Oleh Gun Gun Heryanto , MSi | Tak dimungkiri, Partai Demokrat (PD) saat ini ibarat sang juara yang kehilangan mahkota. Setelah memenangi Pemilu 2009 dengan meraih 20,85 persen suara pemilih, PD ternyata tak mampu mentransformasikan kemenangannya untuk membuat perubahan nyata.
Oleh Prof. Dr. Azyumardi Azra | Ambang krisis yang dihadapi rezim Yudhoyono bisa meningkat menjadi krisis sepenuhnya jika masyarakat tetap tak melihat adanya tanda-tanda meyakinkan bagi perbaikan keadaan. Guna mencegah krisis sepenuhnya, presiden seyogianya mengambil kebijakan dan langkah drastis. Kepemimpinan nasional memerlukan keberanian dan ketegasan.
RANCANGAN Undang- Undang Antipornografi dan Pornoaksi sedang dalam proses pembahasan. Berbagai elemen bangsa telah dimintakan pendapat dan masuk- annya. Ada yang menyetujui, bah-kan mendesak agar RUU itu segera diundangkan. Tetapi, tidak kurang pula yang menolaknya. Bahkan di Pulau Bali diorganisir unjuk rasa besar menuntut dibatalkannya pembahasan RUU tersebut.
Pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pembukaan Konferensi Asia Afrika (KAA), Rabu, 22 April 2015 mendapat apresiasi tinggi dari para kepala negara dan delegasi. Berbagai kalangan juga memuji pidato yang dinilai sangat lugas dan berani itu.
Manajemen, selain sering disebut sebagai ilmu dan skill, adalah juga dianggap sebagai suatu seni tersendiri. Karena itu, merancang manajemen mutu hasil perikanan, pastilah membutuhkan syarat yang lebih luas. Perancangnya pun, selain berilmu, dan terampil secara manajerial, adalah juga seniman yang, karena kemampuannya, sampai-sampai bisa menghasilkan sebuah mahakarya ataumasterpiece yang sangat berguna bagi semua.
Oleh Prof. Dr. Komaruddin Hidayat | Dua jebakan besar selalu menghadang agenda pembangunan demokrasi: disfungsionalitas dan degenerasi demokrasi. Indonesia terjatuh pada yang kedua karena komitmen bersama di antara elite parpol lemah untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara secara sehat. Orang mulai sinis dengan mantra demokrasi dan reformasi karena buah yang ditunggu-tunggu serta dijanjikan tak kunjung muncul.
Pada edisi lalu, kolom ini bertajuk Bobot Kepemimpinan. Diawali dengan pertanyaan: Siapakah yang layak disebut tokoh Indonesia dan apa kriterianya? Tokoh Indonesia itu ialah semua pemimpin formal dan informal Indonesia tanpa pembatasan tingkatan, melainkan lebih kepada bobot kepemimpinannya. Sebab seorang kolonel bisa mengukir prestasi yang oleh seorang jenderal belum tentu bisa (pernah) melakukannya.
Oleh Prof. Dr. Daoed Joesoef | Tingkah laku politisi yang saling menuduh dan mencerca, sikap para birokrat yang acuh tak acuh, ulah para pebisnis yang serba asosial dan antilingkungan, serta kebijakan pemerintah yang tidak merakyat dan membingungkan menunjukkan betapa tanggung jawab moral memudar. Padahal, ia perlu tampil justru untuk memupus edan-edanan reformasi.
Salah satu kebijakan pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kala (Kabinet Indonesia Bersatu) yang amat strategis dan langsung menyentuh kebutuhan rakyat banyak adalah perhatiannya yang serius membenahi perkeretaapian. Kebijakan itu diawali secara strategis dengan membentuk Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Departemen Perhubungan. Hatta Rajasa yang dipercayakan menakhodai Dephub itu adalah menteri yang dengan cepat melihat urgensi pembentukan Ditjen Perkeretaapian itu serta memilih orang yang tepat pula memimpinnya.
Persaingan dua pasangan kontestan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) putaran kedua tampaknya akan berlangsung ketat. Maka pantas saja kedua pasangan melakukan konsolidasi dengan berbagai cara untuk memenangkan putaran final Pilpres 20 September 2004 itu.
