Drum, Scoring dan Akting
Titi Sjuman
[SELEBRITI] Perempuan cantik yang memilih drum sebagai instrumen bermusiknya ini, bersama suaminya, Wong Aksan, membuat scoring music untuk sejumlah film. Namanya mulai dikenal luas setelah berakting dalam film layar lebar Mereka Bilang, Saya Monyet! (2007) dan menggondol beberapa penghargaan antara lain Piala Citra sebagai Aktris Terbaik dalam ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2009 dan Aktris Pendatang Baru Terbaik Indonesia Movie Award 2008.
Perempuan kelahiran Jakarta 10 Februari 1981 bernama Titi Handayani Rajobintang ini, di kemudian hari lebih dikenal sebagai Titi Sjuman. Nama itu disandangnya setelah ia menikah dengan mantan drummer Dewa 19, Aksan Sjuman atau yang lebih populer dikenal dengan nama Wong Aksan. Aksan adalah putra sutradara Indonesia ternama, Sjuman Djaya.
Ketertarikan dia pada seni musik khususnya drum telah ada sejak ia masih kanak-kanak. Memasuki masa remaja, saat masih berseragam SMP, hobi menabuh drumnya semakin menjadi. Titi coba-coba bergabung sebagai drummer di grup band pacarnya semasa SMP. Di tahun 1998, ketika duduk di bangku SMA, ia mulai serius belajar drum dan menimba ilmu di sekolah musik milik musisi Dwiki Darmawan, Farabi.
Setamat SMA, Titi sempat melanjutkan pendidikannya ke jurusan Manajemen Informatika, Perbanas, Jakarta. Namun baru setahun berkuliah, Titi memilih hengkang untuk selanjutnya masuk ke Institut Musik Daya Indonesia Jurusan Drum. Keputusan itu membuat orangtuanya marah. Ibunya, Susy Aryani Raja Bintang bahkan memutuskan untuk tidak lagi ikut campur dalam hal pembiayaan sekolah musik tersebut.
“Gue itu emang pemberontak banget di keluarga. Fasilitas gue semua dicabut. Gue harus bayar sendiri dan cari uang sendiri,” tutur perempuan berkulit hitam manis ini seperti dikutip detikhot.com. Namun, karena tekadnya sudah bulat memilih musik sebagai pilihan hidupnya, Titi mau tak mau harus mempertanggungjawabkan pilihannya. Ia pun memutar otak untuk mendanai kuliahnya. Beruntung, di tengah kesulitan itu, ia kerap mendapat tawaran untuk mengisi acara di kafe-kafe sebagai penabuh drum.
Pada tahun 2006, ia berhasil merampungkan pendidikannya dengan predikat memuaskan. Begitu lulus, ia bahkan diminta untuk menjadi dosen di almamaternya. Di kampus, Titi dikenal sebagai dosen yang amat disiplin. Pada mahasiswanya, ia membuat sebuah perjanjian. Mereka yang tidak membawa stick drum dipastikan tidak bisa ikut kelasnya. Titi pun mengakui hal itu. Dirinya memang termasuk dosen yang tegas sehingga mungkin ada saja mahasiswa yang tidak menyukai cara mengajarnya.
“Mungkin mereka bilang saya guru brengsek, tapi pendidikan di sini memang keras banget,” ujar Titi yang mengaku mengikuti cara mengajar dosennya asal Jerman yang dulu pernah ia dapat. Meski tegas, ternyata murid-muridnya dekat dengannya dan kerap menjadikannya teman curhat.
Selain mendalami dunia musik, Titi mulai menggali potensinya di bidang lain, yakni seni peran. Awalnya ia sempat ragu untuk menunjukkan kemampuan beraktingnya. Tapi setelah dibujuk oleh sang adik ipar yang juga dikenal sebagai penulis ternama, Djenar Maesa Ayu, Titi pun mulai luluh. Rupanya selama ini Djenar melihat Titi memendam potensi besar di bidang akting.
