempertahankan gayanya yang sederhana meski menjabat sebagai wakil menteri ESDM. Sementara bagi Menteri BUMN Dahlan Iskan, Widjajono adalah sosok yang kuat memegang prinsip. Dahlan menceritakan Widjajono beberapa kali kelihatan jengkel kalau ada orang sok tahu mengenai perminyakan padahal tidak pernah mendalami soal minyak. Sebagai guru besar perminyakan, penulis buku-buku tentang minyak, dan sebagai ahli yang selalu dipercaya perusahaan-perusahaan minyak kelas dunia, almarhum merasa ilmunya dilecehkan oleh orang-orang yang seperti tiba-tiba saja menjadi ahli minyak di layar televisi,” kata Dahlan seperti dikutip dari kompas.com.

 

Tulisan Terakhir

Prof. Widjajono Partowidagdo, PhD seolah sudah memiliki firasat. Sebelum ajal menjemput dalam pendakiannya di Gunung Tambora, ia masih mengirimkan pesan di mailing list Ikatan Alumni ITB yang tidak disangka sebagai tulisan terakhirnya.

Kalau kita menyayangi orang-orang yang kita pimpin, Insya Allah, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang akan menunjukkan cara untuk membuat mereka dan kita lebih baik. Tuhan itu Maha Pencipta, segala kehendak-Nya terjadi.

Saya biasa tidur jam 20.00 WIB dan bangun jam 02.00 WIB pagi lalu Salat malam dan meditasi serta ceragem sekitar 30 menit, lalu buka komputer buat tulisan atau nulis email.

Dalam meditasi biasa menyebutkan:
“Tuhan Engkau Maha Pengasih dan Penyayang, aku sayang kepadaMu dan sayangilah aku… Tuhan Engkau Maha Pencipta, segala kehendak-Mu terjadi…”
Lalu saya memohon apa yang saya mau…
(dan diakhiri dgn mengucap)
“Terima kasih Tuhan atas karuniaMu.”

Subuh saya Sholat di Masjid sebelah rumah lalu jalan kaki dari Ciragil ke Taman Jenggala (pp sekitar 4 kilometer). Saya menyapa Satpam, Pembantu dan Orang Jualan yang saya temui di jalan dan akibatnya saya juga disapa oleh yang punya rumah (banyak Pejabat, Pengusaha dan Diplomat), sehingga saya memulai setiap hari dengan kedamaian dan optimisme karena saya percaya bahwa apa yang Dia kehendaki terjadi dan saya selain sudah memohon dan bersyukur juga menyayangi ciptaan-Nya dan berusaha membuat keadaan lebih baik.
Oh ya, Tuhan tidak pernah kehabisan akal, jadi kita tidak perlu kuatir. Percayalah…

Salam,

Widjajono, mengakhiri tulisannya untuk terakhir kalinya. Hotsan, red | Bio TokohIndonesia.com

Data Singkat
Widjajono Partowidagdo, Wakil Menteri ESDM (2011-2012) / Sederhana dan Intelek | Direktori | Guru Besar, ITB, Wakil Menteri, ESDM, DEN

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini