Pemimpin yang Tak Pernah Tidur

Soemino Eko Saputro
 
0
752
Soemino Eko Saputro
Soemino Eko Saputro | Tokoh.ID

[ENSIKLOPEDI] Soemino, seorang putera terbaik bangsa di bidang perkeretaapian di republik ini. Dia pantas digelari seorang pemimpin yang tak pernah tidur dalam megurusi kereta api. Selalu tampil dengan program dan karya nyata untuk memperbaiki kondisi perkeretaapian Indonesia. Dari sejak penugasan awalnya di PJKA (Surabaya) sampai menjadi Direktur Utama Perumka hingga menjadi Direktur Jenderal Perkeretaapian Dephub RI, yang pertama.

Sebutan sebagai pemimpin yang tak pernah tidur, pertama kali dialamatkan kepada Ir Soemino Eko Saputro, MM, tatkala menjabat Kepala Eksploitasi PJKA di Padang. Kala itu pria kelahiran Delanggu, Jawa Tengah, 10 September 1947, itu berhasil menghidupkan kembali kereta api yang nyaris ditutup Menhub di daerah itu

Lulusan S1 ITS ini, pertama kali memprakarsai penggunaan HT (handy talky) untuk alat komunikasi jajaran PJKA saat menjabat Kepala Eksploitasi PJKA di Padang. Kendati mendapat tantangan, dia bersikukuh memperlengkapi jajarannya dengan HT, sebagai alat komunikasi. HT itu selalu diaktifkkan didekatnya selama 24 jam setiap hari. Sehingga dia bisa memantau dan mengomando tugas anak buahnya selama 24 jam. Sejak itu, dia digelari KE yang tak pernah tidur.

Prestasi yang gemilang di Padang, membuatnya disayangi oleh Azwar Anas yang kala itu menjabat Gubernur Sumatera Barat (Sumbar). Maka tatkala Azwar Anas diangkat menjabat Menteri Perhubungan, Soemino langsung dipercaya menjabat Direktur Teknik PJKA. Setelah delapan tahun, dia pun dipercaya menjabat Direktur Utama.

Ketika Soemino menjabat Dirut, KA mencapai kemajuan gemilang. Dia mewujudkan beroperasinya kereta api Argo Bromo, Argo Lawu, Argo Muria, Argo Anggrek dan Argo Gede. Semula, waktu tempuh Jakarta-Surabaya 11 sampai 13 jam, dipersingkat menjadi hanya 9 jam. Jakarta-Bandung yang semula 3 jam sampai 4 jam, jadi 2,5 jam. Jakarta-Solo yang biasanya 9-10 jam, ditekan menjadi 7 jam. Semua bisa dan selalu tepat waktu. (Selengkapnya baca: Masa Jaya Kereta Api, halaman 16)

Semua keunggulan itu bisa dipertahankan sampai dia keluar dari Kereta Api. Soemino menduduki jabatan Dirut, kurang lebih empat tahun. Kemudian, dia diganti. Sejak itu, kereta api kembali mengalami masa surut.

Entah kenapa di kereta api banyak juga terjadi kecelakaan. Hal ini, sesungguhnya membutuhkan orang kereta api yang harus berjaga-jaga 24 jam. Satu hal yang sering terjadi, apakah kebetulan atau memang karakternya seperti itu, setiap serah terima jabatan, dalam waktu yang tidak terlalu lama, selalu ada kecelakaan. Ada saja cobaannya.

Ini tantangan berat yang harus dihadapi para pejabat dan karyawan kereta api. Kerja di tempat lain, mungkin tantangan seberat itu tidak terlalu terasa, tapi kalau di kereta api, hal itu harus dihadapi!” kata Soemino dalam percakapan dengan wartawan Tokoh Indonesia.

Maka, menurutnya, siapa pun pejabat di kereta api, harus siap tidak tidur, artinya harus selalu siaga 24 jam setiap hari. Dan, baginya hal itu bukan hanya ucapan kosong yang indah didengar, tetapi memang dilakoninya sampai saat dia dipercaya menjabat Dirjen Perkeretaapian Dephub.

