
[ENSIKLOPEDI] Letnan Jenderal TNI Erwin Sudjono, SH diangkat menjabat Kepala Staf Umum Mabes TNI, November 2007. Dia menggantikan Letnan Jenderal Endang Suwarya yang telah memasuki pensiun. Sementara jabatan yang ditinggalkannya Pangkostrad diisi Letjen George Toisutta yang sebelumnya menjabat Pangdam III Siliwangi.
Sesudah lebih tiga puluh tahun menapaki karir militer, Dewan Jabatan dan Kepangkatan Perwira Tinggi (Wanjakti) TNI akhirnya memutuskan salah seorang putra terbaik TNI, Mayor Jenderal TNI Erwin Sudjono, menjadi Panglima Komando Strategis AD (Pangkostrad) ke-29. Pria Jawa kelahiran Bandung pada 5 Februari 1951 ini dilantik Selasa, 2 Mei 2006. Menantu Jenderal Sarwo Edhie Wibowo dan kakak ipar Presiden SBY ini menggantikan Letnan Jenderal TNI Hadi Waluyo.
Di kalangan internal TNI nama mantan Pangdam VI/Tanjungpura, ini sudah tak lagi asing mengingat serangkaian perjalanan tugas, pendidikan dan jenjang karir yang dimiliki sudah berlangsung lebih dari 30 tahun, sejak pertamakali dilantik sebagai perwira pada 1 Desember 1975 hingga menjadi Panglima Komando Strategis Cadangan TNI Angkatan Darat (KOSTRAD) sejak 2 Mei 2006. Khusus di lingkungan Kostrad Erwin telah berkarir selama 24 tahun.
Di kalangan pers pun nama Erwin Sudjono sesungguhnya juga tak begitu asing, mengingat sikapnya yang ramah, terbuka, sederhana dan humanis. Hubungan Erwin dengan segenap lapisan masyarakat pun tetap selalu terpelihara dengan baik dan dekat, walau sesungguhnya dia tak begitu menyukai publikasi apalagi memoles segala peran dan tugas selaku perwira militer dengan jurus-jurus manajemen public relation.
Sepanjang yang sudah dikenal masyarakat luas nama Erwin Sudjono bukanlah tipe pemimpin militer karbitan, atau yang matang dengan dikarbit. Bukan pula memoles diri dengan bahasa dan media pencitraan, agar yang kurang menjadi baik, yang salah menjadi benar, atau yang benar supaya mendapatkan berbagai puja dan puji. Di semua kalangan Erwin Sudjono dikenal sebagai sosok perwira militer yang lebih banyak bekerja, sebab dia adalah tipe pekerja keras yang cerdas, cepat bertindak, efektif dan sekaligus bertindak sebagai solutor.
Hingga sesudah lebih dari tiga puluh tahun menapaki karir militer, belum sekalipun pernah muncul resistensi terhadap seorang bernama Erwin Sudjono. Setelah melalui proses normatif, Dewan Jabatan dan Kepangkatan Perwira Tinggi (Wanjakti) TNI akhirnya memutuskan Mayor Jenderal TNI Erwin Sudjono sebagai salah seorang putra terbaik TNI, diperaya menjadi Panglima KOSTRAD (Pangkostrad) ke-29 dan dilantik Selasa, 2 Mei 2006. Erwin menggantikan Letnan Jenderal TNI Hadi Waluyo.
Memang, sebelum ini, belum begitu banyak rujukan dan literatur media massa yang memberitakan bagaimana pemikiran, kiprah dan jejak langkah pria Jawa kelahiran Bandung pada 5 Februari 1951 ini, setelah matang mengabdi kepada bangsa dan negara. Kecuali sejumlah kecil berita peristiwa yang memang lazim mendapatkan liputan secara wajar dan biasa. Itupun, hanya pada even-even tertentu saja.
Hal tersebut secara nyata menunjukkan pula bagaimana gambaran karakter ayah satu orang putri dan satu putra yang amat low profile, hidup bersahaja, rendah hati dan tak pernah menunjukkan memiliki ambisi-ambisi tertentu ini. Erwin Sudjono juga tidak termasuk tentara yang berorientasi kepada kepentingan politik dan dunia usaha, ataupun berniat memilih peran lain di luar profesi militer. Erwin Sudjono adalah “The Real Military” sekaligus “The Real Military Leader”.
Dinasti Sarwo Edhie
Dalam perjalanan karirnya, Erwin Sudjono adalah tentara yang tak mau bersikap aji mumpung. Misalnya, mumpung adek ipar sedang menjadi presiden, ataupun mumpung menjadi mantunya tokoh nasional sekaliber Jenderal Sarwo Edhie Wibowo.
Sosok dan penampilan keluarga Erwin penuh kebersahajaan tak terlihat glamour mentang-mentang keluarga istana. Ini, sangat senada betul dengan watak keluarga besar Sarwo Edhie Wibowo, yang juga tercermin dalam keluarga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan keluarga-keluarga yang lain.
Kalaupun saat ini, ketika SBY menjadi Presiden, Erwin Sudjono mendapatkan angin segar untuk menjadi Pangkostrad itu bukanlah karena SBY, dan atau memanfaatkan SBY. Melainkan, karena proses perjalanan karir, pengalaman dan kompetensi Erwin di bidangnya.
Erwin Sudjono adalah tentara profesional. Makanya hampir tak pernah bisa ditemukan di situs publik, baik di dalam maupun luar negeri yang secara khusus bisa menunjukkan adanya publikasi khusus nan eksklusif yang membesar-besarkan nama diri, keluarga, dan sepak terjang Erwin.
Tidaklah mengherankan apabila hingga dirinya diangkat sebagai Pangkostrad, beberapa kalangan mengapresiasi Erwin hanya dengan mengaitkan namanya dengan SBY sebagai Presiden. Mereka, seakan telah menutup mata dengan sederet panjang prestasi dan rekam jejak pengabdian panjang yang pernah dijalani Erwin Sudjono. Karena, memang, Erwin tak begitu banyak publikasi.
Publikasi tentang pemikiran Erwin, sikap tegas, kesuksesan memimpin misi perdamaian untuk PBB, kemampuan mengatasi berbagai kerusuhan, prestasi pengungkapan penyelundupan BBM, pengungkapan kasus illegal logging dan berbagai prestasi lain nyaris tak pernah terpublikasi secara luas. Tampaknya, perwira dengan tinggi badan 170 cm dan berat 75 kg ini lebih banyak bekerja daripada publikasi. Semuanya berjalan secara wajar dan alami saja.
Keluarga Militer Sejati
Dalam keyakinan banyak orang biasa tertanam prinsip bahwa lahir, jodoh, nasib, susah atau senang, serta kematian semua di tangan Tuhan. Hal ini pula yang menyertai perjalanan hidup Mayjen TNI Erwin Sudjono, yang pada 2 Mei 2006 dilantik menjadi Pangkostrad TNI AD yang baru menggantikan Letjen TNI Hadi Waluyo.
Siapa yang tahu, misalnya, Erwin Sudjono harus berjodoh dengan Wrahasti Cendrawasih seorang wanita kelahiran 8 Juli 1951, lalu dikaruniai puteri P. Purwandani kelahiran 10 Juni 1977, dan putra Danang P.W kelahiran 12 Maret 1980. Yang, upacara pernikahannya pun dilangsungkan secara bersamaan dengan SBY dan Hadi Utomo karena mereka bertiga sama-sama menikahi putri Sarwo Edhie Wibowo.
Dalam perjalanannya siapa pulakah yang menduga kalau Letkol Erwin Sudjono, seorang Danrem 121/ABW Kalimantan Barat di lingkungan Kodam VI/Tanjungpura, yang memimpin daerah ini berhasil meredam situasi konflik etnis berdarah, lalu ketika tiba pada tahun 2004 iapun diangkat menjadi Panglima di Kodam VI/Tanjungpura tersebut.
Dan aktualnya siapakah yang pernah mengira kalau Mayjen TNI Erwin Sudjono, yang pernah menjabat Panglima Divisi II Kostrad akhirnya pada tanggal 2 Mei 2006 dilantik pula menjadi Pangkostrad, di saat SBY sudah terpilih menjadi Presiden berdasarkan pilihan rakyat secara demokratis.
Didukung Panglima TNI
Komitmen terhadap NKRI dan pentingnya kesejahteraan rakyat telah membuat Pangdam VI/Tanjungpura Mayjen Erwin Sudjono mampu menata progran strategis untuk pembangunan kawasan perbatasan di Kalimantan Timur. Atas komitmen dan keberhasilan agendanya tersebut, yang secara bersamaan juga merupakan agenda dan kepentingan nasional, akhirnya Panglima TNI Marsekal TNI Djoko Suyanto memberikan dukungan kuat kepada Erwin.
“Pembangunan kawasan perbatasan patut kita dukung karena bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat, selain itu ada tujuan strategis yang terkait aspek aspek keamanan. Setidaknya dibutuhkan 200 pos untuk penjagaan kawasan perbatasan di Kalimantan Timur yang panjangnya mencapai 989 kilometer,” kata Panglima TNI, memberi apresiasi terhadap tugas Erwin selaku Pangdam VI/Tanjungpura.
Kodam VI Tanjungpura bersama instansi terkait telah membangun 50 pos pengamanan kawasan perbatasan, dari yang sebelumnya hanya berjumlah 30 pos. Dengan selesainya pembangunan 20 pos tambahan diharapkan kasus illegal logging, penyeludupan serta berbagai tindakan yang merugikan negara akan bisa ditekan.
Pangdam Erwin menjelaskan, pos tersebut bisa mendukung TNI mengingat panjang kawasan tersebut totalnya mencapai 1.800 kilometer namun memiliki infrastruktur yang lemah. Selama jumlah pos terbatas dan infrastrukturnya lemah maka terbuka celah kejahatan yang dapat merusak lingkungan, pencurian kayu maupun ancaman terhadap NKRI. Lagi-lagi, ini merupakan langkah strategis dan fundamental dari Erwin yang patut mendapat apresiasi publik.
Padahal sebelum ini Kaukus Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Kalimantan pernah menolak rencana pengembangan lahan sejuta hektar kelapa sawit di kawasan perbatasan, dengan alasan merusak lingkungan.
“Setahu saya, dalam beberapa kali kunjungan menggunakan helikopter justru hutan di kawasan itu sudah banyak yang rusak. Sebenarnya, selama ini bagaimana pengelolaan kebijakan hutan, kok tambah rusak di Kalimantan, kita harus memperbaikinya,” kata Erwin.
Demikian pula terkait dengan bisnis-bisnis yang melibatkan perseorangan, maupun lembaga di lingkungan TNI. Kepada yang melanggar Mayjen Erwin Sudjono bersikap tegas dan tanpa kompromi. Saat Erwin memimpin Kodam VI/Tanjungpura publik pernah menyoroti PT CBR (Cahaya Bara Coal) Sejahtera, yang disebut-sebut dimiliki oleh Kodam Tanjungpura. Panglima Kodam Erwin Sudjono lalu segera membantahnya. “Kodam tidak pernah terlibat atau mempunyai usaha ilegal. Itu tidak ada kaitan dengan Kodam.”
Sikap tegas dan profesional Mayjen Erwin Sudjono tampak pula dalam merespons praktek bisnis aparat. Dari awal Erwin sudah mengingatkan agar anggota TNI jangan bermain kayu dan emas hitam atau batubara, karena pasti akan ditindak dengan tegas jika dilakukan oleh siapapun juga. “Saya akan menindak tegas setiap prajurit, atau siapapun yang terlibat dalam pelanggaran sesuai dengan hukum yang berlaku tanpa pandang bulu dan diskriminatif termasuk kepada perwira,” ujar Pangdam.
Pelihara Netralitas
Di tengah reformasi internal TNI yang semakin solid Erwin Sudjono dengan tegas berhasil menerapkan sikap netral dan proporsionalnya dalam peran politik TNI.