Suwardi Suryaningrat atau lebih terkenal sebagai Ki Hajar Dewantara, lahir di Yogyakarta 2 Mei 1889, pendiri Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922, Bapak Pendidikan Nasional yang kemudian hari kelahirannya 2 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), mengajarkan kepemimpinan kepada bangsa untuk tut wuri handayani, ing madyo mangun karso, dan ing ngarso sung tulodo. Artinya, kepemimpinan itu di belakang memberi dorongan, di tengah membangun prakarsa, dan di depan memberi teladan.
Kepemimpinan yang bagaimana yang bisa membawa bangsa ini menjadi lebih baik? Menurut Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno, SJ dalam percakapan dengan Wartawan Tokoh Indonesia, dia harus demokratis, inklusif dan punya komitmen pada solidaritas bangsa serta mampu memproyeksikan sebuah misi bagi seluruh bangsa.
Tokoh Indonesia DotCom, yang tengah dibangun menjadi Ensiklopedi Online Tokoh Indonesia, tepat pada Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2004, genap berusia dua tahun. Sehingga bagi kami, 20 Mei, selalu bermakna ganda. Selain sebagai Hari Kebangkitan Nasional yang menyalakan semangat kebangkitan bangsa, nasionalisme, juga sebagai saat mengucap syukur, introspeksi, menghitung hari-hari, sejenak menengok ke belakang lalu menatap ke depan.
Di tengah kegalauan dan kecemasan akan sinyalemen terjadinya kerusuhan 'berdarah-darah' pada Pemilu Legislatif 5 April 2004, rakyat telah menentukan pilihannya dengan aman dan tenteram. Pilihan rakyat itu adalah suara, pesan, aspirasi dan harapan masa depan yang lebih baik.
Hadis Riwayat An Nasai, Baihaqi, Ibnu Huzaimah, dan Thabrani, dari Abi Ubaidah RA: "Saya mendengar Rasulullah bersabda, 'Puasa adalah perisai selama yang bersangkutan tidak merusak.' Lalu ada yang bertanya, 'Dengan apa merusaknya?' Jawab Rasulullah SAW, 'Dengan berbohong atau bergunjing.'"
Setelah reformasi, ini Pemilihan Umum (Pemilu) kedua. Pemilu pertama, tahun 1999, yang dinilai paling demokratis setelah tahun 1955, telah melahirkan anggota legislatif 'reformis'. Dibilang reformis, karena mereka umumnya bersuara lantang mengkritisi eksekutif, kendati tak jarang kebablasan mencampuri urusan eksekutif sangat jauh. Salah satu produk mereka yang fenomenal adalah amandemen UUD 1945, yang antara lain mengenai sistem Pemilu langsung.
Setiap hari kami menerima banyak surat, terutama melalui e-mail. Isi dan maksud surat-surat itu beragam, baik berupa saran, pendapat, pertanyaan (di antaranya menanyakan alamat tokoh), maupun kritik. Namun keberagaman dan banyaknya surat itu, bagi kami, memiliki satu hakikat utama yakni sebagai sumber inspirasi yang sangat berharga.
Sudah lama bangsa ini hidup terlena di darat. Orientasi kegiatan dan pembangunan terkonsentrasi di darat. Padahal sejak doeloe bangsa ini tahu bahwa negerinya yang disebut tanah-air justru lebih luas lautan daripada daratan. Dua per tiga wilayah Indonesia berupa laut dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km dan terdiri dari sekitar 17.506 pulau.
Jakarta, 18/11/2003: Selama ini kemampuan daya beli petani (harga gabah) selalu dijadikan sebagai dasar perhitungan untuk menentukan harga pupuk. Namun secara langsung belum ada korelasi harga gabah dengan harga gas.
Hari-hari ini, hampir semua kita berpendapat bahwa keterpurukan bangsa ini adalah akibat runtuhnya moralitas bangsa, terutama di kalangan elit. Artinya, sesungguhnya kita masih memiliki kesadaran (pengetahuan) bahwa bangsa ini akan bangkit dari keterpurukan jika kita (terutama para elit) mampu menjagai nurani dan moralitas masing-masing. Tetapi, sayang, kesadaran tentang kekuatan nurani dan moral itu hanya berada pada retorika di ujung lidah, tidak lagi berada di dalam jiwa dan perilaku kita.