
[ENSIKLOPEDI] Dia menteri terbaik Kabinet Gotong-Royong. Pantas saja Presiden Yudhoyono mengangkatnya kembali menjabat Menteri ESDM (Enerji dan Sumber Daya Mineral) Kabinet Indonesia Bersatu. Dia menteri pemberani mengambil kebijakan tidak populis demi kepentingan kemandirian bangsa. Berani menaikkan harga BBM mengikuti standar harga internasional. Di kalangan perminyakan dunia, dia juga sangat disegani. Terbukti, dia satu-satunya Sekjen OPEC yang dipercaya sekaligus merangkap Presiden OPEC (2004).
Dr.Ir.Purnomo Yusgiantoro, M.A., M.Sc kelahiran Semarang 16 Juni 1951 memperistri Sri Murniati Sachro dan memberinya tiga orang anak, Lucky A. Yusgiantoro, Filda C. Yusgiantoro, dan Inka B. Yusgiantoro sebelum menjadi menteri dikenal di belakang layar saja sebagai pembelajar dan tenaga ahli tentang pemanfaatan ekonomis sumberdaya energi dan mineral. Sangat berbeda dengan para mantan Menteri Pertambangan dan Energi yang pernah ada sebelumnya, mereka itu sebelum diangkat biasanya sudah lebih dahulu dikenal luas oleh publik. Namun justru ia dianggap lebih berhasil hingga layak diacungi jempol.
Kemunculan nama Purnomo Yusgiantoro awalnya dicap buruk sebab dia adalah pembawa kebijakan tunggal menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), mengikuti standar harga internasional. Itu, artinya harus terjadi kenaikan harga yang signifikan.
Tak mengherankan jika sepanjang kepemimpinannya sebagai Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), sejak 26 Agustus 2000 hingga 23 Juli 2001 di era Kabinet Persatuan Nasional pimpinan Abdurrahman Wahid, menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono, kemudian berlanjut di era Kabinet Gotong Royong pimpinan Megawati Soekarnoputri pada 23 Juli 2001 hingga 20 Oktober 2004, Purnomo telah melakukan beberapa kali kenaikan harga BBM secara bertahap agar persis mendekati harga pasar internasional. Demikian pula, terjadi tak kurang 10 kali kenaikan harga tarif dasar listrik (TDL).
Kebijakan Purnomo menaikkan harga BBM dan TDL dianggap aneh. Rakyat turun ke jalan berdemo dan DPR ikut menekan, hingga Pemerintah suatu kali untuk pertamakalinya dalam sejarah pernah mengalah mau menurunkan harga BBM. Presiden Megawati Soekarnoputri mengakui perasaannya selalu berat hati setiap kali harus menandatangani Keppres kenaikan harga BBM dan TDL.
Purnomo Yusgiantoro menjadi sangat tidak populis di dalam negeri hanya karena kebijakan tunggalnya menaikkan tarif BBM dan TDL. Namun, di luar negeri nama besarnya justru amat disegani sebagai ahli perminyakan. Terbukti, ia bisa merangkap jabatan Sekjen dan Presiden OPEC, sebuah organisasi kumpulan 11 negara pengekspor minyak terbesar dunia. Jabatan rangkap ini adalah pertama kali terjadi dalam sejarah OPEC.
Karena keberhasilannya menjabat Menteri ESDM, kepada Ir. Purnomo Yusgiantoro, M.A., M.Sc, Ph.D sudah selayaknya diacungi jempol. Ia mendasarkan kebijakannya menaikkan harga BBM dengan logika dan alasan yang bisa diterima oleh masyarakat luas. Jika di era Orde Baru yang otoriter dan tertutup, setiap kenaikan harga BBM potensial menimbulkan kerawanan sosial politik, Purnomo berhasil mengelola potensi konflik sehingga tidak menimbulkan gejolak yang berarti di masyarakat. Salah satu kiatnya, untuk setiap kenaikan harga BBM ia menganggarkan sejumlah dana kompensasi sosial BBM sebagai subsidi, semacam jaring pengaman sosial kepada rakyat kecil yang membutuhkan.