Di sebuah kesempatan saat menjabat Pangdam VI/Tanjungpura, sebagaimana dikutip Kaltim Post (3/10/2005), Mayjen Erwin Sudjono pernah mengatakan sebagai berikut:
“Berkaitan dengan pemilihan kepala daerah di wilayah Kalimantan, pihaknya tetap menjaga sikap netral TNI. Baik secara pribadi maupun dalam kapasitas sebagai Panglima Kodam VI/Tanjungpura, tidak memberikan dukungan kepada bakal calon manapun. Jangankan terhadap bakal calon kepala daerah dari unsur TNI, sedangkan yang dari TNI sendiri saya tidak memberikan dukungan. Sekarang bukan jamannya lagi dukung-mendukung atau restu-restuan semacam itu.”
“Jadi, kalau ada yang ingin maju dalam kompetisi seperti Pilkada, ya, silakan saja, siapapun, sesuai dengan mekanisme dan aturan yang berlaku. Tak perlu lagi ada restu-restuan apalagi dukungan dari unsur Muspida seperti Pangdam. Toh, dalam Pilkada itu, suara rakyatlah yang menentukan siapa yang bakal memimpin daerah tersebut. Suara dan pilihan rakyat harus kita hormati. Bagi TNI, sejak dulu, apa yang terbaik bagi rakyat, itulah yang terbaik bagi TNI.”
“Terhadap calon yang kebetulan berasal dari TNI sekalipun, nggak usah bawa-bawa nama Panglima Kodam. Sudah bukan jamannya lagi. Biarkan rakyat yang menilai dan memilih,” demikian berbagai kutipan pernyataan Erwin.
Perhatian Erwin Sudjono terhadap pentingnya kesehatan masyarakat juga amat serius selama berdinas di Tanjungpura. Dalam kegiatan Operasi TNI Manunggal Kesehatan Keluarga Berencana dan Kesehatan (TMKK) 2005/KB Kabupaten Pasir Kalimantan, selaku Pangdam Erwin di koran dan hari yang sama mengatakan sebagai berikut:
“Dalam upaya mewujudkan tingkat kesehatan dan kesejahteraan bangsa termasuk SDM yang berkualitas, saat ini masih menghadapi berbagai permasalahan, baik menyangkut fasilitas maupun sarana dan prasarana, serta minimnya dukungan anggaran, dan termasuk kultur sebagian masyarakat yang belum sepenuhnya menyadari perlunya hidup sehat, terutama warga yang bermukim di daerah-daerah pelosok atau terpencil. Menyikapi permasalahan ini, pemerintah termasuk TNI senantiasa berusaha membuat program-program yang bersifat integratif untuk mendinamisasikan seluruh aparat terkait mengupayakan berbagai kegiatan yang langsung menyentuh dan mengangkat harkat hidup masyarakat.”
Dengan berkembangnya kultur dan mental serta pola hidup sehat dalam masyarakat, kata Erwin lagi, hal itu akan menciptakan peluang sekaligus kekuatan yang lebih besar dalam upaya membangun SDM sesuai dengan yang diharapkan, sehingga terwujudlah bangsa yang sehat dan sejahtera.
Bergaul Luas dan Terbuka
Karena keluasan dan keterbukaannya dalam bergaul dengan berbagai kalangan, Erwin Sudjono sempat dijagokan untuk menjadi Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), meskipun pada dasarnya dia tidak bersedia untuk dipilih.
Nama Erwin pada 16 Agustus 2005, saat Nurdin Halid divonis penjara di tubuh PSSI beredar nama-nama yang layak dijagokan untuk memimpin PSSI termasuk Erwin. Nama lainnya adalah Hatta Radjasa (Menteri Perhubungan), Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, dan Agusman Effendi selaku pelaksana tugas Ketua Umum PSSI.
Nama Erwin Sudjono saat itu santer disebut-sebut sebagai salah satu figur alternatif untuk menjadi Ketua Umum PSSI. Disebutkan antara lain alasannya, Erwin orangnya terbuka, kooperatif, dan yang jelas mempunyai akses luas ke bidang keamanan. Saat menjadi Panglima Divisi II Kostrad di Malang pun, Erwin seringkali terlihat menyaksikan dan mendukung pertandingan sepakbola Jawa Timur.
Diantara karakter Erwin yang paling membanggakan adalah sikapnya yang mampu menunjukkan keefektifitasan dalam memimpin. Sebagai seorang pemimpin yang efektif Erwin mampu mengatasi masalah-masalah dengan memberi respon yang kuat dan tindakan yang cepat hingga mampu memberi jalan keluar yang tepat.
Saat menjabat sebagai Danrem 121/Alam Bhana Wanawae Kol Inf Erwin Sudjono kepada wartawan di Pontianak pernah mengatakan bahwa kekacauan bisa mengancam stabilitas keamanan di Kalimantan Barat.
Saat itu pas sedang terjadi bentrok fisik yang menimbulkan korban-korban antara suku Dayak dan Madura. Telah terjadi penjarahan besar-besaran. Masing-masing pihak menggunakan clurit, senjata tajam, golok dan parang. Ada juga senjata mandau dan kayu pemukul.
Dalam peristiwa penjarahan gudang-gudang beras yang menimbulkan kerusuhan tersebut, situasi akhirnya berhasil ditangani dalam waktu singkat. Dalam menyadarkan para penjarah, ABRI berupaya bekerja menghadapinya bersama-sama dengan pemuda dan masyarakat.
“Semua etnis, Cina, Melayu, Madura harus bersatu-padu melawan penjarah dan perusuh,” bunyi sepenggal arahan Erwin Sudjono selaku Danrem. Dalam kasus yang terjadi pada 9 September 1997 itu aparat berhasil mengamankan pelaku sebanyak 16, yang diduga kuat terlibat dalam kerusuhan.