Mereka Bilang Saya Monyet (MBSM), sebuah film yang diangkat dari novel karya Djenar, menandai debut Titi sebagai aktris. Dalam film perdananya yang rilis tahun 2007 itu, ia langsung didaulat untuk memerankan tokoh utama bernama Ajeng. Untuk mendalami perannya, Titi banyak belajar dan berdiskusi dengan Djenar, yang juga merupakan sutradara film tersebut. “Aku sampai nginap 2 hari di rumah Djenar dan selama berbulan-bulan kemudian Djenar memanggilku dengan nama Ajeng. Supaya aku benar-benar merasa sebagai Ajeng,” kisah Titi.
Insting Djenar tak meleset. Akting Titi sebagai Ajeng di film garapannya menuai banyak pujian. Penghargaan sebagai Aktris Pendatang Baru Terbaik versi Indonesian Movie Award (IMA) 2008 berhasil disabet Titi. Di ajang tersebut, ia berhasil menyisihkan pesaingnya seperti Sarah Sechan, Sandra Dewi, Susan Bachtiar, Volland Humonggio, Marrio Merdithia dan Adadiri Tanpalang.
Setahun kemudian, akting Titi kembali diganjar sebuah penghargaan bergengsi, yakni Piala Citra sebagai Aktris Terbaik dalam ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2009. Kebahagian Titi kian terasa sempurna setelah di ajang yang sama, ia dan sang suami meraih penghargaan sebagai Penata Musik Terbaik untuk film King. “Alhamdullilah, ini berkah yang luar biasa bagi kami berdua. Aku dan Mas Aksan enggak pernah menduga apresiasinya bakal seperti ini. Karena bagi kami, yang terpenting selalu berkarya sebaik dan semaksimal mungkin,” tuturnya seperti dikutip dari situs tabloid nova.
Setelah membintangi MBSM, Titi mengaku kebanjiran tawaran main film dan sinetron. Namun ia tak mau mengiyakan semua tawaran yang datang. Meski masih terhitung hijau di dunia akting, ia tetap selektif dalam memilih peran. Saking selektifnya, ia membutuhkan waktu sekitar tiga tahun untuk tampil lagi berakting di depan kamera. Pada 2010, ia membintangi film Minggu Pagi di Victoria Park (MPDVP) yang disutradarai Lola Amaria. “Aku suka filmnya, suka background ceritanya, suka karakternya,” jelas Titi. Dalam film yang berkisah tentang kehidupan buruh migran di Hong Kong itu, ibu satu anak ini berperan sebagai seorang TKW bernama Sekar.
Film tersebut rupanya meninggalkan kesan yang mendalam bagi Titi. “Bermain sebagai TKI di Hongkong membuka mataku tentang banyak hal. Cukup lama juga, lo, aku tinggal di sana,” kisah Titi yang bersama Aksan juga didapuk Lola untuk membuat scoring music MPDVP.
Membuat scoring music memang bukan hal yang mudah. Apalagi jika dikerjakan dua kepala yang memiliki segudang ide yang bisa saja saling berbeda. Namun tidak demikian halnya dengan pasangan ini. “Aku bersyukur banget. Dengan Mas Aksan, aku bukan hanya suami-istri, tapi juga punya chemistry kuat sebagai partner kerja. Pokoknya partner segala,” ujar Titi.
Pada tahun 2010, keduanya mendapat beberapa pesanan scoring. Meski demikian, pasangan ini rupanya punya prinsip sendiri dalam bekerja. “Setahun idealnya hanya bikin 4 scoring film. Karena ini adalah proses seni kreatif, kami enggak bisa asal kejar setoran,” ujar keduanya kompak.
Yang unik, Titi dan Aksan punya “ritual khusus” setiap berhasil menyelesaikan pekerjaan jenis ini. “Kami selalu pergi berlibur. Apakah itu ke Bali, Singapura, atau kemana aja. Pokoknya enggak di Jakarta. Biasanya, habis liburan, kami berdua fresh untuk masuk ke film berikutnya.”
