Guru Besar Pro Lingkungan & NKRI

Otto Soemarwoto
 
0
895
Otto Soemarwoto
Otto Soemarwoto | Tokoh.ID

[ENSIKLOPEDI] Guru besar emeritus Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, ini seorang tokoh yang pro lingkungan hidup dan pro Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Doktor dalam Plant Physiology, Universitas California, Berkeley, AS, kelahiran Purwokerto, Jawa Tengah, 19 Februari 1926, ini meninggal dunia dalam usia 82 tahun Selasa 1 April 2008 di Bandung.

Kendati dia sudah berusia 82 tahun kepergian pakar lingkungan hidup, ini masih mengejutkan banyak pihak. Sebab selama ini ia dikenal sebagai sosok yang bugar dan sehat. Menurut Gatot P Soemarwoto (50), putra tertuanya, dia menderita lever kronis yang baru teridentifikasi tiga bulan sebelum meninggal.

Otto meninggal di Rumah Sakit Santosa Internasional Bandung setelah dirawat 10 hari. Dia meninggalkan istri, Ny Idjah Natadipradja (82), serta tiga anak, Gatot P Soemarwoto (50), Rini Susetyawati (47), dan Bambang Irawan (44). Jenazah dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Sirnaraga, Bandung, Selasa 1 April 2008 pukul 11.30.

Sebelum dimakamkan, jenazahnya disemayamkan di rumahnya di Jalan Cimandiri 16 Bandung. Sangat banyak pelayat, baik kerabat maupun koleganya, mulai dari kalangan perguruan tinggi, aktivis lingkungan, hingga pejabat pemerintah.

***

Guru besar emeritus Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, ini seorang tokoh yang pro lingkungan hidup dan pro Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Doktor dalam Plant Physiology, Universitas California, Berkeley, AS, kelahiran Purwokerto, Jawa Tengah, 19 Februari 1926, ini mengatakan setiap proyek harus bertujuan untuk memperkuat NKRI dan lingkungan hidup.

Prof Dr Otto Soemarwoto yang dikenal rendah hati dan sederhana, itu mengatakan selama ini banyak kegiatan pembangunan yang mengabaikannya. Dia memberi contoh, pembangunan transportasi yang lebih banyak diarahkan pada transportasi darat. Padahal Indonesia adalah negara kelautan. Akibatnya, laut belum menjadi penghubung, melainkan pemisah.

Menurut suami dari Idjah Natadipraja MA dan ayah dari Gatot Soemarwoto, Rini Soemarwoto dan Bambang Soemarwoto, itu pembangunan juga masih bersifat Jawa-sentris sehingga menimbulkan iri hati dan berujung kehendak untuk memisahkan diri. Menurutnya, sekitar 80 persen pembangunan jalan tol ada di Pulau Jawa. “Ini jelas tidak pro-NKRI,” tegas Otto Soemarwoto.

Dari sejak muda dia sudah punya komitmen tentang pelestarian lingkungan hidup dan memperkuat NKRI. Pria yang masih tampak bugar pada usia delapan puluhan tahun ini menjalani hidup apa adanya bagaikan air mengalir. Dia hidup bersahaja. Terlihat antara lain dari kegemarannya mengendaeai sepeda ontel pada masa dia mengajar di Unpad dulu. Dia mengayuh sepeda dari Jalan Cimandiri menuju Kampus Unpad di Jalan Dipati Ukur, Bandung, dan begitu sebaliknya.

Kebiasaan naik sepeda itu sudah dilakoninya sejak kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. “Dulu naik sepeda dari Blunyah hingga Mangkubumen, ya sekitar lima kilometerlah. Tapi dulu kan sambil pacaran, jadi asyik aja ha-ha,” ujar Otto mengenang masa lalunya, sebagaimana ditulis Kompas 26 Februari 2006.

Advertisement

Sekarang, ia tidak berani lagi menyusuri jalanan Kota Bandung dengan sepedanya. “Saya sudah tua. Ngeri melihat lalu lintasnya,” kata Otto. Meski dia masih membiasakan diri berjalan kaki untuk jarak yang tidak terlalu jauh. Menurutnya, “Itu salah satu upaya untuk mengurangi polusi.”

****

Otto Soemarwoto menyelesaikan pendidikan Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar) di Temanggung (1941) dan MULO di Yogyakarta (1944). Anak keenam dari 13 bersaudara pegawai DPU zaman Belanda, yang bercita-cita jadi ahli pertanian, ini sempat nyasar menjadi pelaut, hanya karena senang melihat kaapal. Dia memasuki Sekolah Tinggi Pelayaran di Cilacap (1944). Lalu dia sempat menjadi Mualim Kapal Kayu (1944-1945).