Berbagai Penugasan Militer
Letkol Erwin Sudjono pernah memimpin kontingen militer Indonesia ke Kamboja, tergabung dalam United Nation Transition Authority in Cambodia (UNTAC), bertugas sebagai misi perdamaian untuk mengawasi pembentukan negara Kamboja yang merdeka dan diakui oleh dunia internasional.
Satuan Kostrad yang terlibat adalah Kontingen Garuda XII-A tahun 1991. Inti pasukan adalah Yonif Linud 503, yang pada 7 Maret 1992 sejumlah pasukan diberangkatkan lagi dengan KRI Teluk Ende dan KRI Teluk Penyu. Kontingen berkekuatan 851 orang, terdiri dari 55 perwira, 161 orang bintara, dan 635 orang tamtama dilengkapi dengan peleton zeni, perbekalan, kesehatan, perhubungan, penerangan dan militer.
Tugas utama yang diemban adalah membantu PBB menciptakan situasi dan perdamaian di wilayah Kamboja, untuk menunjang lancarnya penyelenggaraan Pemilu untuk membentuk pemerintahan yang sah.
Pengalaman Erwin yang menonjol di penugasan militer internasional merupakan hasil dari berbagai misi, tugas dan latihan yang pernah dijalani setelah sebelumnya berhasil melalui seleksi yang ketat hingga akhirnya terpilih.
Beberapa misi internasional yang pernah Erwin emban, antara lain, bertugas ke Australia pada tahun 1985 dan 1994, ke Singapura 1991, ke Kamboja 1992, ke Spanyol 1995, ke Manila 1995, ke Malaysia 1997, dan ke Korea tahun 2000. Keluasan hubungan dan jaringan internasional yang dimiliki Erwin menunjukkan tingkat pengalamannya sangat pantas untuk diperhitungkan.
Jenjang karir dan jabatan Erwin menanjak terus di lingkungan Kostrad. Dia menjalani peran dan posisi strategis secara berkelanjutan hingga berhasil melejitkan namanya di lingkungan TNI. Sekali lagi, itu diraih karena prestasi, kompetensi dan profesionalitas seorang Erwin Sudjono yang memiliki karir bergerak cepat.
Dan sepanjang itu pula tak pernah ada isu, rumor ataupun kesan miring terhadap Erwin. Karena apa, semua yang diraih Erwin dicapai setelah menempuh mekanisme dan prosedur standar di lingkungan TNI. Baik sebagai Pangdam VI/Tanjungpura (sejak 15 Maret 2005), sebagai Komandan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI (13 Mei 2003), Pangdiv II Kostrad (1 Februari 2003), Kasdam Siliwangi (1 Juli 2002), Kasdiv I Kostrad (15 Februari 2001), dan Danmentar AKMIL (1 Juni 1998).
Sejak berpangkat Letnan Dua TNI Erwin Sudjono sudah bertugas di lingkungan Kostrad pada tahun 1976. Meski setiap prajurit pasti memiliki cita-cita tinggi untuk memimpin satuan dan pasukan di tempatnya bertugas, namun siapapun mungkin tak pernah mengira dan membayangkan kalau ternyata pada 2 Mei 2006 Erwin Sudjono akhirnya benar-benar dipercaya memimpin Kostrad, setelah selama 244 tahun mencurahkan pengabdian panjang.
Erwin Sudjono yang fasih berbahasa Jawa dan Sunda bertugas pertama kali sebagai Danton SMS Bant 305/Kostrad (1 Agustus 1976), sampai menjadi Danyonif Linud 503/18/Kostrad (1 November 1990). Di antara kedua posisi tersebut, secara berjenjang Erwin Sudjono pernah menjadi Danton 1/8/330/Kostrad (1 Oktober 1978), Kasi/3/Pers/330/Kostrad (1 April 1980), Danki/B/305/Kostrad (1 Agustus 1982), Pasi-3/SIMA/Denma/17/Kostrad (1 Oktober 1982), Kasi-3/Pers/Brigif/9/Kostrad (30 pril 1986), Wadan Yonif 509/9/Kostrad (1 Oktober 1988), dan Danyonif Linud 503/18/Kostrad (1 November 1990).
Jelaslah Erwin Sudjono telah menjalani tahapan dan jenjang penugasan di lingkungan Kostrad dari lini terbawah sehingga amat menguasai medan dan mengenal lingkungan bidang tugas.
Pada saat terpilih menjadi Pangdam VI/Tanjungpura pun Mayjen Erwin Sudjono sudah bukan tanpa bekal. Situasi dan kondisi daerah Kalimantan sudah amat dia pahami betul. Maka tak heran bila pada saat Erwin terpilih menjadi Pangdam, Kalimantan bukanlah hal baru dalam jangkauan pemahaman dan pengetahuannya dalam berbagai aspek.
Erwin pernah bertugas sebagai Danrem 121/ABW Kodam VI/Tanjungpura (1 Januari 1997) di Kalimantan Barat, dan sebagai Asops Kasdam VI/Tanjungpura (1 April 1996).
Sebelumnya Erwin Sudjono pernah menjalankan tugas sebagai PDYA 3/Lator PBAN II Binlat SOPSAD (1 Juni 1994), lalu Danyontar Dewasa Mentar Akmil (1 Agustus 1993). Pada 2 Agustus 1992 Letkol Erwin Sudjono mendapat kepercayaan memimpin pasukan sebagai Komandan Kontingen Garuda XII-A.
Sejumlah tugas operasi pernah dijalani Erwin. Seperti, ketika dua kali bertugas dalam Operasi Timor Timur pada tahun 1976 hingga Operasi Perdamaian PBB (1992), dan pada Operasi Aceh (2003). Tak heran selama menjalani karir militer sejumlah tanda jasa dan bintang penghargaan pernah disandang Erwin Sudjono. Beberapa diantaranya Bintang Kartika Eka Paksi Pratama, Satya Lencana (SL) Seroja, Bintang Kartika Eka Paksi Nararya, SL Dwija Sistha, Tanda Jasa Pemerintah Kamboja, SL UNTAC/PBB, SL Santi Dharma, dan Satya Lencana Kesetiaan VIII, XVI, dan XXIV Tahun.