Mengawali tahun 2011, Titi kembali berakting dengan bermain dalam film garapan Mathias Muchus, Rindu Purnama. Berbeda dengan dua film sebelumnya, dalam film yang juga dibintangi aktor Teuku Firmansyah ini, Titi kebagian peran antagonis dimana ia menunjukkan sosok yang tidak menyukai anak-anak. Untuk perannya ini, Titi Sjuman mengaku tak khawatir akan adanya cibiran dari masyarakat soal perannya itu. Atau protes yang bakal ia terima dari suami atau anak-anaknya sebab Titi Sjuman merasa bahwa keluarganya bisa menerima aktingnya tersebut.
Popularitas yang ia raih saat ini diakui Titi tidak bisa dilepaskan dari peran sang suami, Wong Aksan. Meski menikah di usia muda, kiprahnya di dunia musik dan seni peran terus berkibar. Justru, bersama Aksan, ia seolah menemukan jalannya untuk bersinar. Aksan pulalah yang pertama kali memoles bakat Titi sebagai drummer. Aksan juga tak pernah absen memberikan dukungan untuk istri tercintanya itu. “Aku beruntung punya Mas Aksan. Dia enggak pernah melarangku berkarya. Malah, dia selalu mendorongku melihat peluang baru dan mengeksplor kemampuan. Tidak hanya di musik, tapi juga bidang lain,” ujar salah satu juri Indonesia Mencari Bakat ini.
Sebelum menjalin asmara, hubungan kedua sejoli ini memang diawali dari hubungan antara guru dan murid. Aksan mengaku, sejak pertama kali bertemu Titi di tahun 1998, ia sudah jatuh cinta pada mantan murid yang kini menjadi istrinya itu. Namun Titi yang saat itu baru berusia 17 tahun, dinilainya masih terlampau muda dan masih berstatus sebagai kekasih pria lain. Meski begitu, Aksan tetap sabar menunggu.
Ketertarikan dia pada seni musik khususnya drum telah ada sejak ia masih kanak-kanak. Memasuki masa remaja, saat masih berseragam SMP, hobi menabuh drumnya semakin menjadi.
Jodoh memang tak lari kemana. Tiga tahun berselang, Titi putus dengan pacarnya hingga akhirnya jatuh ke pelukan Aksan. “Waktu itu saya berpikir, beruntung sekali pria yang jadi kekasih atau suaminya kelak,” ujar Aksan yang rupanya terpesona dengan inner beauty yang dimiliki Titi. “Selain cantik, dia juga punya ‘sesuatu’. Hal-hal yang saat seumuran dia belum bisa saya lakukan, sudah dia kuasai. Sentuhannya terhadap alat musik, hasilnya pasti luar biasa,” ungkap Aksan mengungkapkan kekagumannya pada Titi.
Setelah empat tahun berpacaran, Titi-Aksan memutuskan menikah pada 15 Agustus 2004 bertempat di Masjid Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Prosesi lamarannya sendiri sudah dilangsungkan pada Tahun Baru 2004. Kebahagiaan pasangan ini kian terasa lengkap dengan lahirnya seorang putri cantik yang kemudian diberi nama Miyake Shakuntala pada 4 November 2005. Awalnya keputusan Titi untuk menerima pinangan pria yang dikenal jago masak itu sempat diragukan oleh orangtuanya. Titi pun cukup memaklumi kekhawatiran orangtuanya yang takut masa depan bungsu dari 13 bersaudara itu tak terjamin karena menikah dengan musisi.
Namun seiring berjalannya waktu, ia berhasil mematahkan prasangka orangtuanya. “Aku bisa buktiin, kalau aku bisa jadi arranger, dosen, musisi. Bukan cuma jadi ibu rumah tangga aja. Aku bisa hidup dari sini (musik – red),” ujarnya bangga seperti dikutip dari situs detikhot.com.
Titi pun tak hentinya mengucap syukur pada Tuhan untuk pencapaiannya hingga detik ini. Meski berangkat dari nol namun secara perlahan kehidupannya dengan Aksan semakin menunjukkan kemajuan. Satu persatu impiannya bersama Aksan terwujud.