Namun cita-citanya menjadi ahli pertanian tak pernah padam. Maka selepas menamatkan SMA di Yogyakarta (1947), dia mendaftar di Fakultas Pertanian Klaten. Namun, tiba-tiba, Belanda datang menyerbu, Otto bergabung ke TRIP (1948-1949). Setelah situasi tenang, tahun 1949 dia kuliah di Fakultas Pertanian UGM, dan lulus dengan cum laude (1954). Kemudian dia pun sempat mengajar di almamaternya. Sebelumnya, 1952, dia sudah menjadi Asisten Botani Fakultas Pertanian UGM.

Setelah lulus sebagai insinyur pertanian dari UGM, dia menjabat Asisten Ahli FP UGM (1955). Kemudian setelah meraih gelar Doktor filosofi tanaman (Plant Physiology) dari Universitas California, Berkeley, AS dengan disertasi: “The Relation of High Energy Phospate to Ion Absorption by Excised Barley Roots” (1960), dia pulang ke tanah air, kembali ke UGM. Kala itu, dalam usia relatif muda, 34 tahun, dia diangkat menjadi guru besar (termuda) di UGM. Dia Guru Besar Ilmu Bercocok Tanam, Fakultas Pertanian & Kehutanan UGM (sejak 1960).

Saat kuliah di Universitas California, Berkeley, AS, itu pula, Otto berkenalan dengan Idjah Natadipradja yang kemudian dinikahinya tahun 1956 dan dan dikaruniai tiga anak.

Perihal nama depannya, Otto, juga muncul ketika dia kuliah di Amerika. Kala itu banyak orang bertanya mengapa dia hanya punya nama keluarga, Soemarwoto. Akhirnya, daripada repot-repot menjelaskan ditambahlah namanya menjadi Otto Soemarwoto.

Namun setelah pulang ke Bandung, dengan memakai nama Otto itu, banyak orang menyangka dia orang Sunda. Walaupun bagi Otto, kesukuan adalah cerita lama. Namun dia selalu merasa beruntung beristerikan Idjah Natadipraja, puteri Sunda. Paduan Jawa-Sunda membuat meja makan nyaris selalu lengkap dengan tahu tempe dan sayuran.

Setelah beberapa tahun mengajar di UGM, kemudian, Otto dipercaya menjadi Direktur Lembaga Biologi Nasional (LBN) di Bogor (1964-1972). Di sini dia mendalami biologi, terutama biologi molekuler — bidang yang memerlukan peralatan rumit dan mahal. Saat mendalami biologi ini, dia makin tertarik pada ekologi lingkungan, kendati masih terbatas pada ekologi tumbuh-tumbuhan.

Pada saat bersamaan, dia juga menjabat Direktur SEAMEO (South East Asia Ministers of Education Organization) dan Biotrop Bogor (1968-1972). Lalu, sejak 1972, dia aktif sebagai Guru Besar Tata Guna Biologi Unpad. Selain itu, dia juga menjabat Direktur Lembaga Ekologi Unpad (1972).

Lembaga ini didirikannya sejak 23 September 1972 dengan berbagai keterbatasannya, baik anggaran maupun tenaga. Semula, hanya dikelola tiga orang, termasuk Idjah Natadipradja, isterinya sendiri. Peralatan pun hanya pensil, kertas, dan mistar. Sampai akhirnya menjadi Lembaga Ekologi yang patut dibanggakan oleh Unpad. Lembaga ini begitu populer dengan banyaknya masalah yang diolah, serta banyak cerita yang dipublikasikan.

Lembaga Ekologi Unpad ini kemudia berubah nama menjadi Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL). Otto juga menjabat sebagai kepala. Dia mengabdi di lembaga penelitian itu lebih dari 20 tahun. Lembaga ini bahkan sempat sebagai salah satu pelaksanaan resolusi Konferensi Stockolm.

Sejak memimpin lembaga itu, Otto dikenal sebagai seorang ahli yang sering melontarkan pernyataan kontroversial. Sampai-sampai dia diumpamakan sebagai tokoh wayang, Bratasena. Salah satu contoh, ketika kemacetan kawasan Puncak, Bogor, diributkan, dengan santainya ia mengatakan,”Biar saja Puncak macet, tidak usah dibenahi. Lama-lama orang kan bosan ke sana.”

Selain itu, pada 1993, diluar dugaan banyak temannya, Otto bergabung dengan Business Council for Sustainable Development yang diketuai Bob Hasan, tokoh bisnis yang dikenal kontroversial dan sangat dekat dengan penguasa Orde Baru. Otto sadar bisa dituduh jual diri dengan menerima jabatan direktur eksekutif di lembaga yang melibatkan Bob Hasan itu.