Sebagaimana lazimnya menjalani masa pendidikan mulai Sekolah Dasar (1965), Erwin Sudjono sempat menamatkan pendidikan tinggi bidang hukum (1994). Ia menamatkan sekolah SMP (1968) dan SMA (1971).
Di lingkungan TNI Erwin terus bersemangat meningkatkan wawasan dan pengetahuan dengan mengikuti SUSARCAB IF (1976), SUS STAF PUR (1985), SESKOAD (1989), dan Lemhannas KRA XXXIII (2002).
Tak hanya itu. Erwin terus menyempurnakan kemampuan dan keterampilan dengan mengikuti sejumlah pengembangan khusus meliputi SUS JASMIL (1972), SUS DANKI PAN (1979), SUS Bahasa Inggris (1985), COMB. International Course (1985), dan Australia Family Course (1986).
Hidup Laksana Air Mengalir
Erwin Sudjono dikenal bebas dan bersih dari isu, tuduhan ataupun perkara apapun sebagaimana banyak atau sempat menimpa pihak lain di internal TNI. Sepanjang berkarir di militer nama Erwin tak pernah terdengar dihempas isu, rumor ataupun terlibat dengan berbagai peristiwa yang dalam era reformasi terangkat ke publik, misalnya sebagai pelanggaran HAM, pelanggaran bisnis pejabat, kerusuhan, penculikan ataupun tindakan kekerasan.
Justru Erwin Sudjono amat sangat tegas menindak prajurit maupun perwira yang terbukti melanggar dan menyalahi aturan disiplin maupun hukum.
Ketegasan sikap dalam mendidik dan membina bawahan tampak saat Pangdam Mayjen Erwin Sudjono memerintahkan, agar dengan cepat dan tegas menelusuri keberadaan Wasido, Anggota Detasemen Kodam VI/Tpr yang diduga kuat mengotaki kasus pencurian dan percobaan pembunuhan terhadap istri sendiri.
Dari keseluruhan episode perjalanan hidup yang amat panjang yang terlukis secara sepintas dari seorang Erwin Sudjono, memang segalanya tak mudah untuk diraih.
Seperti ungkapan bijak hidup adalah laksana air mengalir. Ke mana air mengalir, arus bergerak, itulah jalan hidup. Di mana kita berhenti saat terbawa arus, di situlah kita melakukan yang terbaik.
Tampaknya kiasan demikian sangat tepat menggambarkan perjalanan karir Erwin Sudjono yang masih belum berakhir. Dari jalan dan pilihan hidupnya, yang kemudian terbukti, manakala ia melakukan yang terbaik dari tahap demi tahap di semua proses kehidupan dan karir yang dijalani, pada akhirnya ia akan memetik buah dari setiap prestasi yang diraih.
Waktu yang amat singkat memimpin Kodam Tanjungpura, membuahkan hasil sejumlah kemajuan dan prestasi yang pantas dibanggakan. Tertangkapnya berbagai kasus penyelundupan, pengrusakan hutan dan pertambangan, serta lemahnya infrastruktur di kawasan perbatasan mulai teratasi dengan baik. Tentu, semuanya itu tak mudah diraih kalau tak ada jiwa kepemimpinan yang kuat dan efektif, serta mampu mengatasi masalah dengan cepat dan mendasar pada diri Erwin Sudjono.
Apa yang sudah ditorehkan Erwin Sudjono selama menjadi Pangdam menunjukkan kekuatan visionernya sebagai seorang pemimpin yang lebih mengedepankan penanganan masalah-masalah fundamental.
Demikian pula perjalanan panjang memulai karir dan menjalani tahapannya di lingkungan Kostrad. Kini telah saatnya tiba bagi Erwin Sudjono untuk memimpin Kostrad. Kostrad telah menjadi rumah bagi karir Erwin, dimana ia memulai dan akhirnya kembali ke sana lagi untuk menata setelah sebelumnya menjalani berbagai penugasan dan penempaan di lingkungan Kostrad dan penugasan lainnya. Semuanya telah memperkaya kepemimpinan seorang Erwin Sudjono yang efektif menyelesaikan masalah sebab dijiwai oleh karakter yang kuat.
Kini tugas berat kembali menghadang di hadapan Erwin. Ada kesempatan yang lebih banyak dan dengan otoritas yang lebih memadai pula untuk memperbaiki peran TNI yang lebih baik mewujudukan rasa aman dan tegaknya kedaulatan NKRI yang sesungguhnya.
Kembali, Mayjen Erwin Sudjono diuji, apakah akan kembali sukses menunaikan tugas dan tanggungjawab baru sebagai Pangkostrad. Tentu, jenjang ini akan berpengaruh pada jejak langkah Erwin ke depan.
Segala pertanyaan dan kritik yang dialamatkan kepada Erwin adalah cambuk untuk mengingatkan tentang betapa besarnya harapan publik agar TNI benar-benar tidak pernah lagi mengulangi berbagai kesalahannya di masa lalu, dan supaya TNI tetap melanjutkan reformasi internalnya secara konsisten. e-ti/munawar fuad noeh-haposan tampubolon)
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
02 | Profesional dan Kompeten
Panglima TNI Marsekal TNI Djoko Suyanto memberikan sikap berupa respon terhadap sejumlah kritik dan pertanyaan yang disampaikan berbagai kalangan terkait dengan rencana pergantian Pangkostrad yang baru, dari Letjen TNI Hadi Waluyo kepada Mayjen TNI Erwin Sudjono, salah seorang perwira terbaik lulusan Akabri 1 Desember 1975.
Kritik-kritik yang terlontar terkait dengan posisi kekeluargaan Erwin Sudjono, yang memang merupakan saudara ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Di media massa, misalnya, beberapa anggota parlemen mengkritisi bahwa sejak Mayjen Erwin Sudjono menjadi Pangdam VI/Tanjungpura, dan tak lama kemudian ditetapkan menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Kostrad), itu sarat dengan KKN.