Dari yang semula mengontrak rumah petak kecil di pinggiran Jakarta hingga bisa pindah ke kontrakan yang lebih bagus. Di sela-sela kesibukannya di dunia hiburan dan mengurus Miyake, Titi masih aktif berbagi ilmu dengan calon-calon drummer Indonesia masa depan. Penghasilan yang didapatnya dari dua profesi tersebut kemudian ditabungnya untuk membeli tanah lalu membangun rumah sedikit demi sedikit hingga akhirnya berhasil membangun rumah idaman yang telah lama mereka cita-citakan.
Rumah tersebut selain dilengkapi dengan studio musik, juga terdapat kolam renang dan taman bergaya Bali. Pulau Dewata memang menjadi tempat favorit Titi dan keluarga kecilnya untuk bersantai menghabiskan waktu liburan. Dengan demikian ia dapat melepas lelah sekaligus mencari inspirasi musik di rumah sendiri.
Impian lain yang masih berusaha diwujudkannya adalah membangun usaha restoran. Usaha itu dipilih untuk menyalurkan hobi memasak sang suami. “Untuk urusan masak, Mas Aksan memang jagonya. Dia masak apa saja enak. Bahan apa saja yang ada di kulkas kalau dia yang mengolah, pasti jadi enak. Meskipun hanya terung saja, misalnya, tapi di tangan Mas Aksan, bisa jadi masakan yang enak banget. Mas Aksan paling jago masakan Eropa. Seperti pasta dan spaghetti,” kata Titi panjang lebar mengisahkan hobi sang suami seperti dikutip dari tabloid mingguan Nova.
Dalam urusan rumah tangga, Titi mengaku punya kiat tersendiri dalam menjaga keharmonisan. Sebagai sesama pekerja seni, ia dan suami bisa saling melengkapi. Lebih jauh ia juga mengungkapkan, kalau pasangan lain, makin lama malah makin merasa jenuh atau malah makin mengetahui belangnya masing-masing. Berbeda dengan Titi, semakin lama rasa cintanya pada sang suami justru semakin bertambah dalam.
“Kami merasa saling membutuhkan satu sama lain. Bagi kami ulang tahun jadian waktu pacaran lebih penting dan berkesan daripada tanggal pernikahan. Karena itu, tiap tanggal 20 April masing-masing sibuk mempersiapkan kado atau surprise. Ritual inilah yang selalu berhasil menjadi semacam air penyiram bagi cinta kami agar selalu bersemi,” ujar Titi mengungkapkan rahasia keharmonisan rumah tangganya.
Kekompakan pasangan yang terpaut perbedaan usia 11 tahun ini memang pantas membuat iri. Di saat rekan-rekan mereka di dunia hiburan banyak yang tak mampu mempertahankan keutuhan rumah tangga, Titi-Aksan seolah tak menemui kendala berarti.
Terlebih dengan kehadiran Miyake di tengah-tengah mereka. Bocah yang sudah fasih memainkan beberapa jenis alat musik ini menjadi penyemangat Titi dan suaminya. “Miyake bahkan sering ‘ikut kerja’. Pintu studio kami selalu terbuka buat Miyake. Kami enggak pernah melarang Miyake. Tujuannya biar dia tahu kerjaan bapak dan ibunya,” ujar Titi yang juga kerap mengajak Miyake ke lokasi syuting.
Miyake pulalah yang menjadi salah satu alasan bagi Aksan dan Titi untuk ‘rajin’ menerima job scoring musik film. Proyek teranyar yang sedang mereka kerjakan adalah scoring music untuk film Serdadu Kumbang produksi Alenia. Kebetulan Titi juga bermain di film yang bersetting alam Sumbawa itu. Sebagai orangtua yang baik mereka tentunya ingin menyiapkan bekal untuk sang putri tercinta dan adiknya kelak. Titi dan Aksan memang berencana untuk menambah momongan, supaya Miyake tak terlalu kesepian dan punya teman main. eti | muli, red