Berjuang Simpan Rahasia Negara
Arie Frederick Lasut
[PAHLAWAN] Sebagai Kepala Dinas Pertambangan RI, Frederik banyak mengetahui informasi tentang kekayaan negara. Karena tidak mau bekerjasama dengan Belanda, ia pun kemudian diculik dan dibunuh.
Arie Frederik Lasut merupakan tokoh berpendirian teguh dan tidak mengenal putus asa. Dalam perjalanan hidupnya, berbagai peristiwa sulit sering dihadapi. Namun satu persatu berhasil dilalui tanpa mengorbankan martabat diri dan bangsanya. Keteguhan hati dan tak kenal putus asa itu ditunjukkan Arie Frederik Lasut dalam hal memperoleh pendidikan serta menjaga martabat negerinya, Indonesia.
Frederik Lasut berasal dari keluarga sederhana. Kesulitan ekonomi yang dialami keluarganya membuat dia tidak dapat mengenyam pendidikan secara maksimal. Setelah sekolah dasar, pria kelahiran Tondano, Sulawesi Utara, 6 Juli 1918 ini belajar di Sekolah Guru di Ambon, tapi tidak tamat. Dengan keterbatasan keuangan, ia kemudian pindah ke AMS dan berhasil menyelesaikan pendidikan menengahnya dari sekolah tersebut pada tahun 1937. Setamat dari AMS, ia meneruskan studinya ke Sekolah Kedokteran. Namun, lagi-lagi karena kekurangan biaya, kuliahnya di kedokteran pun hanya mampu bertahan selama setahun. Setelah itu, ia pun memutuskan untuk berhenti kuliah.
Walau sudah dua kali mengalami putus sekolah, tidak membuat Frederik putus asa. Cita-cita untuk melanjutkan sekolah terus disimpan dan dipeliharanya dalam hati. Keinginannya itu pun akhirnya terlaksana ketika mendapatkan beasiswa dari Dinas Pertambangan. Beasiswa itu kemudian dimanfaatkannya untuk menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Teknik di Bandung. Di sekolah bergengsi itu, ia kembali gagal menamatkan pendidikannya. Namun, kali ini bukan karena masalah biaya, tapi akibat terjadinya Perang Dunia II.
Di masa pendudukan pemerintah Jepang, ia kemudian diangkat menjadi asisten pada Chrisitsu Chosayo (Jawatan Geologi) yang berkedudukan di Bandung. Pengalaman yang ia dapatkan sewaktu bekerja di lembaga tersebut memberikan manfaat bagi negara ketika proklamasi kemerdekaan berkumandang.
Berbekal pengalamannya itu, ia terpilih untuk menduduki posisi Kepala Jawatan Tambang dan Geologi. Lembaga yang dikepalainya waktu itu harus dipindahkan ke Tasikmalaya, kemudian Magelang, karena terjadi agresi militer di kota Bandung. Di Magelang, Arie mendirikan beberapa sekolah, seperti Sekolah Pertambangan Rendah, Sekolah Laboran Geologi, dan Sekolah Pertambangan Geologi Menengah dan Tinggi.
Di samping menjabat sebagai Kepala Jawatan Tambang dan Geologi, ia aktif dalam pembentukan organisasi Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi Selatan (KRISS). Selain berkiprah di KRISS, ia diangkat menjadi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang menjalankan fungsi legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Kedudukan Arie Frederick Lasut sebagai Kepala Dinas Pertambangan RI membuatnya banyak mengetahui informasi tentang kekayaan negara. Karena pengetahuannya itu, pasukan Belanda sangat mengincar dirinya. Ia pernah dibujuk oleh pemerintah kolonial Belanda untuk melakukan kerjasama dengan imbalan gaji tinggi dan beragam fasilitas. Namun kesetiaannya pada negara tak dapat digoyahkan begitu saja. Tawaran itu pun ditolaknya mentah-mentah.
Kecewa atas penolakan tersebut, Belanda marah terhadap Frederick sehingga menculik pria kelahiran Tondano itu lalu menembaknya di Pakem, Yogyakarta. Jenazahnya kemudian dimakamkan di Yogyakarta pada tanggal 7 Mei 1949.
Atas jasa-jasanya pada negara, Arie Frederick Lasut dianugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 012/TK/Tahun 1969, tanggal 20 Mei 1969. e-ti