Tuduhan lain yang turut diarahkan, ada intervensi Cikeas dalam penentuan Pangkostrad. Juga, tengah terjadi skenario untuk mengamankan posisi Presiden SBY, yang mempunyai hubungan dekat kekeluargaan yakni sebagai kakak ipar setelah sebelumnya, adek ipar Presiden pun Brigjen TNI Edi Wibowo menempati posisi strategis sebagai Wakil Komandan Jenderal Kopassus. Semua itu dikritisi sebagai upaya untuk kepentingan agenda Pemilu Presiden 2009, atau demi melanggengkan kekuasaan.
Atas berbagai kritikan tersebut, di tengah perbincangan semi formal terkait dengan agenda-agenda kebangsaan dan kenegaraan, terutama yang terkait masalah pertahanan dan keamanan Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto kepada Munawar Fuad Noeh yang juga Sekjen DPP KNPI, menegaskan, bahwa Presiden SBY selama menjabat sebagai Presiden tidak pernah sekalipun menitipkan atau pun menanyakan siapa yang akan menjadi ini dan itu di lingkungan Mabes TNI, apalagi sampai menitipkan keluarganya. “Tidak pernah,” tegas Panglima.
Menurut Djoko Suyanto, Presiden SBY selaku mantan TNI aktif amat sangat mengerti mekanisme dan menghormati sistem yang berlaku di lingkungan TNI. Kata Djoko, hanya pernah sekali Presiden menanyakan kepada Panglima TNI secara rinci, mengenai siapa yang akan menjadi ajudannya. Itupun, pertanyaan diajukan karena memang terkait dengan tugas dan posisi Ajudan yang akan selalu terus mendampingi Presiden secara resmi.
Karena itu, terkait dengan pengangkatan Pangkostrad Panglima TNI Djoko Suyanto lalu menyampaikan sejumlah alasannya. Menurutnya, Erwin Sudjono menyandang kriteria secara profesional, pengalaman, kompetensi, karir dan memiliki prospek yang berjenjang. Karenanya institusi TNI-lah, bukan pribadi yang menetapkan nama akhir Erwin Sudjono sebagai Pangkostrad.
Hubungan antara Mayjen Erwin Sudjono dengan Presiden SBY itu menunjukkan sebuah hubungan yang alami dan memiliki latar sejarah tersendiri. Bukan hubungan politik dan kepentingan.
Kata Djoko cara memahaminya harus proporsional. “Siapa yang tahu, siapa yang menduga, kalau saat Erwin Sudjono berpangkat Letnan Dua, kemudian bersama-sama Pak SBY pada saat itu berjodoh dengan putri Jenderal TNI Purnawirawan Sarwo Edhie Wibowo. Lalu setelah 30 tahun menikah, kemudian Pak SBY terpilih menjadi Presiden padahal keduanya sama-sama berkarir di TNI,” kata Djoko.
Panglima menegaskan pengangkatan Pangkostrad baru tidak ada kaitannya dengan agenda dan situasi politik. Lebih tegas lagi, kata Panglima tidak ada agenda politik dan tidak ada kaitannya dengan suasana, arah maupun kepentingan politik dalam hal pengangkatan Pangkostrad atau jabatan lain di lingkungan TNI. Keputusan benar-benar bersifat murni untuk kepentingan bangsa dan negara, dengan meneliti dan mencari sosok terbaik untuk posisi yang tepat dalam mengoptimalkan peran TNI demi bangsa dan negara.
Dinasti Sarwo Edhie
Memang benar, Erwin Sudjono memiliki hubungan yang khas, unik dan monumental dengan Presiden SBY dan Hadi Utomo (Ketua Umum Partai Demokrat) karena ketiganya sama-sama menikahi putri Sarwo Edhie Wibowo.
Berlangsung sekaligus pada 30 Juli 1976, upacara pernikahan ketiga pasangan ini digelar di Baliroom, Hotel Indonesia, Jakarta. Pasangan pertama, Erwin Sudjono dengan Wrahasti Cendrawasih, pasangan kedua Susilo Bambang Yudhoyono dengan Kristiani Herrawati, dan pasangan ketiga Hadi Utomo dengan Mastuti Rahayu.
Ketiga mantu Sarwo Edhie Wibowo ini adalah sama-sama mantan taruna Akabri, tempat dimana Sarwo Edhie pernah menjabat sebagai Gubernur Akabri. Erwin angkatan tahun 1975 (ketika menikah berpangkat Letnan Dua), SBY angkatan 1973 (Letnan Satu), dan Hadi Utomo (Kapten) angkatan tahun 1970.
Sebuah pernikahan yang terbilang amat unik, langka dan banyak orang mengangapnya bertentangan dengan tradisi.
Mengapa waktu, tempat dan suasana pernikahan ketiganya disatukan alasan paling kuat dari Sarwo Edhie adalah karena dia seorang pejabat negara. Sarwo Edhie tidak punya waktu jika setiap tahun harus menikahkan putrinya di tanah air. Untuk meminta izin ke Presiden, karena tugasnya sebagai Duta Besar RI untuk Korea Selatan, agar setiap tahun bisa pulang ke tanah air rasanya tidak enak. Di sisi lain Sarwo Edhie merasakan pula tabu kalau menikahkan yang muda terlebih dahulu.
Tabu untuk melangkahi maka jadilah pernikahan ketiga pasangan ini disatukan. e-ti/munawar fuad noeh-haposan tampubolon)
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
03 | Penegak Keutuhan NKRI
Sejarah perjuangan Komando Strategis Cadangan TNI Angkatan Darat (Kostrad) adalah bagian dari sejarah pengabdian TNI Angkatan Darat/ABRI dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan serta memelihara keutuhan wilayah nasional dan tetap tegaknya Negara Kesatuan RI (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dimulai ketika pimpinan TNI Angkatan Darat menganggap perlu membentuk satuan militer yang bersifat mobil dan berkemampuan operasi lintas udara siap tempur dengan jangkauan ke seluruh penjuru tanah air.