Tapi, Otto punya alasan, bukanlah soal ekonomi. Saat itu, ia melihat ada usaha dari pengusaha ke arah yang baik. Masalah lingkungan juga menciptakan bisnis baru, seperti teknologi pengolahan limbah, teknologi pengurangan asap dan bau.

Pada 1980, Otto juga berkesempatan sebagai Guru Besar Tamu di Universitas California, Berkeley, AS. Selain itu, Otto juga aktif sebagai anggota Board of Directors, International Institute for Environment and Development, New York dan London (1971-1978). Juga anggota Executive Board, International Union for Conservation of Nature and Natural Resources, Swiss (1972-1976) dan anggota Dewan Redaksi Journal of Environmental Conservation Zurich, Swiss. Anggota Dewan Redaksi Journal of Agriculture and Environment, Den Haag, Nederland (1974) dan anggota Commission on Ecology, Swiss (1980).

Ketika pensiun 1 Maret 1999, dengan jabatan terakhir Kepala Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL) Unpad, Otto mewariskan delapan doktor dan sejumlah master. Dia digantikan oleh Dr Nani Djuangsih.

Saat pensiun itu, Otto menerima “hadiah mewah” dari rekan-rekannya berupa seminar besar yang dihadiri 400 undangan. Sampai-sampai Menteri Lingkungan Hidup kala itu, Emil Salim berujar: “Saya kagum dengan cara pensiun Pak Otto, yang dilengkapi seminar, diberitakan di koran. Ini bukti bahwa Otto tidak sendirian dalam mengembangkan karir dan ilmunya.”

Kepakarannya tentang lingkungan tidak hanya diakui di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Tertbukti, 1993, Otto memperoleh gelar doktor honoris causa dari Wageningen Agricultural University, Belanda, karena dinilai berjasa mengembangkan konsep pekarangan dan pemikiran tentang kaitan hutan dan lingkungan.

Kala itu, Otto mengingatkan pemilik hutan tropik dan nontropik, bahwa penyusutan hutan tropik hanya 0,5 juta kilometer persegi, sedangkan hutan nontropik sudah menyusut 6,5 juta kilometer persegi.

Setelah pensiun, bukannya Otto berhenti dari aktivitas keilmuannya. Ia terus mengajar di Unpad, UI dan UGM, pembicara di berbagai seminar dan diskusi. Bahkan pada perayaan ulang tahun kelahirannya yang ke-80, Otto didaulat menyampaikan ceramah umum yang dihadiri sejumlah tokoh dan sivitas akademika Universitas Padjajaran.

Bahkan setelah pensiun , Otto masih saja rajin membaca dan menulis. Karya tulisnya yang terakhir adalah Atur Diri Sendiri: Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup, Yogyakarta, UGM Press (2001).

Sebelumnya, dia telah meluncurkan berbagai buku dan karya tulis, di antaranya: The Alang-Alang Problem in Indonesia, paper, the Tenth Pacific Science Congress, Honolulu, AS, 1961; Problems of High School Biology Teaching in Indonesia, Kadarsan Sampoerno & O. Soemarwoto, IUCN Publications, 1968; Ecological Aspects of Development, Elsevier Publishing Co., Amsterdam; Prinsip Sistim Penafsiran Pengaruh Lingkungan, Bandung, Lembaga Ekologi Unpad (1974); Environmental Education and Research in Indonesian Universities, Singapore, Maruzen Asia; Jaring-Jaring Kehidupan Mengenai Amdal, Indrapress, 1981; Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta, Djambatan (1983); dan Indonesia dalam Kancah Isu Lingkungan Global, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama (1991).

Atas berbagai pengabdiannya, Otto telah menerima Bintang Mahaputra Utama (1981), Satyalencana Kelas I (1982), dan Order of the Golden Ark dari Negeri Belanda.

HUT Ke-80
Dalam rangka HUT ke-80 Prof. (Em) Otto Soemarwoto, PhD, Unpad mendaulatnya memberikan ceramah umum bertema: “Pembangunan Berkelanjutan : Antara Konsep dan Realita” di Aula Unpad, Bandung , 20 Februari 2006 pkl. 10.00 WIB.

Undangan yang hadir, antara lain Ir. Rachmat Witoelar, Menteri Negara Lingkungan Hidup RI beserta Ibu Erna Witoelar (Duta Besar Khusus PBB untuk Millenium Development Goals/Kawasan Aisa Pasifik) dan para Deputi di Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Juga hadir Walikota Bandung dan Walikota Cimahi, para Pimpinan Universitas, Fakultas dan Lembaga Unpad, para Anggota Dewan Penyantun dan para Guru Besar Unpad, serta para Pimpinan dan Peneliti Lembaga Ekologi/PPSDAL Unpad.