Purnomo lebih suka jika subsidi BBM puluhan triliun rupiah diberikan dalam bentuk subsidi langsung kepada kelompok miskin, daripada menetapkan harga BBM murah namun artifisial saja. Ia, bahkan sudah berpengalaman melakukan proyek percontohan subsidi langsung dipindahkan dari dana kompensasi sosial BBM melalui delapan jalur.
Subsidi dialihkan untuk membiayai beras murah, subsidi kesehatan, subsidi pendidikan, dan pembiayaan infrastruktur. Dengan cara demikian masyarakat percaya bahwa subsidi, yang untuk tahun 2004 besarnya Rp 63 triliun, benar-benar sampai ke rakyat miskin. Untuk makin mempertegas tekadnya menolong rakyat miskin, Purnomo meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ikut mengaudit penyaluran dana kompensiasi tersebut.
Isi hati Purnomo sesungguhnya sangat berorientasi kepada rakyat miskin. Ia melakukan pilihan dalam menaikkan harga. Sebab terbukti, dari kelima macam BBM minyak bakar, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel, dan premium, Purnomo menetapkan minyak tanah yang harganya Rp 700 per liter dan harga pasar Rp 2.700 per liter sebagai prioritas yang terakhir dinaikkan.
Purnomo lebih dahulu memprioritaskan pendekatan harga mekanisme pasar kepada minyak bakar, minyak diesel, dan premium yang konsumennya dianggap mampu membeli dengan harga pasar. Menyusul kemudian solar, lalu terakhir kali minyak tanah. Karena, demikian Purnomo, jenis minyak tanah menyangkut kepentingan masyarakat banyak yang umumnya ekonominya sederhana.
Purnomo tak mau mundur dari kebijakan menaikkan tarif BBM dan TDL hingga 10 kali, walau didemo masyarakat ditekan DPR hingga dicap tidak peka terhadap beban masyarakat. Purnomo sangat yakin betul hasil akhirnya akan positif bagi masyarakat miskin, dan masyarakat pada akhirnya akan bisa memahami kenaikan asal bisa dibuktikan bahwa apa yang dilakukan bisa dirasakan secara konkret oleh masyarakat.
Profesional Mumpuni
Dengan beragam keahlian, pengalaman, jaringan pergaulan di dalam negeri dan luar negeri, serta ditunjang tingkat pendidikan tinggi dan profesionalisme yang memadai, lengkap sudah Purnomo Yusgiantoro sebagai seorang teknokrat dan ekonom sekaligus pelaku utama di bidang energi dan sumberdaya mineral yang mumpuni.
Sebagai penentu kebijakan nasional di sektor energi dan sumberdaya mineral, ia komit menjalankan lima program yang menjadi prioritasnya. Yakni komitmen tentang pemulihan, restrukturisasi sektor, restrukturisasi BUMN, pemberantasab KKN, dan mendorong otonomi daerah di sektor energi dan sumberdaya mineral.
Purnomo komit mempercepat pemulihan ekonomi terutama ekonomi makro. Ia komit melakukan restrukturisasi sektor energi dan sumbedaya mineral mengingat sudah semakin tidak terbendungnya arus keterbukaan. Ia serius mempersiapkan lima rancangan undang-undang (RUU) Minyak dan Gas (Migas), Listrik, Pertambangan, Energi, dan Panas Bumi. Kelima RUU menjadi dasar bagi kebijakan lanjutan di masa mendatang.
Ia komit melakukan restrukturisasi BUMN terutama yang berada di bawah kementeriannya, seperti Pertamina dan PLN.
Tujuan restrukturisasi agar BUMN bisa memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Ia juga komit menangani kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) secara lebih tuntas dengan tujuan menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih. Ia komit pula mendorong terwujudnya otonomi daerah di sektor energi dan sumberdaya mineral.
Purnomo sudah matang dalam berbagai ladang pengabdian baik di dalam maupun di luar negeri. Tak heran jika setelah menjadi menteri jabatan Sekjen dan Presiden OPEC dipercayakan kepada pria kelahiran Semarang, Jawa Tengah, 16 Juni 1951 ini.