Dari gagasan inilah dibentuk kelompok kerja untuk membahas pembentukan kekuatan yang mobil, dipimpin oleh Deputi I Kasad, Brigjen TNI Soeharto. Pada tanggal 6 Maret 1961, berdasarkan Surat Men/Pangad Nomor MK.KPTS.54/3/1961 tanggal 6 Maret 1961, disahkan Korps Ke-1 Caduad dengan singkatan Korra I/Caduad yang berkekuatan satu divisi infanteri dan satu pasukan inti brigade para, serta sejumlah besar satuan-satuan banpur (bantuan tempur) maupun nanmin (bantuan administrasi).
Dalam rangka reorganisasi Angkatan Darat maka pokok-pokok organisasi dan tugas Kostrad disahkan dengan Keputusan Kasad Nomor Kep/9/3/1985 tanggal 6 Maret 1985, yang susunan organisasi dan dislokasi satuan sebagai berikut: Markas Kostrad berkedudukan di Jakarta. Divisi Infanteri I berkedudukan di Cilodong, Bogor, Jawa Barat, dan Divisi Infanteri II berkedudukan di Malang, Jawa Timur.
Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan reorgnisasi ada satuan yang dilikuidasi dan ada dilimpahkan keluar/dalam Kostrad antara lain Grup 3 Kopassus menjadi Brigif Linud 3 Kostrad yang berkedudukan di Kariango, Ujungpandang.
Riwayat Penugasan
Penugasan dalam negeri selama di bawah kepemimpinan Pangkostrad Mayjen TNI Soeharto, antara lain bertugas dalam operasi Trikora, dalam rangka pembebasan Irian Barat tahun 1962-1963. Satuan yang dilibatkan, kekuatan inti satu divisi infanteri dipimpin oleh Soeharto sebagai Pangkorra I/Caduad merangkap sebagai Panglima Komando Mandala.
Operasi Dwikora dalam rangka konfrontasi dengan Malaysia, tahun 1964-1966. Satuan Kostrad yang terlibat adalah Kopur II dan Kopur IV, tergabung dalam Komando Mandala Siaga (Kolaga) dan Soeharto menjadi Panglima Kolaga.
Selanjutnya penumpasan G.30 S/PKI tahun 1965, satuan Kostrad yang terlibat adalah sebagian besar kesatuan Kostrad yang berada di Pulau Jawa. Operasi ini dipimpin langsung oleh Mayjen TNI Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Panglima Kostrad.
Kostrad dalam operasi dalam negeri sudah terukir dalam sejarah yang menegakkan keutuhan NKRI. Pangkostrad Pertama Mayjen Soeharto telah menggariskan strategi untuk menggagalkan kudeta yang dilakukan oleh Gerakan 30 September/PKI. Penumpasan G. 30 S/PKI tahun 1965 merupakan salah satu pengabdian Kostrad yang operasinya langsung dipimpin oleh Mayjen TNI Soeharto selaku Pangkostrad dan merupakan tonggak sejarah Orde Baru.
Begitu pula Opersi Seroja Timor Timur sejak tahun 1975. Satuan Kostrad yang dilibatkan meliputi semua Satuan Jajaran Kostrad baik satuan tempur, satuan bantuan tempur maupun satuan bantuan administrasi. Selanjutnya penumpasan GPK di Aceh, satuan Kostrad yang dilibatkan khususnya personel-personel yang tergabung dalam satuan tugas khusus seperti operasi Bintal taktis tahun 1991. Sedang penumpasan GPK Irian Jaya tahun 1986. Kostrad yang dilibatkan adalah semua Satuan Tempur Kostrad yang dikirim secara periodik.
Luar Negeri
Sesuai dengan cita-cita luhur bangsa Indonesia yang tertuang dalam Mukaddimah UUD 1945, yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia dan memelihara perdamaian abadi, maka untuk tugas-tugas yang dilaksanakan yang bersifat perdamaian internasional Kostrad senantiasa berpartisipasi aktif sebagai bagian dari pasukan PBB. Satuan Kostrad yang dilibatkan adalah penugasan Kontingen Perdamaian di Vietnam, tergabung dalam International Commitions of Controll and Supervition/ICCS.
Kontingen Garuda IV di Saigon, Vietnam Selatan tahun 1973 dipimpin Pangkopur Linud Kostrad Brigjen TNI Wiyogo Atmodarminto selaku Deputi Militer. Kontingen Garuda V di Vietnam Selatan tahun 1973-1974 dipimpin Brigjen TNI Harsojo. Kontingen Garuda VII di Vietnam Selatan tahun 1974 dipimpin Brigjen TNI Sukeni, kemudian digantikan oleh Brigjen TNI Bambang Sumantri.
Penugasan Kontingen Perdamaian di Timur Tengah sebagai Pasukan Penjaga Perdamaian (UNEF). Kontingen yang disiapkan adalah Kontingen Garuda VI di sepanjang terusan Suez tahun 1973-1974, dipimpin oleh Kol Inf Rudini. Kontingen Garuda VIII di sepanjang terusan Suez tahun 1975-1976 dipimpin oleh Kol Art Sudirman Saleh, dilanjutkan oleh Kol Inf Gunawan Wibisono.
Kontingen Garuda IX yang tergabung dalam UNMOG sebagai misi perdamaian Irak-Iran tahun 1989-1991, personel Kostrad yang diberangkatkan adalah Letkol Inf Fachrul Razi, Mayor Inf Rachmat Saptaji, Kapten Kav Sumarto, dan Kapten Sahari Siregar.
Kontingen ke Kamboja tergabung dalam United Nation Transition Authority in Cambodia (UNTAC), yang bertugas sebagai misi perdamaian dalam mengawasi pembentukan negara Kamboja yang merdeka dan diakui dunia internasional. Satuan Kostrad yang terlibat adalah Kontingen Garuda XII-A tahun 1991, dengan inti pasukan Yonif Linud 503 dipimpin oleh Letkol Inf Erwin Sudjono.