Rektor Unpad Prof. H. A. Himendra Wargahadibrata, atas nama civitas akademika Unpad, dalam pidato sambutannya mengatakan peringatan HUT yang diisi dengan ceramah umum bagi para tokoh yang berjasa bagi pengembangan ilmu pengetahuan, merupakan apresiasi sebagai penghormatan atas jasa/pengabdian para tokoh yang mudah-mudahan dapat menjadi suri tauladan bagi kita semua.

Rektor Unpad mengatakan bahwa Prof. Otto telah dikenal sebagai tokoh nasional dan internasional dibidang lingkungan hidup. Banyak karya dan buah pemikiran Prof. Otto yang telah disumbangkan baik untuk kepentingan Unpad maupun nasional. Di Unpad, khususnya, beliau adalah perintis/pendiri Lembaga Ekologi Unpad yang kini menjadi Pusat penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL) yaitu lembaga pertama di lingkungan pendidikan tinggi di Indonesia yang memfokuskan diri pada isu-isu lingkungan hidup.

Prof. Otto merupakan tokoh yang melahirkan Pola Ilmiah Pokok Unpad yaitu Bina Mulia Hukum dan Lingkungan Hidup. Hingga saat ini maupun masa yang akan datang PIP Unpad dipandang masih relevan dalam mendorong kemajuan Unpad dalam mendukung pembangunan nasional.

Bidang Ilmu Lingkungan Hidup harus terus dikembangkan dan dilanjutkan oleh para penerusnya. Saya melihat, pendekatan Multidisclipinary Sciences berbasis ilmu Lingkungan Hidup harus dikembangkan, seperti : Komunikasi Lingkungan, Psikologi Lingkungan dan aspek keilmuan lainnya.

Salah satu yang menonjol serta telah menjadi isu internasional dalam persoalan lingkungan hidup yang berhubungan dengan bidang ilmu lainnya baik Ilmu Sosial maupun Ilmu-ilmu Eksakta adalah masalah Development of Traditional & Indigenous Knowledge dan Education for Sustainable Development. Permasalahan ini selayaknya terus diperhatikan secara cermat untuk dikaji dan dikembangkan lebih dalam khususnya oleh Lembaga Ekologi/PPSDAL Unpad.

Hal tersebut merupakan bagian penting dalam memenuhi tuntutan persoalan yang terus berkembang di tengah-tengah masyarakat. Sebagai insan akademik kita turut memberikan kontribusi bagi bangsa dan masyarakat sesuai spirit dan nilai-nilai Tri Dharma Perguruan tinggi.

Ceramah Umum yang disampaikan oleh Prof. Otto, kata Himendra, merupakan bukti bahwa diusianya yang telah lanjut, beliau tetap produktif dan tetap mempunyai semangat tinggi untuk menyumbangkan pemikirannya bagi kita semua.

Masalah Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) yang diangkat pada Ceramah Umum ini merupakan tema yang sangat menarik untuk dibahas, mengingat kompleksitas permasalahannya ditengah-tengah krisis bangsa yang multidimensi. Pembangunan berkelanjutan harus dihadapi dan disikapi secara arif dan bijaksana, konsisten, menjunjung tinggi aspek hukum, sosial, dan kemanusiaan, serta melibatkan semua elemen pembangunan secara holistik/integratif.

Diharapkan di masa yang akan datang, Unpad terus menunjukkan eksistensinya di bidang lingkungan hidup. Saat ini, saya merasa bangga telah lahir tokoh-tokoh muda Unpad yang konsisten dalam masalah lingkungan hidup seperti : Oekan Abdullah, Eri Megantara, Chay Asdhak, Tb, Benito A. Kurnani, Pampam Parikesit, dan Budi Gunawan. Saya yakin, kelak akan semakin banyak lagi tokoh muda yang akan menjadi penerus jejak Prof. Otto Soemarwoto.

Saya juga berharap, dimasa yang akan datang Unpad dapat terus menunjukkan eksistensinya di bidang lingkungan hidup dengan mengembangkan pendekatan Multidisciplinary Sciences, bahkan hal tersebut dapat menjadi pionir lahirnya “Centre of Excellence” di Universitas Padjadjaran.

Saya sangat menghormati sosok Prof. Otto, sebagai seorang akademisi yang diharapkan dapat dijadikan suri tauladan khususnya bagi para staf pengajar/peneliti. Sifat-sifat beliau yang tidak pernah takut untuk selalu bekerja keras, belajar sepanjang hayat (Lifelong Learning), Jujur, Konsisten, dan tetap sederhana (Low Profile) selayaknya menjadi tauladan generasi muda Unpad. e-ti | tsl

Data Singkat
Otto Soemarwoto, Guru Besar Emeritus Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung / Guru Besar Pro Lingkungan & NKRI | Ensiklopedi | Unpad, lembaga, ekologi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini