‘Body Guard’ Terpilihnya SBY
Djali Jusuf
[DIREKTORI] Terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi presiden tidak terlepas dari beberapa rekan dekatnya, termasuk, Mayjen TNI (pur) Djali Jusuf. Pria paro baya yang berambut sedikit botak ini memang, selama kampanye hampir tidak pernah lepas dari presiden terpilih SBY. Dalam setiap kesempatan, pria yang selalu mengenakan setelan gelap tersebut selalu mendampingi SBY tampil di hadapan publik, sering berperan layaknya seorang body guard.
Bahkan, tidak jarang pria itu berlaku sebagai pagar betis yang menjaga SBY dari kerumunan warga. Sosok pria yang selalu berperan sebagai body guard SBY tersebut tidak lain adalah Mayjen TNI (pur) Djali Jusuf.
Sepintas, masyarakat tentu tidak pernah membayangkan bahwa sang body guard SBY tersebut adalah purnawirawan perwira tinggi TNI-AD. Bahkan, sebelum pensiun dari jajaran TNI, Djali sempat menduduki jabatan penting, yakni Pangdam I/Iskandar Muda di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Djali yang juga merupakan putra asli Aceh tersebut menyerahkan jabatannya kepada penggantinya, Mayjen TNI Endang Suwarya, sekitar pertengahan 2003. Selanjutnya, dia berdinas di Mabes TNI hingga masa purnabaktinya.
Setelah berdinas di bidang militer, Djali memulai usaha baru di bidang konstruksi. Namun, belum lagi bisnis yang baru dirintisnya tersebut sampai pada tataran mapan, dia harus kembali meninggalkannya. Sebab, dirinya harus mengawal SBY yang sedang berkampanye. “Tidak ada masalah pada bisnis saya. Sudah ada orang yang menjalankannya,” ujar Djali sambil mengisap dalam-dalam rokok kreteknya.
Dia mengungkapkan, sebenarnya tidak ada yang mengharuskan dirinya mengawal SBY dalam masa kampanye lalu. Hanya, sebagai seorang rekan dekat, dirinya merasa berkewajiban membantu SBY. “Hubungan kami ini tidak lagi sebagai capres dengan konstituen. Namun, kami sudah selayaknya seorang saudara,” tegas alumnus Akmil angkatan 1972 itu.
Soal perannya selama kampanye yang lebih mirip body guard SBY tersebut, Djali menjelaskan bahwa hal itu bukan suatu masalah. Meski merupakan kakak tingkat SBY, dirinya tidak pernah merasa risi melakukan pengamanan pribadi terhadap diri SBY.
Menurut dia, SBY merupakan suatu aset bangsa Indonesia yang pantas dilindungi. Buktinya, tegas dia, SBY tampil sebagai presiden pertama pilihan rakyat Indonesia. “Saya kira, tampilnya SBY sebagai presiden sangat tepat. Lihat saja, sebagai politikus, dia selalu berbicara secara santun dan tidak pernah membalas fitnah terhadap dirinya,” ungkapnya.
Soal pengalaman selama mengawal SBY, Djali mengungkapkan bahwa dirinya terkesan pada sikap mantan Kaster ABRI yang tidak pernah mengeluh. “Tidak semua acara kunjungan ke daerah selalu lancar. Sering dalam kunjungan ke daerah, sarana transportasi selalu berubah. Tidak jarang kita jalan jauh dengan menggunakan kendaraan umum. Namun, Pak SBY tidak pernah mengeluh,” ujarnya.
Demikian juga dengan kesediaan SBY untuk selalu menerima tamu di sela-sela kunjungannya ke daerah. Padahal, kata Djali, saat itu kondisi SBY sedang capek. “Itulah Pak SBY, dia tidak pernah menganggap rendah orang lain,” jelas pensiunan bintang dua TNI itu.
Soal maraknya bursa calon menteri setelah kemenangan SBY, Djali mengaku tidak terlalu memedulikannya. Menurut Djali, dirinya sama sekali tidak memiliki pamrih atau keinginan untuk mendapatkan kedudukan dalam pemerintahan SBY mendatang. “Ini hubungan persaudaraan,” tukasnya.
Menurut Djali, dirinya sudah merasa senang karena telah mengantar SBY untuk menapaki karpet merah ke Istana Merdeka. “Bagaimanapun, saya pantas bangga karena hal itu,” jelasnya.
Mengenai peran Djali setelah SBY menduduki kursi RI-1, kakak tingkat SBY di Akmil tersebut mengaku belum tahu. “Saya tidak tahu apakah akan ikut Pak SBY ke istana atau tidak. Yah, kalau Pak SBY memerlukan saya, tentu saya akan datang,” terangnya. Namun, bila ternyata SBY tidak mengajak ke istana, dia akan kembali menekuni bisnis konstruksinya yang dirintis sejak akhir 2003 lalu itu.
Djali juga menceritakan bahwa sebenarnya dirinya telah lama mengenal SBY. Namun, hubungan keduanya baru dekat saat Djali bertugas sebagai Pangdam di NAD sekitar 2002-2003. “Saat itu kami berdua sering terlibat dalam berbagai diskusi. Sebab, saya saat itu adalah Pangdam Iskandar Muda, sedangkan Pak SBY adalah Menko Polkam,” terangnya.
Tak jelas, apakah karena pengaruh Djali sehingga masalah Aceh (dan Papua) termasuk dalam lima prioritas pertama yang digarap pemerintahan SBY-Kalla.
Hubungan keduanya kian bertambah dekat ketika Djali tidak lagi menjabat Pangdam. Menurut Djali, dirinya kerap ngobrol dan bertemu secara pribadi dengan SBY. Bahkan, kedua lulusan Akmil tersebut juga sering saling curhat. “Ya, kami ini jadi seperti saudara-lah,” katanya.
Hal yang biasa dijadikan topik pembicaraan keduanya adalah masalah keluarga. Ini memang sangat dimengerti. Sebab, sebagai anak tunggal, selama ini agak sulit bagi SBY untuk membicarakan masalah keluarga. Selain mengobrol, keduanya sering terlihat akrab saat bermain golf. tsl