Kontingen Garuda XII-B tahun 1992 dengan inti pasukan Yonif Linud 305, dipimpin oleh Letkol Inf Ryamizard Ryacudu. Kontingen Garuda XII-C tahun 1993 dipimpin oleh Letkol Inf Darmawi Chaidir. Kontingen Garuda XII-D tahun 1993 dengan inti pasukan Yonif 303 dipimpin oleh Letkol Inf Saptaji.
Penugasan Kontingen Garuda ke Bosnia sebagai bagian Pasukan Penjaga Perdamaian PBB yang tergabung dalam UNPROFOR (United Nation Protection Force) dengan tugas menyelenggarakan dukungan kesehatan tingkat II bagi Pasukan UNPROFOR, melakukan bantuan kesehatan dan melaksanakan evakuasi medis.
Satuan Kostrad yang terlibat adalah Kontingen Garuda XIV-A tahun 1994, yang berintikan Batalyon Kesehatan Divif-I, dipimpin oleh Letkol Ckm dr Heriadi M.Sc. Kontingen Garuda XIV-B tahun 1995 berintikan Batalyon Kesehatan Divif-I dipimpin oleh Letkol Ckm dr Budi Utoyo. Kontingen Garuda XIV-C tahun 1995, dengan inti pasukan dari Batalyon Zeni tempur 9 dipimpin oleh Letkol Czi Anwar Ende.
Kontingen Garuda XIV-D tahun 1995 dengan inti pasukan dari Satgas Kes dipimpin oleh Kapten Ckm drg Nurjamil S. Kontingen Garuda XIV-E tahun 1996 dengan inti pasukan dari Batalyon Zeni Tempur-10 Kostrad dipimpin oleh Kapten Czi YD Prasetyo. Kontingen Garuda XIV-F tahun 1997 dengan inti pasukan Satgas Kes dipimpin oleh Letkol Ckm dr Azhar Kamal. Penugasan Kontingen ke Filipina/Moro sebagai bagian dari tugas PBB selaku military observer dipimpin oleh Brigjen TNI Kivlan Zein tahun 1995.
Para Panglima
Para perwira yang pernah menjabat sebagai Panglima Kostrad adalah Mayjen TNI Soeharto dari tahun 1961-1965; Mayjen TNI Umar Wirahadikusumah dari tahun 1965-1967; Mayjen TNI A Kemal Idris dari tahun 1967-1969; Brigjen TNI Wahono dari tahun 1969-1970; Mayjen TNI Makmun Murod dari tahun 1970-1971; Mayjen TNI Wahono dari tahun 1971-1973.
Kemudian, Mayjen TNI Poniman dari tahun 1973-1974; Mayjen TNI Himawan Sutanto dari tahun 1974-1975; Letjen TNI Leo Lopulisa dari tahun 1975-1978; Mayjen TNI Wiyogo Admodarminto dari tahun 1978-1980; Mayjen TNI Ismail dari tahun 1980-1981; Letjen TNI Rudini dari tahun 1981-1983; Letjen TNI Suweno dari 1983-1986.
Mayjen Suripto dari tahun 1986-1987; Letjen TNI Adolf Sahala Rajagukguk dari tahun 1987-1988; Mayjen TNI Sugito dari tahun 1988-1990; Mayjen TNI Wismoyo Arismunandar dari tahun 1990-1992; Mayjen TNI Kuntara dari tahun 1992-1994; Letjen TNI Tarub dari tahun 1994-1996. Kemudian Kostrad dipimpin oleh Letjen TNI Wiranto mulai tahun 1996.
Setelah itu berturut-turut para perwira pilihan dan terbaik di lingkungan TNI yang berkesempatan dipercaya memimpin Kostrad adalah Letjen TNI Sugiono, Letjen TNI Prabowo Soebianto, Letjen TNI Djoni Lumintang (memimpin Kostrad hanya 19 jam), Letjen TNI Djaja Suparman, Letjen TNI Agus Wirahadi Kusuma, Letjen TNI Ryamizard Ryacudu, Letjen TNI Bibit Waluyo, dan Letjen TNI Hadi Waluyo yang kemudian mendapatkan amanah untuk memimpin Kostrad diserahterimakan kepada Mayjen TNI Erwin Sudjono. (TI/Munawar Fuad Noeh/Haposan Tampubolon)
Para Panglima Kostrad:
1. Mayjen TNI Soeharto (1961-1965)
2. Mayjen TNI Umar Wirahadikusumah (1965-1967)
3. Mayjen TNI A Kemal Idris (1967-1969)
4. Brigjen TNI Wahono (1969-1970)
5. Mayjen TNI Makmun Murod (1970-1971)
6. Mayjen TNI Wahono (1971-1973)
7. Mayjen TNI Poniman (1973-1974)
8. Mayjen TNI Himawan Sutanto (1974-1975)
9. Letjen TNI Leo Lopulisa (1975-1978)
10. Mayjen TNI Wiyogo Admodarminto (1978-1980)
11. Mayjen TNI Ismail (1980-1981)
12. Letjen TNI Rudini (1981-1983)
13. Letjen TNI Suweno (1983-1986)
14. Mayjen Suripto (1986-1987)
15. Letjen TNI Adolf Sahala Rajagukguk (1987-1988)
16. Mayjen TNI Sugito (1988-1990)
17. Mayjen TNI Wismoyo Arismunandar (1990-1992)
18. Mayjen TNI Kuntara (1992-1994)
19. Letjen TNI Tarub (1994-1996)
20. Letjen TNI Wiranto (1996)
21. Letjen TNI Sugiono
22. Letjen TNI Prabowo Soebianto
23. Letjen TNI Djoni Lumintang
24. Letjen TNI Djaja Suparman
25. Letjen TNI Agus Wirahadi Kusuma
26. Letjen TNI Ryamizard Ryacudu
27. Letjen TNI Bibit Waluyo
28. Letjen TNI Hadi Waluyo
29. Mayjen TNI Erwin Sudjono. e-ti/munawar fuad noeh-haposan tampubolon)