Kontroversi Penelitian Tentang Al-Zaytun
Al-Zaytun dan Pusaran Kontroversi (3)
AS Panji Gumilang Al-Zaytun dan Pancasila Al-Zaytun Patut Dicontoh Al-Zaytun yang Terbaik Hentikan Fitnah Al-Zaytun
Catatan Kilas Ch. Robin Simanullang
Team peneliti MUI (2002),[1] menyatakan tidak menemukan adanya penyimpangan ajaran Islam, baik dalam praktek ibadah, kegiatan belajar maupun aktivitas sehari-hari santri; Tetapi dalam salah satu poin kesimpulan Penelitian MUI tersebut disebut, persoalan Al-Zaytun terletak pada aspek kepemimpinan yang kontroversial (AS Panji Gumilang dan sejumlah eksponen/pengurus yayasan) yang terkait dengan organisasi NII KW IX. Maka, direkomendasikan: “Dikarenakan persoalan mendasar Ma’had Al Zayun terletak pada kepemimpinannya, diharapkan Pimpinan Harian MUI dapat mengambil inisiatif dan langkah-langkah konkrit untuk membenahi kepemimpinan di Ma’had Al-Zaytun”.[2]
Cukup mengundang kontroversi, apalagi dengan bunyi rekomendasi tersebut: MUI untuk membenahi kepemimpinan di Ma’had Al-Zaytun. Obyektifkah atau justru subyektif untuk tujuan mengambil-alih kepemimpinan dan pengelolaan Al-Zaytun? Tentang hal ini, Menteri Agama Suryadharma Ali (Rabu 11 Mei 2011) mengatakan, “Bisakah hasil penelitian itu dijadikan legalitas untuk mengganti pimpinan suatu organisasi? Siapa yang memiliki kewenangan untuk mengganti pimpinan sebuah organisasi?”
@tokoh.id Ma’had Al-Zaytun: Menyanyi Indonesia Raya 3 Stanza #mahadalzaytun #indonesiaraya #indonesiaraya3stanza #indonesiaraya🇲🇨 #pesantrenalzaytun #alzaytunviral #azzaytun
Maka tak mudah menyalahkan Syaykh Panji Gumilang jika memandang MUI tidak independen dan obyektif bahkan justru mempunyai kepentingan lain.[3]

Bagi saya, ada hal yang ‘menarik’ dari rekomendasi ‘penelitian’ MUI tersebut yang di satu sisi menyatakan tidak menemukan adanya penyimpangan ajaran Islam, baik dalam praktek ibadah, kegiatan belajar maupun aktivitas sehari-hari santri Ma’had Al Zaytun; namun berkesimpulan persoalan Al-Zaytun terletak pada aspek kepemimpinan AS Panji Gumilang yang kontroversial dan terkait dengan NII, sehingga direkomendasikan supaya MUI membenahi kepemimpinan Al-Zaytun.
Penelitian MUI ini mendikotomikan Al-Zaytun dengan Syaykh Panji Gumilang. Menarik bagi saya, karena sepanjang pengamatan dan pengalaman saya bersahabat dengan Syaykh Panji Gumilang dan civitas Al-Zaytun, bahwa Syaykh Panji Gumilang itu adalah Grand Master dan personifikasi Al-Zaytun, sangat sulit mendikotomikannya. Syaykh Panji Gumilang itu sebagai pemimpi (dreamer), penggagas (initiator), arsitek utama (master architect), pembangun (builder, erector), pemimpin (leader, main leader), imam dan guru besar (syaykh, maha guru, profesor) Al-Zaytun. Sangat sulit bagi saya mendikotomikannya.
Begitu pula hasil Tim Peneliti INSEP (Indonesian Institute for Society Empowerment) Jakarta yang bekerjasama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI 2004. INSEP dan Depag menyoroti dan menyimpulkan Ma’had Al-Zaytun Sebuah Gerakan Keagamaan dalam Perspektif Hermeneutika.[4]
Kerjasama penelitian ini dilakukan akibat ‘kurang puas’ atas hasil penelitian terdahulu yang telah dilakukan Depag, lewat Balitbang Agama dan Diklat Keagamaan yang menyiratkan bahwa Depag belum berhasil menemukan bukti-bukti kesesatan Al-Zaytun.[5]
Hasil penelitian Depag (Kementerian Agama) terdahulu itu di antaranya menyimpulkan: Pertama, bahwa Al-Zaytun merupakan lembaga pendidikan yang berobsesi menjadi lembaga pendidikan Islam modern dan unggul; Kedua, komunitas Al-Zaytun dalam memahami ayat al-Qur’an dan Hadits bercorak rasional dan kontekstual; Ketiga, walaupun interaksi sosial internal di kalangan komunitas Al-Zaytun cukup dialogis dan berkultur islami, namun interaksi sosial external seperti dengan masyarakat sekitar dan pejabat pemerintah cukup terbatas.[6]
Kesan pertama dari latar belakang penelitian ini sudah menyiratkan kuatnya keinginan untuk mencari bukti kesesatan Al-Zaytun. Sehingga obyektivitasnya sedikit tergerus. Kemudian, setelah membaca laporan Tim Peneliti INSEP dan Depag ini, yang lebih panjang dan sistematis, tetapi intinya tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Tim MUI. Beda utamanya, tidak terlihat adanya niat pihak Depag untuk mengambil-alih kepemimpinan dan pengelolaan Al-Zaytun. Maka, kesan obyektivitasnya lebih baik daripada MUI.
Dalam kesimpulan INSEP-Depag, setelah poin 1 dan 2 diuraikan bla-bla keterkaitan Al-Zaytun dengan NII, namun (bertolak-belakang) dalam poin 3 disimpulkan pula: ”Namun demikian dalam tataran simbolik way of life NII tersebut tidak ditampilkan secara terbuka di Ma’had Al-Zaytun oleh karena simbol-simbol NKRI, seperti bendera merah putih, nama gedung/asrama, pemakaian kurikulum Diknas dan Depag, bukan saja dipakai tapi bisa dikatakan dominan dalam lingkungan Ma’had Al-Zaytun.”[7]
Bersambung: Disimpulkan pula (poin 6): “Munculnya wacana pro dan kontra Ma’had Al-Zaytun berasal dari wacana yang diangkat oleh sekolompok orang yang pernah dan bahkan sampai sekarang masih aktif di NII seperti Al Chaidar dan Amin Jamaluddin, atau orang yang pernah berteman dengan anggota-anggota NII seperti Umar Abduh.
Footnote:
[1] Laporan Lengkap Hasil Penelitian MUI Terhadap Al-Zaytun 2002, Poin 3 Sistem Kependidikan.
[2] Laporan Lengkap Hasil Penelitian MUI Terhadap Al-Zaytun 2002, Kesimpulan Poin 5 dan Rekomendasi Poin 2.
[3] Syaykh Panji Gumilang dalam percakapan dengan Pemulis beberapa kali mengemukakan pandangannya atas sikap MUI yang dinilainya tidak obyektif tersebut. Secara pribadi saya juga tidak tertarik untuk membicarakan masalah aqidah dan isu keterkaitan Al-Zaytun dengan NII. Bagi saya, jauh lebih penting adalah bagaimana kiprah Al-Zaytun sejak berdiri. Pikiran saya sederhana: Pohon itu baik atau tidak terlihat dari buahnya.
[4] Hermeneutika adalah salah satu jenis filsafat yang memelajari tentang interpretasi makna. Hermeneutika adalah kata kerja dalam bahasa Yunani hermeneuien yang berarti, menafsirkan, memberi pemahaman, atau menerjemahkan. Kata kerja tersebut diambil dari nama Hermes, dewa pengetahuan dalam mitologi Yunani yang bertugas sebagai pemberi pemahaman kepada manusia terkait pesan yang disampaikan oleh para dewa-dewa di Olympus.
[5] Ma’had Al-Zaytun Sebuah Gerakan Keagamaan Dalam Perspektif Hermeneutika, Op.Cit..
[6] Ma’had Al-Zaytun di Indramayu, Imam Tholkhah dan Choirul Fuad Yusuf, Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, 2002
[7] Ma’had Al-Zaytun Sebuah Gerakan Keagamaan Dalam Perspektif Hermeneutika, Op.Cit, Kesimpulan 1-3.