
Senator DPD RI dapil Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan perolehan 382.122 suara ini sudah kenyang dengan berbagai jabatan di lingkungan pemerintahan di NTT mulai dari Camat hingga Bupati Kupang. Gagasan-gagasannya seperti padi gogo ranca (Gora) dan budidaya rumput laut di Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Kupang, dan Sabu Raijua sulit dilupakan oleh masyarakat.
Drs. Ibrahim Agustinus Medah lahir di Bilba – Rote Ndao, 8 Juni 1947. Iban, begitu anggota DPD-RI dan tokoh masyarakat asal NTT ini dipanggil, menunaikan pendidikan SD hingga SMA di Pulau Dewata. Setamat SMA Iban sebenarnya ingin melanjut ke Sekolah Tinggi Teologi (STT) demi mewujudkan cita-citanya sebagai seorang pendeta. Namun, seiring perjalanan waktu, Iban justru dipercaya sebagai abdi negara.
Lulusan Universitas Nusa Cendana Kupang Fakultas Ketatanegaraan Ketataniagaan dan Hukum ini merintis karier politiknya dengan bergabung ke Partai Golkar sejak tahun 1975. Berbagai jabatan pernah ia emban diantaranya Ketua Golkar Rote Ndao (1975), Wakil Sekretaris Golkar Kabupaten Kupang (1978-1984), Wakil Ketua DPD Golkar Kabupaten Kupang (1984-1989), Pelaksana Ketua DPD Golkar Kabupaten Kupang (1989-1994), Sekretaris Dewan Penasihat DPD Golkar Kabupaten Kupang (1994-1999), Fungsionaris Golkar (2003-2004), dan Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Kupang (2004). Terakhir dia menjabat sebagai Ketua DPD Partai Golkar Provinsi NTT selama kurang lebih 13 tahun (2004-2009, 2009-2017).
Karena kecewa berat dengan DPP Partai Golkar yang tidak memilihnya sebagai calon gubernur pada pilkada NTT 2018 dan malah mengusung Melki Laka Lena, Iban memilih keluar dari Partai Golkar. Dia menilai DPP Golkar tidak konsisten dalam keputusannya yang sudah diatur dalam petunjuk pelaksana (juklak) 06. DPP Partai Golkar dianggap sudah keluar dari keputusan DPD Partai Golkar se-NTT yang menetapkan Iban sebagai calon tunggal Gubernur NTT dari partai Golkar. Kekecewaan Iban makin bertambah karena muncul kekhawatiran sejumlah pihak yang mempertanyakan usianya yang memasuki kepala tujuh dan dua kali gagal dalam perhelatan pemilihan Gubernur NTT.
Iban kemudian pindah secara resmi ke Partai Hanura NTT tanggal 25 Agustus 2017. Dia menilai Partai Hanura memegang teguh komitmen dan konsistensi.
Dari tahun 1972 hingga tahun 2014 saat menjadi anggota DPD periode 2014-2017, Iban meniti karier gemilang tanpa jeda. Dimulai dengan menjadi Wakil Camat Rote Barat Laut (1972). Pada usia 25 tahun, dia sudah menjadi Camat Rote Barat Daya (1973). Kemudian berlanjut menjadi Camat Lobalain (1976), Kasi Tata Pemerintahan Kabupaten Kupang (1978), Ketua DPRD Kabupaten Kupang (1992-1997), Staf Ahli Gubernur NTT (1997), Kepala Biro Organisasi Kantor Gubernur NTT, dan Bupati Kupang (1999-2004, 2004-2009). Lepas jabatan sebagai Bupati, Iban kemudian menjadi Ketua DPRD Provinsi NTT (2009-2014).
Dengan berbagai jabatan yang pernah ia emban itu, Iban sudah mengukir banyak gagasan dan prestasi. Gagasan Iban seperti padi gogo ranca (Gora) dan budidaya rumput laut di Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Kupang, dan Sabu Raijua sulit dilupakan oleh masyarakat.
Daerah Rote Ndao misalnya, dikenal sangat minim akan curah hujan. Namun dengan bantuan teknologi, penduduk Rote Ndao yang semula biasa membeli beras dari Pulau Jawa justru mengalami surplus atau swasembada pangan sampai hari ini.
Bahkan, Rote mengirim beras untuk kebutuhan warga Kota Kupang. Program Ibrahim Medah itu diluncurkan ketika dia masih menjabat Camat Lobalain dan berlanjut hingga menjabat Bupati Kupang selama dua periode. Program lain yang diterapkan oleh Iban saat menjabat sebagai Bupati Kupang adalah membebaskan biaya pendidikan sampai tingkat SLTA dan membebaskan biaya kesehatan bagi masyarakat Kabupaten Kupang pada tahun 2007.
Selain gagasan program yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat, kebijakan politik Ibrahim Agustinus Medah yang sulit dilupakan masyarakat yakni pemekaran Kabupaten Rote Ndao, Sabu Raijua dan pemindahan Ibu Kota Kabupaten Kupang ke Oelamasi.
Dalam kapasitasnya sebagai anggota DPD, Iban tahu betul hal-hal apa saja yang perlu diperjuangkan untuk NTT. Masih banyak potensi di NTT yang belum dioptimalkan. “Selain sumber daya manusia, belum lagi sumber daya alam di kelautan, pertanian, perkebunan, peternakan dan pariwisata. Dengan sumber daya alam dan SDM, maka saya optimis NTT pasti akan maju apabila ditangani dengan baik,” ujarnya.
Meski NTT dikenal daerah kering dan curah hujannya yang minim, Iban mengaku optimis kalau NTT bisa terus berkembang dan lebih maju. Terbukti dari hasil perkebunan layak diandalkan. Mulai dari coklat, kopi, vanili dan cengkeh. Namun sayang, para petani masih menanamnya secara sporadis, padahal untuk daerah Timor potensi kopinya luar biasa.
“Walaupun curah hujan sedikit dan air kita kurang dan musim panas yang panjang tapi kita memiliki daya saing komperatif yang tinggi,” katanya bangga. Tak terkecuali sektor pariwisata dengan berbagai pemandangan alam menjanjikan, seperti Pulau Komodo, Danau Tiga Warna, Taman Laut Selat Pantar Alor, Sumba, dan Pulau Rote yang dikenal dengan survingnya. Salah satu cara yang pernah dilakukan Iban untuk memperkenalkan tempat wisata di NTT, yaitu mengundang para surver dari berbagai negara untuk menjajal ombak dan keindahan Pulau Rote. Semua biaya akomodasi ditanggung oleh pemerintah daerah setempat. Cara ini dianggap berhasil, sebab pada musim liburan tertentu rata-rata tempat penginapan dipenuhi wisatawan asing dan domestik.
“Banyak yang menilai DPD tak memiliki kewenangan memadai. Seolah-olah DPD tidak bisa berbuat apa-apa. Justru DPD memiliki kewenangan untuk melakukan Raker dengan para menteri untuk menjalankan visi dan misi Presiden RI. Maka di sini DPD-RI berpeluang besar memperkenalkan dan memperjuangkan daerah-daerah di Indonesia, termasuk NTT agar setiap daerah bisa bangkit dari keterbelakangannya,” pungkas suami Corry E. Medah Tambayong ini sebagaimana dikutip dari beritanarwastu.com. Bio TokohIndonesia.com | cid, red