
Misionaris Gustav Pilgram dan Kessel adalah misionaris Sisuan Bulu Pos Misi Kristen di Balige. Mereka disambut dengan sukacita oleh para Raja dan penduduk di Balige.
Oleh Ch. Robin Simanullang (The Batak Institute)
Setelah Pilgram belajar bahasa Batak di rumah Tuan Puse di Bahalbatu, atas izin pemerintah Hindia Belanda, dan setelah beberapa raja Toba menyatakan keinginan untuk menerima misionaris, serta menyatakan mereka bertanggung jawab atas keselamatan misionaris,[1] Gustav Pilgram bersama Tuan Kessel berangkat ke Balige 10 Juni 1881[2] dan tiba 10 Juli 1881,[3] saat Nommensen masih berada di Eropa (Barmen) berlibur bersama keluarga satu setengah tahun dan membahas Ordo Gereja Misi Barmen di Tanah Batak.
Pilgram dan Kessel disambut para raja dan penduduk Balige. Mereka untuk sementara tinggal di Sopo Raja Ompu Batutahan, menunggu rumah sederhana (pos misi) mereka selesai dibangun.[4] Almanak HKBP mencatat telah berdiri Gereja di Balige (1881),[5] mungkin landasannya saat tibanya Pilgram dan Kessel dan/atau saat selesainya rumah pos misi sederhana dibangun di Balige. Pilgram bergerak cepat, sekolah segera dibuka dan memiliki 30 murid, dan pada bulan April 1982 ia telah dapat mendaftarkan 32 orang yang ingin menjadi orang Kristen. Setelah sekitar satu tahun mereka telah membaptiskan buah sulung, yang jumlahnya meningkat dengan cepat.[6] Sebelum pecahnya perang pada tahun 1883, ia sudah memiliki 47 jiwa jemaat. Kemudian di bawah pimpinan Pilgram gedung gereja di Balige dibangun dan selesai (diresmikan) 26 April 1883. Pada akhir 1885 pada pesta Natal di gereja ini dihadiri 600 orang, semuanya berkerumun untuk melihat pohon Natal.[7]
Pada tanggal 21 Januari 1882, Nommensen bersama Schrey datang ke Balige. Saat itu Nommensen melihat di situ telah banyak orang belajar agama Kristen, jemaatnya mula-mula 120 orang dan setiap hari makin bertambah.[8]
Beberapa tahun kemudian (1890), setelah Pemerintah Kompeni memberikan izin dan jaminan keselamatan misionaris, di Laguboti dibuka pos misi kedua di Danau Toba.[9] Kemudian Nommensen bersama Kessel dan Schrey berangkat ke Pulo Samosir, antara Muara dan Bangkara atas undangan Ompu Raja Huksa berdialog dengan penduduk setempat. Lalu, atas izin kompeni, pada musyawarah para pendeta Toba dan Humbang yaitu Puse, Israel, Hanstein, Kessel dan Pilgram disepakati bahwa Kessel ditempatkan di Lintongnihuta, Hanstein di Sipahutar, Puse di Lobusiregar, Israel di Bahalbatu, Bonn di Muara, Evangelis Sopar di Paranginan, Evangelis Herman di Nagasaribu, Schrey di Sibolga membantu Meerwaldt, kelak kemudian Guru Meerwaldt pindah ke Zoar Pansurnapitu membantu Johannsen.[10] Pilgram mendapat simpati yang luas dari raja-raja dan penduduk Balige.
Cuplikan buku Hita batak A Cultural Strategy. Selengkapnya baca Buku Hita Batak A Cultural Strategy Jilid 3. Informasi lebih lanjut, kunjungi: https://tokoh.id/buku-hita-batak/
Footnote:
[1] Coolsma, S., 1901: bl.397.
[2] Nommensen, J.T., 1921: h.145.
[3] Coolsma, S., 1901: bl.397.
[4] Nommensen, J.T., 1921: h.145.
[5] Almanak HKBP 2020: h.569.
[6] Scharten, C. Th., 1919: bl.27.
[7] Coolsma, S., 1901: bl.400.
[8] Nommensen, J.T., 1921: h.146.
[9] Coolsma, S., 1901: bl.399.
[10] Nommensen, J.T., 1921: h.148-153.