Sejak awal bertugas di Surabaya (1976-1977), IKD 10 Malang (1977-1978), IKD 11 Jember (1978-1981), EKD Sumut (1981-1985), Kasi Konstruksi Kantor Pusat, Bandung (1985-1987), Kepala Eksploatasi Sumbar (1987-1988), Pjs Direktur Teknik (1988-1991), Direktur Teknik (1991-1995), hingga menjabat Dirut Perum Kereta Api (1995-1998), dia memang mengabdikan diri, dengan selalu bersiaga 24 jam setiap hari, mengurusi kereta api. Tak asing baginya menyelusuri dan memeriksa setiap jengkal rel kereta api, untuk mengetahui kondisi kelayakan rel.

Advertisement

Selepas menjabat Dirut KA, karirnya dianggap sudah mencapai puncak dan selesai. Dia memang masih diberi jabatan Staf Ahli Dirjen Hubdat (1995-1998), Kapuslitbang Manajemen Transportasi Multi Moda (2001-2002) dan Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi (2002-2005), tapi bagi banyak orang jabatan itu dianggap sebagai ‘buangan’. Namun, jabatan-jabatan barunya ditekuni sebagai tantangan dan peluang. Di situ dia tak pernah berhenti berpikir memecahkan berbagai masalah transportasi, terutama perkeretaapian.

Maka tatkala Menteri Perhubungan Hatta Radjasa membentuk Direktorat Jenderal Perkeretaapian Dephub, Sumino dipilih dan dipercaya menjabat Direktur Jenderal yang pertama (2005 sampai sekarang). Sebagai Dirjen Perkeretaapian yang pertama, dia bekerja keras secara kreatif menyusun program kerja jangka pendek, menengah sampai jangka panjang.

Program itu dipersiapkan secara matang dan diperbaharui setiap saat tatkala ada ide dan temuan baru. Dia biasa harus bangkit dari tempat peraduan tengah malam menakala ada sesuatu yang muncul dalam pikirannya untuk menyempurnakan program-program yang dirumuskan dan digariskannya. Dia tak sungkan menelepon staf lalu menghidupkan komputernya untuk menulis ide dan program kereta api itu. Sehingga dia digelari seorang Dirjen yang tak pernah tidur. (Selengkapnya baca: Inginkan KA Jadi Unggulan, halaman 22)

Bagi Soemino, KA harus mampu merebut peluang dengan pola jemput bola, bukan pola menunggu, berinisiatif serta kreatif untuk memenangkan kompetisi. Untuk itu, menurutnya, seluruh jajaran KA harus memiliki jiwa enterpreneur yang disesuaikan dengan kondisi yang ada.

Intinya, bagaimana bisa memberikan nilai tambah kepada perusahaan. Sebagai mantan orang pertama di Perumka (kini PT KAI), Soemino tahu persis seluk-beluk dunia KA nasional. Atas dasar itulah, dia berpandangan, keunggulan KA yang bersifat massal itu harus mampu membentuk brand image yang melekat di benak masyarakat luas.

Segenap jiwa, raga, keahlian dan tenaga dia tumpahkan dalam tugas pengabdiannya di kereta api. Berkarir di kereta api memang adalah pilihannya secara rasional dan profesional. Dia secara sadar lebih memilih berkarir di kereta api daripada di Pertamina dan Semen Gresik, yang juga menawarkannya ikatan dinas sesaat setelah menamatkan studi S1 di Institut Teknologi 10 November, Surabaya (ITS). (Selengkapnya baca: Memilih Kereta Api, Bukan Pertamina, halaman 12).

Disepuh di Surabaya, Medan dan Padang, putera bangsa kelahiran Solo dari keluarga berlatar darah dan budaya Jawa, ini memang tampil menjadi pemimpin yang berkarakter dan berkepribadian kuat.

Anak petani ini terasah mandiri sejak kecil. Bahkan dia sengaja memilih kuliah di Surabaya, bukan di Jogyakarta, untuk melatih diri sebagai diri sendiri yang mandiri dalam menghadapi tantangan hidup. (Selengkapnya baca: Anak Petani Dari Delanggu, halaman 20).