Sebelum menjadi Menteri, lulusan Lemhannas KRA XXV yang memperoleh penghargaan Wibawa Seroja Nugraha tahun 1992, ini adalah Wakil Gubernur Lemhannas (Lembaga Pertahanan Nasional) September 1998-Agustus 2000.
Purnomo Yusgiantoro mempunyai pengalaman beragam di bidang perminyakan.
Demikian pula di bidang ekonomi, organisasi perminyakan internasional, termasuk sebagai pemikir dan penggagas kebijakan. Pendidikan tinggi yang berhasil dicapai hingga setingkat Ph.D banyak menunjang tugas-tugas pengabdiannya.
Lulusan Sarjana Teknik pada Fakultas Teknik ITB Bandung, tahun 1974, ini adalah pemegang dua gelar S-2. Ia meraih gelar M.Sc pada Colorado School of Mines, Golden Colorado (Fakultas Pertambangan) tahun 1986, dan gelar M.A bidang ekonomi pada University of Colorado at Boulder Main Campus, Colorado, Amerika Serikat (Ilmu Ekonomi) tahun 1988. Ia pun mencapai gelar akademis tertinggi S-3, Ph.D bidang ekonomi mineral dan sumberdaya alam dari Colorado School of Mines, Golden, Colorado juga tahun 1988.
Kepandaian Purnomo menurun pada ketiga anaknya. Ketika bersama keluarga masih menetap di AS, sebelum menyelesaiakan S-3 bidang ekonomi mineral, dua anaknya Lucky dan Inka berhasil mendapatkan penghargaan dari Presiden Amerika Serikat kerena berhasil masuk 10 besar terbaik lulusan SMA di seluruh AS. Lucky, yang sudah memberikan cucu kepada pasangan Purnomo dan Sri Murniati Sachro, penyandang gelar master dari Colorado State University, menyelesaikan program beasiswa untuk mendapatkan gelar doktor di Colorado.
Demikian pula Inka, pemegang gelar master pada teknik industri dari Columbia University, yang bekerja pada Merril Lynch dengan penghasilan 150.000 dolar AS per tahun, melanjutkan studi untuk meraih gelar doktor di University of Michigan. Sedangkan Filda, lulusan Teknik Kimia ITB Bandung, menyelesaikan beasiswa untuk mendapatkan gelar master dalam fragrance and perfume di Universite de Versailles, Perancis.
Pada tahun 1993-1998 Purnomo Yusgiantoro sudah menjabat sebagai Penasehat Menteri Pertambangan dan Energi. Ia pernah pula menjadi Gubernur OPEC, berkedudukan di Wina, Austria tahun 1996-1998. Kemudian, sebagai Ketua II Bidang Pemasaran Dalam dan Luar Negeri Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina 1993-1998, Tim Ahli Panitia Ad Hoc I BP MPR RI dalam mempersiapkan GBHN Pelita VII 1997-1998. Ia adalah anggota Pokja Wanhankamnas dalam mempersiapkan GBHN Pelita VII, sekaligus anggota Panitia Deptamben dalam menyusun GBHN Sektor Pertambangan dan Energi Pelita VII.
Dia dikenal sebagai pengajar yang baik. Hal itu terlihat dari aktivitasnya yang beragam di berbagai lembaga pendidikan. Ia adalah pengajar di berbagai kursus kepemimpinan seperti Lemhannas, Seskogab, Suspim Pertamina dan PLN, Sespanas, dan pengajar pada Kursus Atase Pertahanan Dephankam.
Widyaiswara Lemhannas untuk mata ajaran Globalisasi, dan Dewan Penyantun Universiats Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta, ini tercatat pula sebagai staf pengajar pada Program Pasca Sarjana Magister Manajemen dan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (IESP) Universitas Atma Jaya sejak tahun 1993, dan pada Program Magister Manajemen STIE LPMI Jakarta sejak 1990.
Di almaternya Departemen Ekonomi University of Colorado at Boulder ia pernah mengajar pada tahun 1989, dan sebelumnya pada tahun 1983-1985 mengajar di Fakultas Teknologi Mineral Universitas Trisakti Jakarta.
Jika di dalam negeri Purnomo Yusgiantoro adalah Dewan Pendiri dan Penyantun The Indonesian Institute for Energy Economics (IIEE), di tingkat internasional ia aktif sebagai anggota Dewan Internasional pada International Association for Energy Economics (IAEE), dan sebagai anggota Badan Penasehat Pacific Economic Cooperation Council.
Pengarang dua buku berjudul “Ekonomi Energi: Teori dan Praktek” terbitan LP3ES tahun 1999, dan buku “Analisis dan Metodologi Ekonomi Indonesia, Manajemen Keuangan Internasional Ekonomi Energi”, ini juga aktif di beragam forum organisasi dan kerjasama internasional. Seperti di APEC, UNCTAD, UNDP, ESCAP, OPEC, Multilateral Produsen-Konsumen, ASEAN, serta pada forum kerjasama bilateral antara Indonesia dengan Australia, Jepang, Amerika Serikat, Norwegia, Korea Selatan, Taiwan, Kanada, dan lain-lain.
Sebagai Sekjen dan Presiden OPEC, Purnomo adalah pemimpin Konferensi Luar Biasa tingkat Menteri OPEC ke-129, yang diselenggarakan pada tanggal 10 Februari 2004 di Alger, Aljazair. Konferensi Tingkat Menteri ini merupakan pertemuan pertama OPEC yang dipimpin oleh Indonesia, sejak terpilih menjadi Presiden OPEC untuk periode tahun 2004. Untuk sekadar diketahui saja, adalah keinginan 11 negara anggota OPEC agar Purnomo merangkap jabatan Sekjen dan Presiden, pertamakali terjadi di dunia.
Hal itu terjadi tak lain karena tingginya kemampuan profesionalisme dan dedikasi pria yang, sikapnya sebagai Menteri tetap saja bisa bicara ceplas-ceplos, menyenangkan, dan penuh wacana tiap kali pers mencoba beradu argumen atas segala kebijakannya yang tak populis di sektor energi dan sumberdaya mineral, seperti kenaikan harga BBM dan TDL.
Ketika pada awal Agustus 2004 harga minyak melonjak tinggi, menembus rekor yang puluhan tahun tak terpecahkan, bahkan dalam bahasa Purnomo disebutkan “gila”, seluruh dunia kalang kabut jadinya. Ancaman resesi ekonomi global mengemuka, bahkan menjadi salah satu tema isu kampanye pemilihan presiden tahap kedua di tanah air. Nama Purnomo Yusgiantoro serta merta menjadi sorotan dunia. Ia lalu diminta agar bertemu dengan pejabat berpengaruh di Amerika Serikat dan Inggris, demi mencegah kemungkinan terjadi resesi global.
Ketika ia pada 14 September 2004 memimpin pertemuan penting OPEC, yang ditambah diikuti sejumlah negara non-OPEC dan para produsen minyak raksasa dunia, posisi harga minyak masih di atas 40 dolar AS per barrel untuk harus diturunkan menjadi sekitar 30 dolar AS per barrel.
Purnomo agaknya berhasil memimpin kementerian ESDM, sebagaimana ia berhasil memimpin keluarga dan organisasi OPEC. Ia telah menyelesaikan tugas kementeriannya dengan baik sekaligus mempersiapkan yang terbaik kepada penggantinya. Ia ingin meninggalkan kementerian ini dengan tidak neko-neko, melainkan penuh kedamaian sebab ia datang dengan baik dan keluar ingin dengan baik pula.
Ia telah mempersiapkan diri dengan baik untuk itu termasuk memunculkan keinginan untuk kembali mengajar. Kalau pun tidak diterima di kampus, Purnomo menyebutkan sudah mempunyai modal lain yakni menyanyi. Modal itu sudah pernah dibuktikan oleh mantan Ketua Panitia Perayaan Natal Nasional 2004, yakni dengan merekam suaranya ke dalam bentuk kepingan piringan hitam CD. ht-tsl