Dia pun menyepuh diri tatkala mengawali karir di Surabaya, kemudian ke Medan dengan aneka ragam karakter dan tantangannya. Slogan Ini Medan Bung (selengkapnya halaman 14, dijawabnya tangkas dengan membuka diri memperluas pergaulan. Di situ dia lulus, bahkan unggul. Berhasil menyelesaikan tugas sampai finis, hal yang nyaris sulit dicapai beberapa pendahulunya.

Setelah sempat bertugas di Kantor Pusat (Bandung) dia pun ditugaskan ‘menghidupkan kembali’ kereta api di Padang, Sumbar, yang sebelumnya telah diniatkan untuk ditutup. Di situ, dia sekali lagi mengukir prestasi menunjukkan kapasitas diri sebagai seorang pengabdi kereta api yang profesional, tak kenal lelah, sampai digelari KE yang tak pernah tidur.

Itu sekelumit perjalanan hidup dan karir yang sesungguhnya menunjukkan keutuhan dirinya laksana tokoh Gatotokoco sebagaimana digambarkan dalam kisah pewayangan. Tak heran bila di sudut-sudut tertentu di ruang kerjanya sebagai Dirjen Perkeretaapian, terpampang beberapa akronim wayang, satu di antaranya Gatotkoco putra Werkudoro (Bima).

Memang, Gatotkoco baginya banyak memberikan teladan dan spirit. Kelahiran Gatotkoco sudah digembleng di kawah candradimuka dan dipersiapkan oleh para Dewa untuk mengatasi serbuan para raksasa yang menyerang orang-orang yang tidak bersalah. Setelah tumbuh dewasa Gatotkoco mampu mengalahkan para raksasa.

Gatotkoco yang memiliki otot kawat tulang besi dan bisa terbang serta sakti, ini bisa diartikan punya cita-cita tinggi dan spirit yang kuat dan mengasihi sesama. Sebagai seorang satria, memiliki karakter terhadap tugas yang diembannya dan berjuang demi negara. (Selengkapnya baca: Pencinta Gatotkoco, halaman 25).

Sedikit banyak, cerminan tokoh wayang ini terpatri dalam diri Soemino. Sempat ‘diparkir’ tanpa jabatan di Departemen Perhubungan setelah ditarik dari jabatan Dirut Perumka, tidak membuatnya patah semangat apalagi frustrasi sebagaimana dialami banyak orang. Dia bahkan berkesempatan menunjukkan keutuhan diri, karakter dan kepribadian serta komitmennya pada tugas pengabdian sebagai seorang pegawai negeri sipil.

Selain selalu berdisiplin masuk kantor, dia juga mengunakan kesempatan belajar hingga meraih gelar S2 Manajemen Pemasaran dari STIE IPWI Jakarta, tahun 2000. Dia pun tak sungkan sempat membangun usaha keluarga, jualan nasi di atas mobil yang beroperasi di Jalan Pajajaran, Bandung. (Selengkapnya baca: Diparkir dan Jualan Nasi, halaman 18).

Keutuhan diri yang berkarakter dan berkepribadian kuat membuatnya selalu bersemangat dalam keadaan apa pun. Sampai akhirnya, setelah dikira banyak orang karirnya sudah habis, dia malah dipercaya menjabat Dirjen Kereta Api dengan tugas berat membenahi perkeretaapian yang belakangan demikian terpuruk di negeri ini.

Dia berkeyakinan, berbagai program yang telah dicanangkannya, akan berhasil secara bertahap mengatasi masalah pelik perkeretaapian itu. Dia berjanji, tidak akan pernah tidur, untuk bisa mewujudkan impiannya menjadikan KA Tulang Punggung Angkutan Darat.

Soemino sangat teguh pada prin-sip bahwa kereta api merupakan moda transportasi dengan multi keunggulan komparatif, hemat lahan dan energi, rendah polusi, besifat massal, dan adaptif dengan perubahan teknologi. Pada era kompetisi ini, potensi KA dapat direvitalisasi dalam fungsi memobilisasi arus penumpang dan barang di atas jalan rel, dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi nasional. e-ti/Ch. Robin Simanullang

***TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini